Bos Mafia Playboy

Bersatunya Kembali Sebuah Persahabatan



Bersatunya Kembali Sebuah Persahabatan

0"Apa-apaan kamu, Brian? Jangan seperti anak kecil!" protes Imelda pada seorang pria yang berusaha melepaskan pelukannya pada sang ayah mertua. Ia cukup kesal karena suaminya itu bersikap berlebihan kepadanya.     
0

"Mana ada yang berlebihan, Sayang?" balas Brian tak mau kalah dengan kedua pria yang terlihat menggelengkan kepalanya melihat sikap anak tunggal dari keluarga Prayoga itu.     

Davin Mahendra bangkit dari kursinya lalu bersiap untuk meninggalkan meja yang sudah dipesannya.     

"Lebih baik kamu pulang bersamaku saja, Prayoga. Biarkan Brian bersama wanita yang telah membuatnya tergila-gila," tawar Davin Mahendra pada sahabatnya itu. Meskipun persahabatan mereka pernah hancur, mereka berdua telah sepakat untuk melupakan segala kesalahan dan juga kebodohan dari masa lalu. Kemudian membangun kembali persahabatan itu.     

Tanpa memberikan jawaban apapun, Adi Prayoga langsung mengikuti pria yang lebih dulu meninggalkan restoran itu. Kedua pria itu lalu masuk ke dalam mobil yang sama untuk pertama kalinya setelah beberapa tahun terakhir.     

Di dalam restoran, Imelda senyum-senyum sendiri melihat ayah dan juga mertuanya pergi bersama. Sebuah pemandangan yang sangat dirindukan selama bertahun-tahun. Akhirnya, ia bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri ... seorang Davin Mahendra memperlakukan Adi Prayoga dengan sangat baik.     

"Apa kamu sedang menertawakan aku, Sayang?" tanya Brian pada wanita yang sedang mengandung anaknya. Ia curiga jika istrinya itu sedang mencemooh kecemburuan di dalam dirinya.     

"Jangan kepedean kamu, Brian!" sahut Imelda dalam wajah yang sedikit kesal karena ulah suaminya. "Aku terlalu bahagia melihat Papa Davin dan juga Papa Adi bisa kembali bersama. Rasanya sudah sangat lama aku menantikan momen ini." Imelda mencoba menjelaskan tentang perasaannya itu pada pria yang masih saja memandangi dirinya dalam tatapan aneh.     

Tanpa sadar Brian tersenyum lebar mendengar ucapan istrinya. Tak bisa dipungkiri jika dirinya menantikan hal yang sama. Ia juga sangat bahagia bisa melihat pasangan sahabat itu bisa kembali bersama seperti yang seharusnya.     

"Aku juga bahagia melihat kedekatan mereka lagi. Bagaimana kalau kita membeli pakaian untukmu, Sayang. Rasanya tak rela jika anakku harus terhimpit pakaianmu yang sudah terlalu ketat itu." Pria itu lalu membelai perut istrinya yang sudah mulai terlihat lebih besar.     

Imelda hanya menganggukkan kepalanya lalu mengikuti Brian untuk membayar makanan yang sudah dipesannya. Begitu selesai melakukan pembayaran, mereka berdua masuk ke dalam mobil lalu menuju ke sebuah pusat perbelanjaan yang cukup ramai.     

Setelah beberapa menit perjalanan, mobil itu berhenti di sebuah lobby pusat perbelanjaan yang cukup ternama. Mereka berdua lalu turun diikuti dua bodyguard yang juga mengikuti mereka berdua.     

"Jangan sampai orang-orang menyadari keberadaan kalian! Jadilah seperti pelanggan biasa, jangan terlalu menonjol dan menarik perhatian," peringat Brian pada dua orang pria yang bekerja pada keluarganya.     

"Baik, Bos," jawab mereka hampir bersamaan.     

Setelah beberapa saat berjalan keliling, Imelda memilih sebuah toko pakaian yang tidak terlalu ramai. Ia hanya ingin berbelanja dengan suasana tenang, tak peduli dengan uang yang akan dikeluarkannya.     

"Brian! Kita belanja di sini saja." Wanita itu langsung masuk ke dalam sebuah toko pakaian yang cukup sepi. Hanya terlihat beberapa pelanggan yang sedang memilih pakaian.     

"Haruskah aku mengosongkan toko agar kamu berbelanja dengan nyaman, Sayang?" Sebuah pertanyaan dari Brian itu terdengar sangat berlebihan bagi Imelda. Meskipun maksud pria itu cukup baik, Imelda langsung menggelengkan kepala sebagai tanda tidak setuju.     

Sementara dua bodyguard berjaga di luar toko, Brian memilih duduk di sebuah kursi sembari membaca majalah yang sudah disiapkan oleh pihak toko. Sesekali ia memandang ke arah wanita cantik yang begitu berbinar melihat pakaian-pakaian yang cukup bagus.     

"Brian! Apakah aku cocok dengan warna ini?" tanya Imelda dengan sebuah dress pendek berwarna merah maroon. Wanita itu tampak senang dalam sorot mata cerah yang terlihat berkilau.     

"Kamu pasti cantik memakai itu, Sayang," sahut Brian dalam suara yang terdengar sangat lembut dan penuh kasih sayang. Pria itu bangkit dari tempat duduknya lalu membantu Imelda untuk membawa pakaian yang sudah dipilihnya.     

Di saat Brian memperlihatkan betapa ia sangat perhatian pada wanita yang bersamanya, setiap mata yang memandang menjadi sangat iri pada mereka berdua. Bahkan beberapa pegawai toko juga terus memandangi wajah tampan seorang Brian Prayoga.     

"Beruntung sekali wanita itu. Selain sangat tampan, pria itu juga sangat perhatian pada kekasihnya." Mereka semua mulai berbisik-bisik karena perasaan iri di dalam hatinya. Rasanya tak ada pria lain yang begitu perhatian selain kekasih dari wanita itu.     

Imelda yang menyadari hal itu mulai risih. Walaupun samar-samar, ia mendengar jika mereka sedang membicarakan dirinya. Lama-kelamaan, wanita itu mulai kesal pada orang-orang yang terus memperhatikan suaminya. Rasanya tak rela jika wanita lain bisa sangat bebas melihat ketampanan Brian Prayoga.     

"Ada apa, Sayang? Sepertinya kamu tak nyaman berada di toko ini." Brian mulai cemas karena ekspresi Imelda berubah kesal. Padahal saat mendatangi toko itu, ia terlihat sangat senang dan juga bersemangat.     

"Apa kamu tak sadar jika wanita-wanita itu sedang memperhatikanmu?" kesal Imelda pada suaminya. Meskipun Brian sama sekali tak bersalah, wanita itu masih saja kesal kepada Brian. Tak peduli dengan posisi yang dihadapi oleh suaminya itu.     

Brian langsung mengerti ucapan istrinya. Ia pun membelai lembut kepala Imelda lalu mengecup singkat keningnya. Wanita-wanita di toko itu menjadi sangat histeris melihat keromantisan pasangan yang terlihat saling mencintai itu.     

"Bagaimana kamu bisa menciumiku dalam keramaian seperti ini?" protes Imelda dalam wajah merah merona karena sangat malu.     

"Itu hanya kening, Sayang. Aku bisa mencium di tempat yang lain," goda Brian dalam wajahnya yang begitu tampan. Membuat Imelda seolah telah terhipnotis oleh pesona suaminya sendiri.     

Pasangan itu seolah telah melupakan keberadaannya. Brian justru memberikan pelukan hangat lalu kembali mengecup kening istrinya. Ia tak peduli pada orang-orang yang masih memperhatikan dirinya.     

"Tolong bungkus semua baju yang sudah dipilih oleh istriku." Ucapan Brian kali ini berhasil membuat para wanita patah hati. Mereka tak menyangka jika pasangan itu sudah menikah.     

Saat Brian sedang melakukan pembayaran ke kasir, Imelda melihat-lihat toko sepatu di sebelah toko pakaian. Ada beberapa sepatu yang cukup menarik untuknya. Ia pun bergerak ke arah etalase sepatu itu untuk melihatnya lebih dekat.     

Di saat yang sama, seorang wanita dari arah yang berlawanan menginginkan sepatu yang sama. Kedua wanita itu akhirnya memegang sepatu itu dalam waktu yang bersamaan. Terjadilah suasana saling pandang di antara mereka.     

"Dokter Laura!" Imelda cukup terkejut mendapati kekasih dari kakaknya itu berada di sana.     

"Dokter Imelda!" Laura juga tak kalah terkejut darinya. Wanita itu langsung melepaskan sepatu yang dipegangnya lalu berlari meninggalkan toko. "Maaf, aku masih ada urusan," ucapnya sebelum benar-benar pergi.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.