Bos Mafia Playboy

Alasan Kebencian Vincent



Alasan Kebencian Vincent

0Brian yang melihat Laura berlari meninggalkan toko sepatu langsung memerintahkan dua bodyguard itu untuk mengejarnya. Ia merasa jika wanita itu sengaja menghindari istrinya.     
0

"Mengapa Laura langsung berlari meninggalkanmu, Sayang?" tanya pria itu pada istrinya.     

"Entahlah, Brian. Rasanya aku tak memiliki kesalahan padanya." Imelda tampak bingung namun juga cemas. Ia tak mengerti alasan Laura langsung berlari begitu menyadari keberadaannya. Dalam wajah yang sedikit bingung, Imelda melihat sekeliling. Ia ingin memastikan jika wanita itu masih berada di sekitar toko.     

Tanpa mengatakan apapun padanya, Brian langsung mengerti dengan kecemasan Imelda. Terlalu jelas wajah istrinya yang kebingungan mencari keberadaan kekasih dari kakaknya itu.     

"Aku sudah menyuruh kedua bodyguard untuk mengejarnya, Sayang. Jangan terlalu cemas." Brian mencoba untuk menenangkan hati istrinya. Bagaimanapun juga, Imelda tak boleh terlalu cemas memikirkan hal apapun.     

"Lebih baik kita menunggu di mobil saja, Brian. Sepertinya aku sedikit lelah," ajak Imelda pada pria yang begitu mencemaskan dirinya.     

Mereka berdua lalu bergerak keluar dari pusat perbelanjaan. Untung saja, mobil mereka berada tak jauh dari pintu lobby. Belum juga sampai di mobil, kedua bodyguard itu sudah kembali dengan nafas yang ngos-ngosan. Mereka terlihat kelelahan karena berlari mengejar Laura.     

"Kami tak berhasil mengejarnya, Bos. Wanita itu berlari sangat cepat," jelas salah seorang dari mereka dengan suara yang terpatah-patah. Usahanya untuk mengejar Laura sama sekali tak berhasil. Hal itu membuat Imelda sedikit kecewa.     

"Ayo kita pulang," ajak Imelda lagi pada sang suami. Ia berjalan cepat menuju mobilnya yang masih terparkir. Tanpa mengatakan apapun, Imelda memilih duduk bersandar sembari memejamkan mata.     

Brian sengaja membiarkan Imelda beristirahat sekaligus menenangkan diri. Mungkin kepergian Laura itu pasti membuat istrinya tak nyaman. Ia pun berinisiatif untuk mengirimkan sebuah pesan pada kakak iparnya. Brian ingin memberitahukan pertemuan Imelda dan juga Laura pada Vincent. Ia pun meminta kakak iparnya itu untuk datang menemui istrinya.     

Setelah beberapa menit perjalanan, sampailah mereka di sebuah bangunan di mana pasangan itu tinggal. Brian melihat ke arah Imelda, ia tak yakin jika istrinya itu benar-benar terlelap. Ia pun akhirnya memilih untuk membawa Imelda dalam gendongannya daripada harus membangunkannya.     

Saat baru masuk ke dalam, Brian melihat Vincent sudah berada di ruang tamu.     

"Tunggu sebentar, Kak. Aku akan membaringkan Istriku di kamar," ucap Brian pada kakak iparnya.     

"Tak perlu terburu-buru, Brian," jawab Vincent bersamaan sebuah senyuman merekah sangat indah.     

Sebuah kalimat dari Vincent itu langsung membangunkan Imelda dari rasa kantuk di dalam dirinya. Wanita itu memaksakan diri membuka matanya dan meminta Brian agar menemukannya.     

"Turunkan aku, Brian." Sebuah ucapan dari Imelda merupakan suatu perintah untuk Brian.     

Dengan sangat hati-hati, Brian menurunkan istrinya. Nampak Imelda begitu senang melihat keberadaan Vincent di rumah itu. Melihat kebahagiaan istrinya, menjadi hal yang juga sangat membahagiakan bagi dirinya.     

"Sejak kapan Kak Vincent di sini?" Imelda tidak sabar untuk menanyakan banyak hal pada sosok pria yang sudah duduk sejak dirinya membuka mata.     

"Saat Brian mengirimkan sebuah pesan, kebetulan aku sedang berada tak jauh dari sini. Jadi aku langsung menuju ke tempat ini," jawab Vincent atas pertanyaan adiknya.     

Wanita itu nampak tersenyum senang sambil melirik ke arah suaminya. Ia tak menyangka jika Brian menghubungi kakak laki-laki kesayangannya. Hal itu membuat Imelda sangat senang bisa melihat saudaranya itu.     

"Tadi aku melihat Laura berada di sebuah toko sepatu dalam pusat perbelanjaan. Sayangnya ia melarikan diri saat melihat aku di sana. Bukankah itu sedikit aneh? Untuk apa Laura menghindari aku?" Imelda mengungkapkan sebuah kejadian yang baru saja dilewatinya. Ia merasa jika hal yang dilakukan oleh Laura tentunya cukup berlebihan.     

Vincent justru terdiam tanpa mengatakan apapun. Ia     

memandang adiknya dengan penuh arti dan juga kasih sayang. Pria itu cukup senang melihat hubungan Brian dan juga Imelda semakin baik. Apalagi pasangan itu terlihat saling mencintai satu sama lain.     

"Aku sudah bertemu dengan Laura. Ia memang tinggal di sekitar pusat perbelanjaan itu," ucap Vincent dalam tatapan aneh. Antara bahagia, terluka dan juga penuh kesedihan.     

"Darimana Kak Vincent bisa menemukan keberadaannya?" Imelda sangat penasaran dengan hal itu.     

Pria itu bisa melihat kecemasan di wajah adiknya. Jauh di dalam hatinya, Vincent tak ingin menambahkan beban dalam hatinya.     

"Eliza yang membantuku menemukan Laura. Meskipun ia terus berpindah tempat tinggal, Eliza selalu saja bisa menemukannya," jelas Vincent pada adik semata wayangnya.     

"Bagaimana ia bisa menemukannya?" Tiba-tiba saja Imelda menjadi sangat penasaran pada seorang wanita yang dulunya begitu mengejar Brian. Ia tak menyangka jika wanita itu bersedia membantu kakaknya.     

"Dengan sedikit koneksi dari kakak dan juga papanya, tentunya tak sulit bagi Eliza Hartanto untuk menemukan Laura." Brian sengaja memberitahukan hal itu agar Imelda tak terus-terusan penasaran dengan seorang wanita yang sedang mengejar Martin.     

Akhirnya Imelda paham, ia telah melupakan profesi yang dijalani oleh keluarga Eliza. Tentunya mencari keberadaan seseorang bukan hal sulit bagi mereka.     

"Apa Kak Vincent tak ingin menemui Dokter Laura?" Imelda memberanikan untuk menanyakan hal itu pada kakaknya.     

"Laura memintaku untuk memberinya sedikit waktu. Setelah hatinya tenang, ia berjanji akan menemuiku. Itu akan menjadi sebuah awal atau akhir, tergantung dari keputusan Laura." Vincent nampak tak bersemangat mengatakan hal itu pada adiknya.     

Pria itu tak mengerti, mengapa ia harus melewati takdir yang buruk? Keluarganya yang hancur dan berantakan. Ditambah lagi kejadian yang dialami Laura saat malam itu, membuat wanita itu begitu hancur hingga menghilang begitu saja.     

Saat mereka berdua sedang mengobrol cukup akrab, tiba-tiba saja Adi Prayoga masuk ke dalam rumah itu.     

Melihat kedatangan sang tuan rumah, Vincent langsung bangkit dan berdiri. Ia berniat untuk segera meninggalkan rumah itu.     

"Sepertinya aku harus segera pergi dari sini." Tanpa basa-basi lagi, Vincent bergerak cepat untuk meninggalkan adiknya.     

"Tunggu, Kak!" Imelda ikut berdiri lalu menyusul Vincent yang sudah berada tak jauh dari pintu. Ia tahu jika kakaknya itu sengaja menghindari Adi Prayoga.     

Dengan sangat terpaksa, Vincent terdiam dalam kilatan amarah yang nampak terlalu jelas di matanya. Kebenciannya terhadap Adi Prayoga sudah berada di puncak kepala.     

"Mengapa Kak Vincent begitu membenci Papa Adi?" tanya Imelda pada sang kakak.     

Vincent tersenyum sinis pada adiknya sendiri. Imelda terlalu polos baginya, ia tak akan mungkin bisa mengerti tentang konspirasi di antara kedua keluarga.     

"Jika bukan karena sosok Adi Prayoga, Mama Irene tak mungkin tewas dalam sebuah insiden yang sama sekali tak jelas," sahut Vincent sangat menyakinkan. Ia tak peduli jika Adi Prayoga akan terluka atas ucapannya itu.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.