Bos Mafia Playboy

Aku Bukan Anak Kecil



Aku Bukan Anak Kecil

0"Tak perlu menutupi apapun padaku, Brian!" tegas Imelda lalu bangkit dari kursinya. Wanita itu berdiri tepat di sebelah jendela kaca di kamarnya, memandang ketegangan di antara orang-orang yang berjaga di rumah itu.     
0

Brian menyadari jika ia berbohong sekali pun tak ada untung baginya. Ia pun tak mau membuat istrinya itu murka dan mendiamkan dirinya.     

"Sebenarnya ... ada seorang penyusup yang berhasil mencuri di gudang penyimpanan dalam rumah utama," terang Brian pada wanita yang sudah tidak sabar untuk mendengarkan penjelasan dari suaminya.     

"Penyusup? Apa yang sudah diambil oleh mereka? Bukankah penjagaan di sana juga sangat ketat?" Imelda merasa ada hal yang cukup mencurigakan baginya. Bagaimana kediaman seorang Adi Prayoga bisa diterobos oleh seorang penyusup? Wanita itu tentunya sangat penasaran akan hal itu.     

Brian sudah menduga jika istrinya itu akan melontarkan banyak pertanyaan padanya. Hal itu juga yang membuat ia memilih untuk tak mengatakan apapun pada Imelda. Namun, diam bukanlah sebuah solusi baginya. Bisa-bisanya wanita itu akan mengamuk karena merasa dibohongi oleh suaminya sendiri.     

"Aku juga belum tahu, Sayang. Nanti aku akan menghubungi Papa untuk mengetahui kondisinya," jawab Brian dengan sangat berhati-hati. Ia tak ingin salah berucap dan membuat istrinya menjadi kesal.     

Imelda terlihat berpikir sejenak lalu kembali menatap suaminya. Banyak pertanyaan yang ingin dikatakannya pada Brian. Namun ia juga tahu jika Brian juga belum mengetahui kondisi rumah keluarga Prayoga.     

"Mengapa hanya bahan peledak? Bukankah itu terdengar sangat aneh?" Kecurigaan Imelda kali ini cukup beralasan. Brian juga berpikiran yang sama dengan istrinya. Wanita itu lalu mengambil sebuah ponsel dari dalam tasnya. Ia bermaksud untuk menghubungi seseorang.     

Namun sebelum panggilan itu terjawab, Imelda justru kembali menaruh ponsel itu di atas meja.     

"Ada apa, Sayang? Siapa yang ingin kamu hubungi?" tanya Brian pada istrinya.     

"Awalnya, aku ingin menghubungi Martin. Namun aku baru ingat jika dia baru beberapa hari menjalani operasi untuk kakinya." Terlukis kecemasan dan juga perasaan takut di wajah Imelda. Ia takut jika kekacauan itu dilakukan oleh seseorang yang cukup dekat dengan mereka semua.     

Baru saja selesai mengatakan hal itu, ponsel milik Imelda berdering nyaring. Ia pun bergegas mengambil ponselnya dan menerima panggilan itu.     

"Maaf. Aku tak bermaksud untuk mengganggumu, Martin. Hanya dirimu yang terpikirkan di kepalaku," jawab Imelda pada sebuah panggilan di dalam ponselnya.     

"Brian ada di sebelahku." Imelda memandang suaminya dalam posisi ponsel masih menempel di telinganya. Ia terlihat sangat serius melakukan pembicaraan dengan Martin via ponsel.     

"Baiklah, aku akan menyalakan speakernya." Imelda lalu menyalakan loud speaker di dalam ponselnya. Hal itu dilakukan atas permintaan Martin.     

Brian pun langsung duduk di sebelah Imelda, ia menebak jika Martin ingin berbicara juga dengannya.     

"Ada apa, Martin?" tanya Brian pada seorang pria yang sejak tadi berbicara dengan istrinya. Ia yakin jika Martin akan mengatakan sesuatu yang cukup penting menyangkut kekacauan di kediaman Prayoga.     

"Begini, Brian ... tak ada seorang pun yang berada dari luar yang mengetahui gudang penyimpanan itu. Kamu harus memeriksa anak buah papamu satu persatu. Lebih baik kamu melakukannya secepat mungkin sebelum orang itu berhasil kabur." Martin mencoba menjelaskan pada Brian tentang hal yang harus dilakukannya. Tentunya pria itu sangat tahu mengenai bisnis maupun orang-orang yang bekerja untuk sosok bos mafia seperti Adi Prayoga.     

Brian dan Imelda melemparkan pandangan satu sama lain. Instruksi yang diberikan oleh Martin sudah sangat jelas. Tak ada apapun yang perlu ditanyakan oleh mereka berdua.     

"Kabari aku jika kalian menemukan apapun." Itulah pesan terakhir dari Martin sebelum panggilan itu berakhir.     

Imelda lalu bergegas membereskan barang-barangnya. Padahal Brian masih duduk di kursi dan tenggelam dalam pemikirannya itu.     

"Apa yang kamu lakukan, Brian? Kita harus bergegas ke sana!" Imelda sengaja berteriak agar suaminya itu mendengar suaranya. Terlalu jelas baginya jika Brian begitu ragu untuk melangkah maju dalam situasi seperti itu.     

Sebuah teriakan dari Imelda berhasil membuat Brian bangkit seketika itu juga. Ia pun memandang istrinya dalam tatapan keraguan yang bercampur perasaan sangat cemas.     

"Lebih baik kamu di sini saja, Sayang," ujar Brian tanpa berani menatap calon ibu dari anaknya. Ia hanya tak ingin jika Imelda mengalami kesulitan dan juga kelelahan atas semua yang sedang terjadi.     

"Silahkan jika kamu akan pergi sendiri, Brian! Aku juga akan pergi dengan caraku sendiri," tegas Imelda lalu bergerak keluar dari kamar. Ia pun mengambil sebuah kunci mobil baru yang diberikan oleh Adi Prayoga untuk mereka berdua.     

Pria itu sama sekali tak bisa melakukan apapun selain mengejar istrinya. Brian tentunya tak bisa mengalahkan betapa keras kepalanya seorang Imelda Mahendra. Ia hanya bisa pasrah pada wanita yang selalu berhasil membuat dirinya tak berdaya. Seolah ia tak punya kuasa atas dirinya sendiri.     

"Tunggu, Sayang. Aku akan ikut denganmu," teriak Brian pada seorang wanita yang sudah masuk ke dalam mobilnya. Tanpa membuang waktu, ia pun mempercepat langkahnya sebelum Imelda meninggalkan dirinya tanpa perasaan. "Biar aku saja yang membawa mobilnya," ucapnya dengan lembut.     

"Jika ingin berangkat bersamaku ... masuklah sekarang! Jika tidak, menyingkirlah dari mobil ini!" tukas Imelda kesal. Wanita itu langsung menyalakan mesin mobilnya dan bersiap untuk meninggalkan tempat itu.     

Seolah tak ada pilihan lain, Brian bergegas masuk ke dalam mobil dan duduk di sebuah kursi penumpang di samping kemudi.     

Dengan kecepatan penuh, Imelda melajukan mobilnya. Ia menerobos kemacetan jalanan dengan cukup mudah. Kemampuan mengemudi wanita itu tak perlu diragukan lagi. Bahkan Brian tak ada apa-apanya dari Imelda.     

Tak berapa lama, mobil yang dibawa oleh Imelda mulai memasuki kediaman Prayoga. Ia pun langsung keluar dan melihat sekeliling rumah itu yang terlihat sangat kacau.     

"Lakukan tugasmu, Brian! Aku akan menemui Papa ke dalam." Imelda meninggalkan suaminya di luar rumah. Ia langsung masuk ke dalam untuk mencari ayah mertuanya. Terlihat Adi Prayoga sedang berbicara empat mata dengan seorang anak buahnya. Tanpa permisi atau apapun, wanita itu langsung menerobos masuk menemui ayah mertuanya.     

"Apa yang sebenarnya terjadi, Pa?" cemas Imelda pada ayah mertuanya.     

Adi Prayoga langsung bangkit dari kursinya lalu mengisyaratkan pria itu untuk pergi.     

"Sejak kapan kamu di sini, Sayang? Kamu tak perlu repot-repot datang ke sini. Semuanya baik-baik saja." Adi Prayoga sengaja memperlihatkan wajah tenang dan tidak terprovokasi dengan semua yang telah terjadi. Meskipun kerugian yang dialaminya cukup besar, hal itu tak langsung membuatnya jatuh miskin.     

"Aku bukan anak kecil, Pa," tegas Imelda pada ayah mertuanya. Ia merasa jika segala yang terjadi baik di keluarga Prayoga ataupun Mahendra adalah urusannya juga.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.