Bos Mafia Playboy

Manipulasi



Manipulasi

0Mendengar nada bicara Imelda yang sedikit meninggi, Adi Prayoga tersenyum penuh arti. Dia jadi teringat sosok wanita yang pernah dicintainya itu. Mereka berdua benar-benar sangat mirip. Ya ... Imelda seperti kloningan dari kekasihnya, Irene.     
0

Adi Prayoga sampai berpikir jika kebencian Natasya terhadap Imelda karena hal itu. Bukan hanya wajahnya saja yang sangat mirip, gaya bicara dan keras kepalanya Imelda benar-benar sama dengan ibunya.     

"Papa tak menganggapmu sebagai anak kecil. Meskipun begitu, Papa tetap akan mencintaimu seperti anak Papa sendiri," ujar Adi Prayoga sangat tulus. Nampak begitu jelas, kasih sayang pria itu begitu besar pada menantunya. Tak ada yang namanya kasih sayang antara ayah dan menantu, yang ada hanyalah kasih sayang seorang ayah kepada anaknya.     

Imelda senyum-senyum sendiri mendengar jawaban Adi Prayoga kepadanya. Ia dapat merasakan betapa besar dan juga tulus kasih sayang dari ayah mertuanya.     

"Apa Papa sudah memeriksa pasar gelap yang biasa melakukan transaksi ilegal?" Imelda menanyakan hal itu karena hanya di pasar gelap saja, penyusup itu bisa menjual hasil curiannya.     

"Papa sudah memerintahkan beberapa orang untuk menyelidiki segala tempat yang dipakai untuk melakukan transaksi ilegal, tak ada satupun mereka yang melakukan transaksi itu," jawab Adi Prayoga atas pertanyaan istri dari anaknya itu.     

Tak berapa lama, Brian masuk ke dalam dan menghampiri ayahnya dengan Imelda yang berada tepat di sebelahnya. Ia memandang mereka berdua dalam sebuah tatapan penuh arti.     

"Aku sudah mengumpulkan orang-orang di rumah ini, Pa. Sebaiknya Papa memastikan orang-orang itu apakah benar-benar bekerja untuk kita." Brian pun kembali keluar diikuti oleh Imelda dan juga Adi Prayoga.     

Mereka bertiga berdiri di antara orang-orang yang bekerja untuk keluarga Prayoga. Mulai dari pelayan hingga bodyguard tak terkecuali.     

"Siapa yang pertama kali menyadari jika gudang kita kehilangan bahan peledak?" Brian menanyakan hal itu pada orang-orang yang bekerja untuk keluarganya. Ia memperhatikan satu persatu setiap orang yang berkumpul di sana. Entah itu pria atau wanita, mereka semua menjadi tersangka dalam kekacauan di dalam rumah itu.     

"Saya, Bos," sahut seorang pria tinggi besar yang bekerja untuk keluarga Prayoga. "Awalnya, saya hanya ingin berpatroli biasa. Namun pagi itu terasa sedikit aneh. Dari kejauhan, pintu gudang terlihat terbuka. Saya langsung bergegas untuk memeriksa ke dalam. Sayangnya tak ada siapapun di sana, saya pun langsung memanggil yang lainnya untuk memeriksa semuanya." Pria itu mencoba menjelaskan kejadian yang terjadi di pagi-pagi buta.     

Imelda mencoba memikirkan penjelasan itu. Ia merasa ada yang tak beres dengan hal itu. Wanita itu sangat yakin jika ada sesuatu yang tidak beres.     

"Sepertinya mereka melakukannya di saat malam hari saat beberapa orang mulai terlelap." Imelda menyimpulkan hal itu karena tidak mungkin jika penyusunan itu terang2an melewati mereka penjagaan di rumah itu.     

"Tunggu! Apa ada seseorang yang datang kesini selama aku pergi." Adi Prayoga mulai curiga pada seseorang yang justru dikenalinya.     

Salah seorang dari mereka terlihat melangkahkan kakinya lalu berdiri di hadapan mereka.     

"Sebelumnya, Nyonya Natasya datang ke rumah ini. Sesuai perintah Anda, saya langsung memintanya keluar dari sini," jelas pria itu cukup menyakinkan.     

Mereka bertiga saling memandang satu sama lain, seolah melemparkan isyarat agar bisa memahami penjelasan itu.     

"Siapa saja yang berjaga di malam hari setelah Mama Natasya datang ke sini?" Imelda menayangkan hal itu untuk memastikan jika mereka bukan seseorang yang sedang mereka cari.     

"Selain orang-orang ini dan juga semua pelayan, kalian boleh kembali bertugas," perintah Brian pada beberapa anak buahnya.     

Satu persatu mereka semua meninggalkan tempat itu. Tinggal lah beberapa orang dan juga pelayan. Rasanya cukup menakutkan jika harus berhadapan langsung dengan seorang pria yang berkuasa atas rumah itu.     

Imelda memperhatikan mereka satu persatu. Terlihat wajah cemas dan juga takut tak bisa mereka sembunyikan dari sang empunya rumah.     

"Siapa di antara kalian yang berjaga di malam setelah Natasya ke rumah ini?" Adi Prayoga akhirnya membuka mulutnya. Ia tak ingin jika segalanya menjadi kacau dan sulit dikendalikan.     

"Saya dan partner saya, Bos. Namun dia tak masuk karena sedang sakit," jelas salah seorang dari mereka. Pria itu terlihat berkata jujur kepada mereka bertiga.     

Tiba-tiba datanglah seseorang yang diperintahkan oleh Brian untuk memeriksa kamera pengawas yang terpasang disetiap penjuru rumah.     

"Sepertinya kamera pengawas juga sudah berhasil di manipulasi oleh pelaku, Bos," jelas pria itu dalam wajah yang juga sangat cemas.     

"Habisi saja semua orang yang bekerja di malam itu, Brian!" Imelda mengatakan hal itu tanpa bebas     

"Apa!" Brian dan juga Adi Prayoga cukup terkejut mendengar perkataan itu. Mereka tak membayangkan jika Imelda bisa sangat kejam pada anak buah dari ayah mertuanya.     

Keringat dingin mulai mengalir di wajah beberapa pelayan yang bekerja di rumah itu. Para wanita itu ketakutan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan.     

Dengan sekali gerakan saja, Imelda berhasil mengambil sebuah pistol dari salah satu pria yang berdiri di sana. Dengan sengaja ia mengarahkan senjata itu pada mereka satu persatu.     

"Apa kalian tidak berniat mengakui kesalahan sebelum aku memecahkan kepala ini?" Imelda menempelkan senjata itu di kening salah satu dari mereka.     

"Sayang! Tak perlu berlebihan seperti itu. Mereka sudah cukup lama bekerja untuk Papa. " Adi Prayoga mulai cemas melihat Imelda seolah benar-benar ingin menghabisi mereka semua.     

Wanita itu terkekeh geli mendengar ucapan ayah mertuanya. Ia tak menyangka jika seorang bos mafia memiliki belas kasih yang cukup besar.     

"Tenanglah, Pa. Aku yakin ada seseorang yang berada di sini terlibat dalam kekacauan ini. Kita harus menghabisi kaki tangan penjahat itu," sahut Imelda tanpa melepaskan senjata dari tangannya.     

"Kami benar-benar tak mungkin mengkhianati keluarga Prayoga. Apalagi kami sudah cukup lama bekerja di sini," ungkap seorang pelayan untuk merubah pemikiran Imelda.     

Dalam senyuman sinis, Imelda melirik ke arah seorang pelayan yang terlihat sangat ketakutan. Ia bisa merasakan ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh wanita itu     

Suara dentuman keras terdengar memecahkan gendang telinga. Semua orang menatap ke arah Imelda yang baru saja menembak sebuah pot yang bergantung di dekat teras samping. Tentunya mereka sangat terkejut mendengar dan juga melihat apa yang dilakukan oleh Imelda.     

Adi Prayoga dan Brian hanya bisa menyaksikan momen menegangkan itu dalam hati yang sangat berdebar.     

"Kalian juga melihat sendiri, pot itu saja bisa hancur berantakan. Bagaimana jika aku menembak kepala kalian satu persatu?" ancam Imelda tanpa perasaan dan juga belas kasihan.     

Dalam sekali gerakan saja, Imelda sudah menodongkan senjata ke arah kepala dari salah seorang pelayan. Ia sudah bersiap menarik pelatuk dari senjata yang dipegangnya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.