Bos Mafia Playboy

Kecemasan Seorang Istri



Kecemasan Seorang Istri

0Sebuah tatapan dingin tanpa perasaan terlukis begitu jelas dari wajah Imelda. Wanita itu begitu lihai memainkan sebuah peran yang sedang dilakoninya. Bahkan tanpa beban atau dosa ia menempelkan senjata di pelipis kanan dari seorang pelayan di rumah ayah mertuanya.     
0

"Jika tidak ada yang mengakui apapun tentang insiden ini, aku pastikan kalian akan mati di tanganku satu persatu," tegas wanita yang sedang mengandung pewaris dari keluarga Mahendra dan juga Prayoga.     

Saat Imelda sudah bersiap menarik pelatuk senjatanya, seorang pelayan langsung berlutut di bawah kaki Imelda.     

"Ampuni aku, Nona Imelda. Mereka semua tidak bersalah, hanya aku saja yang membantu Nyonya Natasya untuk melumpuhkan semua penjaga," mohon seorang pelayan paruh baya yang sudah bekerja di rumah itu cukup lama.     

Adi Prayoga dan juga Brian tentunya sangat terkejut karena wanita itu bisa melakukan pengkhianatan padanya. Ia tak pernah menyangka jika wanita yang sudah puluhan tahun bekerja untuknya justru tega mengkhianati orang yang selama ini memberikan upah yang cukup banyak atas dirinya.     

"Apa selama ini Papa memberikan gaji yang terlalu sedikit, Bik? Apakah Bibi tidak puas dengan semua yang diberikan Papa?" Bukan Adi Prayoga yang murka, justru Brian yang langsung terbakar amarah begitu membara. Pria itu terlihat mengepalkan tangannya sendiri karena harus menahan gejolak amarah di dalam hatinya.     

"Ampun, Tuan Brian. Tuan Prayoga telah memberikan perlindungan dan juga kehidupan yang layak bagi keluarga saya. Bahkan beliau juga membiayai kuliah semua anak-anak saya," ungkap wanita yang semakin ketakutan tanpa mampu menengadahkan kepala untuk memandang lawan bicaranya.     

Mendengar penjelasan pelayan itu, bukan membuat kemarahan Brian semakin mereda. Pria itu justru semakin terbakar dalam bara api yang semakin berkobar dan siap menghanguskan dirinya.     

"Lalu .... Apa masalahmu?" teriak Brian tanpa peduli sosok wanita yang lebih tua darinya.     

Pelayan itu justru tenggelam dalam tangisnya, ia merasa sangat berat mengatakan hal itu. Karena sebelumnya, Natasya sudah mengancam akan menghabisi anaknya.     

"Jika Bibi tak ingin mengatakan kebenarannya pada kami, aku akan menghabisi orang-orang yang tak bersalah ini di hadapanmu." Imelda mulai melontarkan ancaman bagi seorang pelayan yang selama ini sudah bekerja untuk Adi Prayoga.     

"Ampun, Nona! Aku akan mengatakan semuanya." Wanita itu mencoba untuk menghapus air mata di wajahnya. Kemudian menengadahkan kepalanya ke arah Imelda. Ia tak ingin jika menantu dari majikannya itu sampai menghabisi orang-orang yang tak bersalah. Bagaimanapun, ia cukup mengetahui rumitnya hubungan dua keluarga itu.     

Sekuat tenaga pelayan itu memberanikan diri untuk mengatakan semuanya. Ia tak peduli jika nyawanya akan menjadi taruhan. Mengingat selama ini, sosok Adi Prayoga yang telah membuat kehidupannya menjadi sangat layak dan berkecukupan. Bahkan sang bos mafia itu juga memberikan perlindungan kepadanya.     

"Nyonya Natasya telah menculik anak perempuanku. Ia mengancam akan menghabisi anakku jika aku tak membantunya," ungkap pelayan itu dalam kesedihan yang mendalam.     

"Apa!" Seketika itu juga Imelda sangat terkejut. Ia tak pernah menduga jika ibu mertuanya bisa melakukan hal yang sekeji itu. Bahkan orang-orang yang tak terpaut dengannya juga ikut terseret dalam kemelut rumit dalam dua keluarga.     

Mendadak tangan Imelda lemas tak berkekuatan. Senjata api yang berada di tangannya jatuh ke tanah. Ia masih tak bisa menerima kenyataan yang telah dilakukan oleh Natasya. Setahunya, Natasya hanya membenci dirinya dan juga ayah mertuanya saja.     

"Aku harus menemui Mama Natasya sekarang juga." Imelda berusaha untuk bergerak menuju ke tempat di mana mobilnya berada.     

"Berhenti, Sayang!" Adi Prayoga mencoba untuk menghentikan menantu kesayangannya. Ia tak akan pernah membiarkan Imelda menemui Natasya seorang diri.     

Pria itu menarik Imelda untuk masuk ke dalam rumah. Adi Prayoga meminta anaknya itu untuk mengurus beberapa pelayan dan juga penjaga yang masih berada di sana.     

Sementara Brian mengurus beberapa orang yang bekerja untuk keluarganya, Adi Prayoga sengaja membawa Imelda untuk duduk di kursi yang ada dalam ruang keluarga. Pria itu memandang wajah cantik anak perempuan dari mantan kekasihnya itu.     

"Mengapa Papa menghentikan aku untuk menemui Mama Natasya?" Imelda bertanya dalam rasa kesal dan juga kecemasan yang sangat menyesakkan dadanya.     

"Tenanglah, Sayang. Papa akan meminta Brian mengurus semuanya. Tidak baik jika kamu menemui wanita itu. Tentunya itu akan sangat membahayakan untukmu," bujuk Adi Prayoga dalam tutur kata yang cukup tenang namun memendam kecemasan yang sangat mendalam.     

Adi Prayoga bangkit dari samping Imelda, ia berjalan ke arah di mana Brian masih berada. Dengan langkah pelan namun pasti, pria itu bergerak mendekati anaknya.     

"Papa yakin kamu pasti tahu apa yang harus kamu lakukan pada ibumu. Jangan sampai orang-orang yang tidak bersalah menjadi korban," ujar Adi Prayoga tepat di sebelah Brian yang masih berdiri di antara orang-orang yang bekerja untuk keluarganya.     

"Aku sangat mengerti, Pa. Akan kubawa beberapa orang untuk menemaniku," sahut Brian Prayoga pada sosok pria yang tak lain adalah ayahnya sendiri.     

Begitu menyampaikan sebuah pesan yang cukup penting untuk anaknya, Adi Prayoga kembali menemui menantu kesayangannya. Terlihat Imelda duduk sendiri dengan wajah sangat gelisah. Hatinya sama sekali tak tenang memikirkan kejahatan yang dilakukan oleh ibu mertuanya.     

"Apa kamu baik-baik saja, Sayang?" tanya Adi Prayoga saat menyadari menantunya sama sekali tak bisa duduk dengan tenang. Ia pun ikut duduk di samping istri dari anaknya itu, memberikan belaian lembut yang penuh kasih sayang.     

"Aku baik-baik saja, Pa. Hanya saja, hatiku tak tenang memikirkan segala kejahatan yang telah dilakukan oleh Mama Natasya. Bukankah itu sudah melebihi batas? Bagaimana Mama Natasya bisa dengan bebas melakukan kejahatan itu?" Banyak pertanyaan yang terus menerus mengusik ketenangan hati dan juga batin Imelda. Ia tentunya sangat penasaran, bagaimana ibu mertuanya itu bisa memiliki kekuatan untuk melakukan banyak kejahatan.     

Pasangan ayah dan menantu itu masih terdiam dalam pemikirannya masing-masing. Mereka masih saja memikirkan seorang wanita yang tega melakukan apapun untuk melancarkan aksinya.     

"Apakah akan baik-baik saja jika Brian ke sana sendirian, Pa?" cetus Imelda dalam segala kecemasan dan juga kekhawatiran akan keselamatan suaminya. Tentunya ia tak berharap jika sampai terjadi hal buruk pada Brian Prayoga.     

"Kamu tak perlu khawatir, Sayang. Tak mungkin seorang ibu akan melukai anaknya sendiri." Adi Prayoga mencoba untuk memberi pengertian pada wanita di sebelahnya itu. Meskipun tak bisa dipungkiri, pria itu sedikit khawatir jika Natasya akan melakukan sesuatu yang di luar nalar.     

Imelda langsung melemparkan sebuah tatapan penuh arti pada ayah mertuanya itu. Ia tak pernah melupakan apa saja yang pernah dilakukan oleh wanita itu pada suaminya.     

"Tapi Mama tega memberikan obat perangsang pada Brian, Pa!" peringat Imelda pada ayah mertuanya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.