Bos Mafia Playboy

Datangnya Tiga Polisi



Datangnya Tiga Polisi

0Dalam wajah panik dan juga terburu-buru, Brian langsung memindahkan Martin ke kursi roda lalu mendorongnya ke pintu belakang rumah sakit. Sedangkan Imelda mengikuti mereka dari belakang sembari memastikan tidak ada orang yang melihat mereka berdua.     
0

Sampai di belakang rumah sakit, sebuah mobil sudah disiapkan oleh Adi Prayoga untuk membawa mereka pergi dari sana. Mereka langsung masuk ke dalam mobil dan meninggalkan rumah sakit itu.     

Di sisi yang lain, Adi Prayoga masih berdiri tak jauh dari ruangan Martin. Tiga orang petugas penegak hukum masuk ke dalam dan tak mendapati apapun di sana.     

"Di mana pasien dari kecelakaan beruntun itu?" Salah satu dari polisi itu berteriak cukup keras pada dua orang yang datang bersamanya. Kemungkinan besar mereka adalah bawahannya.     

"Perawat tadi berkata jika pasien itu berada di ruangan ini, Pak," jawab salah seorang pria yang berseragam kepolisian.     

Tanpa rasa takut ataupun keraguan sedikit pun, Adi Prayoga berjalan masuk ke dalam ruangan itu. Ia melemparkan tatapan tajam pada tiga polisi yang berdiri tak jauh darinya. Terlihat wajah kesal dan juga sedikit kecewa saat tiga orang itu tak menemukan orang yang sedang dicarinya.     

"Apakah Jeffrey yang menyuruh kalian datang ke sini?" Sebuah pertanyaan dilontarkan Adi Prayoga pada ketiga orang itu yang terlihat sangat terkejut.     

"Siapa Jeffrey? Apa hubungannya dengan Anda?" tegas seorang dari mereka.     

Adi Prayoga tentunya dapat melihat kegelisahan di mata mereka. Tanpa mengakuinya pun ia sudah sangat yakin jika mereka adalah orang suruhan dari petinggi badan intelijen itu. Selain itu, Adi Prayoga sangat tahu siapa sosok Jeffrey itu. Tebakannya tak mungkin salah kali ini.     

"Katakan pada orang yang telah membayar kalian! Sekali lagi menyentuh orang-orangku, apalagi keluargaku .... Aku akan menghancurkan mereka semua dengan tanganku sendiri." Sebuah ancaman sengaja diucapkannya pada mereka bertiga, Adi Prayoga sengaja menggertak orang-orang itu agar tak terlibat dengan rencana jahat Jeffrey dan juga Natasya. Ia sangat yakin jika mereka bertiga tak tahu menahu dengan rencana busuk Jeffrey. Tentunya mereka hanya tergiur oleh uang yang ditawarkan oleh seseorang yang membayar mereka.     

Ketiga pria itu tentunya sangat bingung dengan ancaman yang dilontarkan Adi Prayoga. Mereka hanya diminta untuk melihat kondisi pasien yang terlibat dalam kecelakaan beruntun yang menewaskan dua orang itu. Ketiga polisi itu hanya menerima perintah dari atasannya tanpa mengetahui siapa saja yang terlihat dalam insiden itu.     

Begitu Adi Prayoga keluar dari ruangan itu, salah satu dari polisi itu langsung menghubungi seseorang dari ponselnya. Sepertinya itu adalah sebuah panggilan yang sangat penting dan tentunya dengan orang yang juga penting.     

"Lapor, Pak! Seluruh korban kecelakaan itu sudah meninggalkan rumah sakit tanpa jejak. Seorang korban yang harus kami laporkan juga telah menghilang," jelas seorang polisi itu pada seseorang via telepon.     

"Ada satu lagi, Pak. Ada seorang pria yang mengancam untuk tidak menggangunya dan ia menyebutkan nama Jeffrey," sahutnya lagi dalam wajah serius dan juga terlihat sangat tegang.     

"Baiklah, Pak! Kami akan kembali ke kantor sekarang juga," jawab polisi itu sebelum mengakhiri panggilan itu.     

Ketiga polisi itu langsung meninggalkan rumah sakit seperti sebuah perintah yang diberikan dari atasannya. Tanpa mereka sadari, Adi Prayoga sejak tadi mendengarkan pembicaraan mereka via telepon. Dia baru yakin jika ketiga orang petugas kepolisian itu sama sekali tak mengetahui seseorang yang sebenarnya ada di belakang mereka.     

Begitu Adi Prayoga mengurus segala administrasi di rumah sakit, ia langsung meninggalkan tempat itu menuju ke sebuah rumah sakit di mana Martin sudah di bawa oleh anak dan juga menantu kesayangannya. Kebetulan Brian baru saja mengirimkan sebuah pesan jika Martin mendapatkan perawatan di rumah sakit di mana Imelda pernah bekerja di sana.     

Setelah melakukan perjalanan panjang yang cukup melelahkan, Adi Prayoga sudah berada di depan gedung rumah sakit milik seorang wanita yang sangat dicintainya, Irene Mahendra. Sedangkan mantan istrinya juga memiliki beberapa saham rumah sakit itu juga. Walaupun tak banyak yang mengetahui hal itu, beberapa direksi rumah sakit pastinya mengetahui kepemilikan rumah sakit terbesar dan juga terbaik di kota itu.     

"Pak Adi Prayoga. Siapa yang sedang sakit, Pak?" sapa seorang pria dengan pakaian rapi saat melihat Adi Prayoga mendatangi rumah sakit itu. Pria itu salah satu anggota direksi yang mengetahui kepemilikan rumah sakit itu.     

"Apa kabar, Pak? Saya hanya akan melakukan pemeriksaan rutin saja," kilah Adi Prayoga dengan senyuman tipis di wajahnya. Dia tak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya pada pria itu.     

Setelah berbasa-basi sebentar, Adi Prayoga langsung menuju ke sebuah kamar yang sudah dipesan secara khusus oleh Imelda. Selama ini Imelda mendapatkan perlakuan khusus di rumah sakit itu. Namun Imelda tak pernah mengetahui jika pemilik rumah sakit tempatnya bekerja adalah ibunya sendiri. Wanita itu berpikir jika perlakuan khusus yang diberikan oleh pihak rumah sakit karena pengabdiannya selama ini.     

Begitu membuka pintu, Adi Prayoga melihat ketegangan di antara mereka bertiga. Terlebih Brian, ia sudah tidak sabar untuk mendengar penjelasan dari ayahnya itu.     

"Apa yang sebenarnya terjadi, Pa?" tanya Brian pada seorang pria yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu.     

Imelda dan juga Martin ikut memandang ke arah Adi Prayoga. Mereka berdua juga sudah tak sabar untuk mendengarkan yang sebenarnya terjadi di rumah sakit sebelumnya.     

"Ada seseorang yang sengaja memberi perintah pada ketiga polisi itu untuk memastikan kondisi Martin. Namun sepertinya, mereka sama sekali tidak mengetahui sosok di belakang atasannya itu," jelas Adi Prayoga. Pria itu lalu duduk di sebuah kursi yang berada tak jauh dari ranjang tempat Martin duduk sambil menyandarkan tubuhnya.     

"Apakah rumah sakit ini cukup aman untuk Martin, Pa?" Imelda mulai mencemaskan keselamatan sahabat dari kakaknya itu. Ia tak ingin hal buruk kembali menimpa Martin.     

Tak ingin membuka sebuah rahasia yang selama ini tertutup rapat, Adi Prayoga memikirkan sebuah jawaban yang tak menimbulkan kecurigaan pada Imelda. Tentunya wanita itu akan sangat terkejut jika mengetahui kebenaran atas kepemilikan sebuah rumah sakit tempatnya bekerja dulu.     

"Bukankah kamu sangat berjasa di rumah sakit ini, Imelda? Tentunya kamu memiliki akses khusus untuk mendapatkan pelayanan terbaik di sini," ujar Adi Prayoga dengan sedikit cemas dan sangat tidak tenang.     

"Apakah aku bisa mendapatkan hak seistimewa itu, Pa?" Imelda merasa sangat ragu dengan ucapan ayah mertuanya itu.     

"Tentu saja, Sayang. Tentunya kamu akan mendapatkan perlakuan khusus di rumah sakit ini." Adi Prayoga mengatakannya dengan sangat menyakinkan. Hal itu membuat Martin seolah sangat mengerti dengan segala perkataan dari bos-nya itu.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.