Bos Mafia Playboy

Membunuh Cucu Sendiri



Membunuh Cucu Sendiri

0Natasya melemparkan pandangan dalam senyuman tipis penuh dengan cemooh. Dia masih saja sangat membenci pria yang pernah menjadi suaminya itu. Telah cukup lama mereka saling mengenal, baik buruknya Adi Prayoga tentu saja cukup diketahuinya.     
0

"Apa kamu mulai jatuh cinta pada menantumu sendiri, Prayoga? Bukankah dia sangat mirip dengan Irene?" Sebuah sindiran yang terdengar lirih namun cukup untuk melukai harga diri seorang Adi Prayoga.     

Pria itu makin geram mendengar ucapan mantan istrinya. Dalam kemarahan yang semakin tak terkendali, Adi Prayoga mendekati Natasya dan mendorong tubuhnya hingga terhimpit tembok.     

"Kamu benar-benar sudah gila, Natasya!" Adi Prayoga benar-benar tak mampu menghadapi kegilaan Natasya yang semakin tak masuk akal baginya. Dia tak pernah menduga jika wanita itu bisa berubah sangat mengerikan.     

"Coba kamu pikir ... siapa yang sudah menjadikan aku seorang monster?" sahut seorang wanita yang tersenyum licik dengan sebuah lirikan mematikan pada mantan suaminya.     

Sebagai seseorang yang pernah hidup bersama Natasya, Adi Prayoga tak pernah membayangkan jika wanita yang dulu lembut dan juga penyayang bisa berubah bak seorang monster. Begitu mengerikan dan semakin tak terkendali, wanita bertindak sesuka hatinya tanpa memperdulikan perasaan orang-orang di dekatnya.     

"Dirimu sendirilah yang menjadikan dirimu kehilangan segalanya, termasuk kewarasanmu itu," sentak Adi Prayoga pada wanita yang memandangnya dengan senyuman kecut dan penuh kebencian.     

Natasya terkekeh mendengar jawaban mantan suaminya itu. Ia tak peduli sekalipun Adi Prayoga menyebutnya tidak waras. Segala kebencian dan juga kekecewaan di dalam hatinya telah meleburkan segala perasaan yang dulu pernah terukir di dasar hati.     

"Jangan sok suci kamu, Prayoga. Bukankah di antara kita, dirimu yang paling berdosa?" sahut seorang wanita yang mulai terprovokasi dengan perkataan sang bos mafia.     

"Seorang istri yang meninggalkan suaminya juga sangat berdosa," kilah Adi Prayoga pandangan yang lebih tajam dari sebelumnya.     

Tak langsung menjawab pertanyaan itu, Natasya justru duduk dengan cukup anggun di sebuah kursi yang berhadapan langsung dengan mantan suaminya. Ia sengaja menunjukkan jika dirinya sama sekali tak peduli dan juga tak menghiraukan ucapan seorang pria yang pernah dinikahinya.     

"Bagaimana aku tak memilih untuk meninggalkanmu, Prayoga? Gara-gara sebuah janji bodohku pada Irene, aku harus meninggalkan kekasihku untuk menikahimu. Irene membuatku menjadi istri dari seorang pria yang setiap malam selalu menyebutkan namanya. Siapa yang paling berdosa di sini, Prayoga?" Kali ini Natasya mulai terbawa dalam kesedihan dan juga perasaan hancurnya dari masa lalu. Ia tiba-tiba terdiam dalam tatapan pilu yang sangat menyakitkan.     

"Hentikan omong kosongmu, Natasya!" Adi Prayoga sudah tak tahan lagi mendengar serpihan kisah dari masa lalunya bersama Irene dan juga mantan istrinya.     

Wanita itu kembali terkekeh dalam rasa sakit yang dirasakannya. Bahkan tanpa sadar, Natasya sampai meneteskan air matanya saat mengingat betapa perihnya luka yang ditorehkan oleh dua sahabatnya itu.     

"Omong kosong kamu bilang? Itu belum ada apa-apanya ... yang paling membuatku hancur, ketika kamu bermalam di sebuah kamar hotel bersama Irene. Rasanya langit sudah runtuh bagiku, sudah tak ada harapan yang tersisa untuk hubungan kita," tukas Natasya sembari menahan dirinya agar tak kembali tenggelam dalam betapa sakit dan juga perihnya luka yang ditinggalkan oleh sahabatnya sendiri.     

Seketika itu juga, wajah Adi Prayoga langsung pucat. Ia tak pernah menyangka jika Natasya begitu menderita saat hidup bersamanya. Pria itu sudah mencoba untuk mencintai istrinya itu. Sayangnya, perasaannya terhadap Irene terlalu besar dan sangat dalam. Meskipun Adi Prayoga dan juga Irene sudah berjanji tak akan menjalin hubungan lagi, mereka justru mengingkarinya. Membuat sebuah jurang yang semakin menjauhkan hubungan persahabatan mereka.     

"Jadi ... inilah alasanmu meninggalkan diriku di hari kematian Irene?" tanya Adi Prayoga dalam suara lirih tanpa daya.     

"Bukan hanya meninggalkan dirimu saja, Prayoga! Aku sudah melupakan segala hubungan di antara kita, yang tertinggal hanya rasa kebencian yang begitu mendalam." Natasya kembali bangkit dari kursi itu lalu berjalan ke arah jendela kaca besar di kantornya itu.     

Seperti sebilah pisau baru saja menusuk tepat ke dalam jantungnya. Saat itu juga, Adi Prayoga langsung kehilangan kata-katanya. Ia tak mampu membayangkan sebuah perasaan yang harus ditanggung oleh mantan istrinya. Adi Prayoga menyesal ... bahkan sangat menyesali hal itu. Cintanya yang terlalu besar pada Irene telah membutakan mata dan juga hatinya. Ia tanpa sadar telah menghancurkan seorang wanita yang berstatus sebagai istrinya saat itu.     

"Bagiku ... kalian berdua sama-sama seorang pengkhianat. Bukan hanya aku saja yang kalian hancurkan, kalian juga telah menghancurkan Davin Mahendra hingga jatuh dalam titik terendah," terang Natasya tanpa memandang pria yang sudah berdiri dengan wajahnya yang semakin menyedihkan.     

"Jika bukan karena kebodohan Davin Mahendra, aku tak mungkin jatuh ke dalam lubang yang sama," tegas Adi Prayoga disertai senyum tatapan penuh arti pada wanita yang masih berdiri di dekat jendela kaca di kantor itu.     

Natasya membalikkan badannya, mempertajam tatapan matanya ke arah sosok pria yang sangat dibencinya saat itu. Kemudian, ia berjalan ke arah Adi Prayoga yang masih terus berdiri dalam tatapan terkunci ke arahnya. Entah ada angin apa, tiba-tiba saja ia tersenyum sinis pada seorang pria di hadapannya itu.     

"Tak perlu berkilah atau mencari pembenaran diri! Aku tak berniat untuk kembali padamu, Prayoga. Sampai mati pun, kamu tak akan pernah bisa mencintai wanita manapun selain Irene atau anaknya, Imelda," ketus Natasya dalam satu tarikan nafas saja.     

Adi Prayoga hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar ucapan mantan istrinya dalam wajah yang sangat kesal. Ia tak ingin lagi berdebat dengan wanita itu. Seolah semuanya tak akan pernah ada habisnya.     

"Jika kamu masih mengusik keluargaku, aku bisa melakukan hal yang lebih gila dari yang kamu lakukan!" ancam Adi Prayoga sebelum berniat untuk meninggalkan ruangan itu. Ia pun berjalan ke arah pintu agar segera keluar dari sebuah tempat yang bagaikan sebuah neraka untuknya.     

"Tunggu!" Natasya beranjak menyusul pria yang langsung menghentikan langkahnya begitu mendengar suaranya.     

Adi Prayoga membalikkan badannya lalu berhadapan langsung dengan Natasya. Ia sengaja berdiri tanpa mengatakan apapun lagi. Hanya menatap tajam wanita itu sembari menunggu apa yang akan dikatakan atau dilakukan oleh mantan istrinya.     

"Ingatlah satu hal, Prayoga! Sampai kapanpun aku tak akan pernah membiarkan seorang penerus dari Irene terlahir," tegas Natasya dalam aura dingin dan tanpa perasaan.     

"Itu berarti kamu akan membunuh cucumu sendiri," peringat seorang pria yang masih tertegun mendengar ucapan Natasya.     

"Aku tak peduli. Brian akan menemukan seorang wanita yang lebih baik dari Imelda. Aku benci setiap kali melihat wajah Imelda yang sangat mirip dengan seorang wanita yang hanya memperbudak aku saja," tukas Natasya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.