Bos Mafia Playboy

Lagi-Lagi Cemburu



Lagi-Lagi Cemburu

0Di dalam ruang perawatan Martin, dokter baru saja memeriksa kondisi jahitan di perut kanan dan juga kedua kakinya. Mereka meminta agar Martin melakukan rangkaian pemeriksaan untuk memastikan kondisinya. Akhirnya, Martin dan juga beberapa perawat membawa pasien untuk pemeriksaan lebih lanjut.     
0

Sedangkan seorang dokter yang tadi baru melakukan pemeriksaan, sengaja untuk tetap tinggal dan berbicara langsung dengan seorang dokter wanita yang pernah bekerja di rumah sakit itu.     

"Apa kabar, Dokter Imelda? Sudah cukup lama kita tidak berjumpa," sapa seorang dokter pria yang pernah menjadi rekannya selama bekerja di rumah sakit.     

"Kabar baik, Dokter Dennis. Maaf harus merepotkan Anda kali ini." Imelda terlihat sungkan mengatakan hal itu karena ia sempat meminta secara pribadi agar dokter itu memberikan perawatan terbaik untuk Martin.     

Seorang pria yang berdiri di dekat Imelda itu mengembangkan senyuman hangat pada sosok Imelda. Dennis sangat menghargai wanita yang dulu pernah bekerja dengannya.     

"Tak perlu sungkan, Dokter Imelda. Sebuah kebanggaan bagi saya untuk membantu Anda," sahut Dennis dengan ekspresi yang sedikit cukup hangat dan juga sangat akrab     

Imelda merasa lega karena Martin akan ditangani oleh seorang dokter bedah orthopedi yang terbaik d rumah sakit itu. Rasanya ia sudah tidak sabar untuk melihat Martin mendapatkan penanganan lalu bisa kembali berjalan seperti sebelumnya.     

"Bagaimana kabar istri Anda, Dokter Dennis?" tanya Imelda pada seorang pria yang memiliki profesi yang sama seperti dirinya dulu.     

"Istri saya jauh lebih baik setelah Anda mengoperasikannya waktu itu." Dennis tentunya sangat bangga dan juga senang bisa mengenalkan seorang Imelda Mahendra. Ditambah lagi, Imelda pernah berhasil mengoperasi istri Dennis hingga menjadi lebih baik.     

"Syukurlah. Dokter Dennis! Saya ingin memasrahkan Kakak saya Martin pada Anda. Semoga saja Anda bisa melakukan sesuatu pada kakinya dan bisa sembuh lebih cepat," ucap Imelda dalam wajah yang cukup tulus. Seandainya ia bisa mengoperasikannya sendiri, pasti akan ia akan melakukannya tanpa ragu.     

Dennis sangat menghargai ketulusan hati Imelda saat mengatakan hal itu. Ia tahu jika seseorang yang disebutnya 'Kakak' tadi bukanlah kakak kandungnya. "Tak masalah, Dokter Imelda. Saya akan melakukan hal yang terbaik untuk pasien. Terlebih pasien kali ini berhubungan langsung dengan Anda." Sebuah senyuman langsung terbit di wajah Dennis, ia akan melakukan berbagai upaya untuk memulihkan kondisi pasien.     

Setelah berbincang cukup lama, Dennis akhirnya pamit untuk melihat pemeriksaan yang dilakukan untuk Martin. Namun baru beberapa langkah saja, ia justru terpeleset karena tergelincir sebuah pulpen yang tergeletak di lantai. Pria itu mencoba untuk mengendalikan diri agar tidak terjatuh. Sayangnya, Dennis benar-benar tersungkur di lantai kamar itu.     

"Hati-hati, Dokter Dennis!" Imelda berteriak dalam wajah sangat panik. Ia takut jika Dennis sampai terluka. Wanita itu akhirnya membantu Dennis untuk berdiri karena pria itu seolah sedikit kesusahan untuk dirinya. Ia melakukan hal itu secara spontan tanpa memikirkan apapun lagi. Saat Imelda sedang memegang lengan Dennis, tiba-tiba saja ....     

"Apa yang sedang kamu lakukan, Sayang?" Tanpa disadari oleh kedua dokter itu, Brian dan juga Adi Prayoga bisa melihat saat Imelda membantu pria itu untuk bangkit lalu berdiri. Ada percikan api kecemburuan yang mulai membakar hatinya.     

Imelda langsung memandang ke arah suara, ia langsung membantu Dennis duduk dan berjalan ke arah suaminya. Tanpa rasa berdosa, Imelda menghampiri Brian dalam senyuman penuh arti.     

"Aku sedang membantu Dokter Dennis untuk berdiri, Brian. Apa yang bisa kulakukan?" lontar Imelda dalam tatapan aneh ke arah suaminya.     

"Apakah kamu harus memegang tubuh pria lain? Apa yang sebenarnya kalian lakukan di lantai?" Dalam amarah yang semakin membakar hatinya.     

Dennis mencoba bangkit dan menghampiri pasangan yang sedang berseteru itu. Ia merasa tak enak karena membuat Imelda harus berada di suasana yang sangat tidak nyaman.     

"Mohon maaf sebelumnya. Ini hanya kesalahpahaman saja, Dokter Imelda sebenarnya hanya menolongku. Semoga Anda tidak berpikir yang tidak-tidak tentang Dokter Imelda. Saya cukup mengenal Dokter Imelda, beliau bukan seseorang yang mudah untuk ditaklukkan seperti wanita-wanita di luar sana." Dennis mencoba untuk menjelaskan sedetail mungkin. Meskipun Imelda tak mengatakan apapun, ia bisa tahu jika pria yang memperlihatkan kecemburuan itu adalah suaminya.     

"Apa-apaan kamu, Brian? Bisa-bisanya kamu begitu cemburu seperti itu. Kamu terlalu berlebihan atas semuanya," tegas Adi Prayoga pada anak semata wayangnya. Ia tak ingin membuat Imelda menjadi sedih karena sikap suaminya itu.     

Imelda hanya bisa mengembangkan senyuman di wajahnya tanpa mengatakan apapun pada suaminya. Ia tak ingin menambahkan banyak kata pada ucapan Dennis dan juga ayah mertuanya itu. Wanita itu terus menatap Brian penuh arti tanpa mampu marah atau menyalahkan seorang pria yang sedang terbakar kecemburuan itu.     

"Maaf, Sayang. Aku sudah berpikir yang tidak-tidak tentang kalian berdua." Brian merasa sangat menyesal atas sikap kekanak-kanakan yang dilakukannya. "Saya mohon maaf, Dokter. Saya terlalu bodoh karena mengatakan hal ya tak seharusnya," sesal Brian pada seorang pria yang langsung tersenyum hangat begitu mendengar perkataannya.     

"Tak masalah. Saya hanya rekan kerja Dokter Imelda saja. Selain itu, saya juga penggemar beratnya. Anda tak perlu khawatir atau berpikir yang tidak-tidak, saya sudah beristri dan memiliki dua orang putri. Oleh karena itu, Anda tak perlu terlalu cemburu." Dennis pun langsung meninggalkan ruangan itu karena tak ingin memperkeruh suasana di antara mereka semua. Dia tak ingin terlibat dalam hubungan antara Imelda dan juga suaminya.     

Sejak tadi, Adi Prayoga terus memperhatikan Imelda. Ia tak menyangka jika menantu kesayangannya itu bisa bersikap sangat tenang tanpa ada emosi sedikit pun. Terlebih, wanita itu masih bisa tersenyum dengan wajah cantiknya.     

"Sayang .... Jika Brian memang bersalah, kamu tak seharusnya menahan diri seperti itu. Papa melihat seolah Brian sedang menindasmu," ucap Adi Prayoga pada seorang wanita yang sejak tadi mengulas senyuman hangat pada mereka berdua.     

"Tak masalah, Pa. Bukankah cemburu adalah tanda cinta?" sahut Imelda penuh keyakinan. Ia tak mau menyalahkan Brian atau marah terhadapnya. Dia hanya ingin mendinginkan suasana yang sempat memanas dan siap membakar seisi ruangan itu.     

Entah apa yang ada di kepala Imelda? Wanita itu tak biasanya begitu tenang dan juga bersikap sangat lembut terhadap Brian. Mungkinkah ada sesuatu yang sudah dikatakan oleh Martin hingga membuat Imelda seperti itu? Hanya mereka saja yang mengetahuinya.     

"Sayang." Adi Prayoga membelai kepala Imelda dengan penuh kasih sayang. "Jika ada hal yang menggangu pikiranmu, langsung saja beritahu Papa. Setiap waktu, Papa akan siap membantumu. Di manapun kamu berada, Papa akan selalu bersamamu," ujar ayah mertua dari Imelda itu.     

"Katakanlah, Pa! Apa yang sebenarnya sudah terjadi?" Imelda bisa merasakan jika ada sesuatu yang sedang terjadi.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.