Bos Mafia Playboy

Menjadi Budak Irene



Menjadi Budak Irene

0Adi Prayoga tak habis pikir jika wanita yang pernah menjadi istrinya itu bisa berpikir begitu buruk pada Irene. Padahal ia sangat tahu jika biaya kuliah Natasya berasal dari keluarga wanita yang sangat dicintainya itu. Namun yang baru saja dikatakan oleh Natasya terdengar sangat keterlaluan di telinganya. Seolah mantan istrinya itu sama sekali tak tahu terima kasih.     
0

"Dasar tak tahu terima kasih! Apakah kamu melupakan ... siapa yang sudah membiayai kamu kuliah kedokteran?" kesal Adi Prayoga dalam wajah sangat geram.     

"Bukankah selama Irene hidup, aku hanya dijadikan budaknya saja? Bisa-bisanya dia mengatakan itu adalah persahabatan," keluh wanita yang selama bertahun-tahun bersahabat dengan pemilik rumah sakit itu.     

"Bahkan Irene memintaku untuk menikahimu agar kamu tak dimiliki oleh wanita lain. Kemudian ia justru merebut kembali dirimu dengan cara yang menjijikkan," lanjut Natasya.     

Tak ingin semakin memperkeruh keadaan, Adi Prayoga langsung meninggalkan wanita yang seolah telah kehilangan akal sehatnya. Natasya sudah melupakan jika Irene sampai tak jadi kuliah ke luar negeri hanya untuk membiayai kuliah sahabatnya itu. Rasanya ia tak rela jika wanita yang dicintainya itu terus menerus dicaci maki tanpa henti. Sebelum hati dan kepalanya meledak, Adi Prayoga memilih meninggalkan seorang wanita yang semakin kalap akan kisah masa lalunya.     

Pria itu tak peduli jika Natasya akan mengamuk jika ia pergi begitu saja. Yang jelas ... Adi Prayoga sangat muak mendengar setiap kata yang diucapkan oleh seorang wanita yang pernah menjadi istrinya itu. Meskipun ia tak pernah mencintai Natasya, pria itu selalu berusaha untuk menyayanginya. Ia juga memperlakukan ibu dari Brian Prayoga itu dengan sangat baik.     

Dalam suasana hati yang cukup buruk, Adi Prayoga menuju ke sebuah kedai kopi yang berada di halaman depan rumah sakit. Setelah memesan beberapa minuman, ia duduk di sebuah kursi paling pojok. Ia masih saja terngiang-ngiang dengan ujaran kebencian Natasya terhadap seorang wanita yang sangat dicintainya itu. Adi Prayoga benar-benar tak rela saat mantan istrinya itu mencemooh Irene dengan sangat keterlaluan. Dia sangat tahu, apa yang telah dikorbankan oleh Irene untuk Natasya.     

Tak berapa lama, tiba-tiba saja Brian juga mendatangi kedai kopi itu. Ia sedikit terkejut saat mendapati ayahnya duduk sendiri dalam wajah yang diselimuti oleh kesedihan yang mendalam. Tanpa berpikir panjang, Brian langsung menghampiri pria tua yang terlihat sangat menyedihkan itu.     

"Kenapa Papa justru duduk sendirian di sini?" Sebuah pertanyaan dari Brian cukup mengejutkan bagi pria tua yang sedang duduk seorang diri.     

Adi Prayoga langsung menengadahkan kepalanya dan memandang wajah Brian. Sebuah tatapan penuh arti dilemparkannya pada anak semata wayangnya itu.     

"Brian! Mengapa kamu datang ke sini?" Bukannya memberikan jawaban, Adi Prayoga justru melemparkan sebuah pertanyaan balasan pada anaknya itu. Dia pikir itu adalah sebuah kursi yang aman dan tidak terlihat dari sudut manapun. Ternyata prediksinya kali ini sangat salah.     

"Aku yang bertanya lebih dulu, Pa," sahut Brian lalu ikut duduk bersama ayahnya.     

Meskipun sedikit dipaksakan, Adi Prayoga benar-benar tulus ingin tersenyum pada menantu dari keluarga Mahendra itu. Walau segala masih terasa seperti mimpi buruk baginya, ia tak ingin Brian juga ikut mengkhawatirkan rumitnya hubungan keluarga di antara mereka.     

"Baru saja aku bertemu dengan mamamu .... " Adi Prayoga sengaja menggantung perkataannya karena ia sangat ragu untuk mengatakan semua yang diucapkan oleh wanita itu.     

"Aku yakin jika Mama telah mengatakan hal yang sangat melukai hati Papa. Tak perlu menjelaskannya apapun juga, aku sudah mengetahuinya," sahut Brian tanpa mengalihkan pandangan dari ayahnya.     

Pria itu tak sanggup mengatakan semuanya pada anaknya sendiri. Adi Prayoga tiba-tiba saja merasa sangat lemah dan tak berdaya di hadapan anaknya sendiri.     

"Apakah kamu masih membenci Papa, Brian?" tanya Adi Prayoga penuh harap. Ia ingin agar anak semata wayangnya itu tak menanamkan kebencian di dalam hatinya, seperti yang dilakukan oleh Natasya terhadap Irene dan juga keturunannya.     

"Sebenarnya ada apa, Pa? Meskipun aku sangat marah saat mendengar hubungan gelap Papa dan juga Mama Irene, kupikir semua sudah berlalu. Selain itu, Imelda selalu menasehati ku agar tak membenci Papa," jelas Brian dalam sebuah pandangan mata berkaca-kaca karena sangat menyesali semua yang pernah dilakukannya.     

Sebagai seorang ayah yang merawat dan juga membesarkan Brian, Adi Prayoga cukup bangga pada anaknya. Setidaknya, anak laki-laki satu-satunya itu bisa memilih sikap yang bertanggung jawab. Apalagi setelah pernikahannya dengan Imelda, anaknya itu menjadi sosok yang berbeda dari sebelumnya. Brian benar-benar telah berubah lebih baik dari sebelumnya.     

Ingin rasanya Adi Prayoga segera memeluk anaknya itu, namun ia harus menahannya karena berada di tempat umum. Lagipula pasangan ayah dan anak itu tak pernah melakukan hubungan sedekat itu.     

"Mamamu bermaksud ingin memisahkan kamu dan juga Imelda. Ia sengaja melakukan hal itu karena dendam dari masa lalunya. Papa harap kamu bisa lebih berhati-hati mulai sekarang," ungkap Adi Prayoga dengan segenap keraguan yang terlukis jelas di wajahnya. Dia benar-benar mengkhawatirkan keselamatan Brian dan juga istrinya, Imelda Mahendra.     

"Aku sudah menduga hal itu, Pa," sahut Brian tak bersemangat. Dia masuk kepikiran dengan kepergian Davin Mahendra dari rumah itu. "Sebenarnya ada yang menggangu pikiranku, Pa," lanjutnya.     

Adi Prayoga bisa melihat kerisauan di wajah anaknya itu. Seolah Brian sedang menahan sebuah beban yang cukup berat baginya. Hal itu tentunya membuat sosok bos mafia itu menjadi mencemaskan anak semata wayangnya itu.     

"Apa yang kamu pikirkan? Apa ini tentang Davin Mahendra?" tanya ayah dari Brian Prayoga itu.     

"Aku masih tak mengerti dengan Papa Davin, mengapa ia harus menghilang begitu saja? Bahkan Papa Davin sengaja mengajukan cuti untuk beberapa hari ke depan. Ditambah lagi, Kak Vincent yang tak bisa mengendalikan dirinya." Brian langsung memegang kepalanya sendiri seolah ia merasakan sakit kepala hebat karena memikirkan ayah mertuanya dan juga kakak iparnya.     

"Apa! Cuti?" Adi Prayoga sedikit terkejut mendengar seorang Davin Mahendra mengajukan cuti. Ia selalu menempatkan pekerjaan di atas segalanya. Saat mendengar pria itu memilih untuk menyembunyikan dirinya tiba-tiba, membuat ia berpikir tidak-tidak tentang sahabat lamanya itu. Meskipun ada kebencian besar di hati Adi Prayoga, ia tetap saja sangat peduli dengan keadaan Davin Mahendra.     

Secepat kilat, Adi Prayoga menghabiskan minuman yang dipesannya tadi. Kemudian ia bangkit dari tempat duduknya dengan wajah cemas. "Aku harus menemui Davin Mahendra. Ia tak bisa terus-terusan bersembunyi dari kalian semua," ujarnya.     

"Apa Papa bisa menerobos penjagaan ketat di rumah dinas itu?" tanya Brian penasaran.     

"Itu adalah hal yang mudah. Aku akan menyeret Davin Mahendra dalam keadaan hidup ataupun mati," tukas Adi Prayoga.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.