Bos Mafia Playboy

Pergi Dari Sini!



Pergi Dari Sini!

0Natasya baru saja akan kembali ke rumahnya, tanpa sengaja ia melihat beberapa orang yang sangat dikenalnya. Ia pun berjalan ke arah mereka, sebuah senyuman hangat dan juga sangat lembut merekah dengan sempurna. Wanita itu benar-benar menawan hati setiap mata yang memandang.     
0

"Kebetulan sekali kalian berkumpul di sini!" Sebuah sapaan yang terdengar akrab dan begitu ramah terucap dari Natasya. Tanpa henti ia memperlihatkan senyuman di antara mereka semua.     

Sayangnya, keanggunan ibu mertuanya itu tak meluluhkan hati seorang Imelda Mahendra. Sesempurna apapun penampilan wanita itu, tak mungkin membuat ia tertipu. Ucapannya bersama seorang pria beberapa waktu lalu, masih terngiang di telinganya.     

"Sejak kapan Mama berada di rumah sakit ini? Apakah ada yang sakit?" Imelda hanya sekedar berbasa-basi kepada seorang wanita yang cukup cantik meskipun telah berumur. Ia tak ingin menunjukkan rasa tidak sukanya kepada seorang wanita yang telah melahirkan suaminya. Menantu dari keluarga Prayoga itu tak tahu jika rumah sakit itu milik ibunya dan juga ibu mertuanya.     

Jelas saja, Natasya cukup terkejut mendengar pertanyaan dari Imelda. Dia tahu jika Imelda tak tahu menahu tentang kepemilikan rumah sakit. Ternyata ia sudah cukup ceroboh telah menyapa mereka semua.     

"Mama sedang menjenguk seorang teman lama, Sayang." Natasya mencoba berkilah pada menantunya itu. Ia tak suka melihat sorot mata Imelda yang sangat mirip dengan ibunya. Rasanya ia segera ingin meninggalkan mereka semua. Namun, dirinya sudah terlanjur berada di sana.     

"Siapa yang sakit, Tante?" tanya Johnny Hartanto pada seorang wanita yang sering menemui ayahnya. Ia masih belum menyadari jika ucapannya barusan hanya untuk mengelabuhi Imelda saja.     

Dengan ekspresi bingung, Natasya memandang Johnny Hartanto dalam tatapan aneh. Ia berharap jika anak dari mantan pacarnya itu tak mengatakan apapun kepada menantunya. Pada akhirnya, ia pun memilih memaksakan sebuah senyuman palsu di hadapan mereka semua.     

"Aku baru saja menjenguk teman kuliahku. Maaf, tante buru-buru." Natasha mempercepat langkahnya untuk meninggalkan mereka. Ia tak ingin ada pertanyaan lain dari mereka. Hanya kabur adalah sebuah solusi yang dinilainya paling baik.     

Imelda tersenyum sinis pada kepergian ibu mertuanya. Dia bukanlah wanita bodoh yang akan mempercayai kebohongan begitu saja. Terlalu munafik jika dirinya menganggap hubungan menantu dan mertuanya itu baik-baik saja.     

"Dasar, Ular berbisa!" cetus Imelda tanpa sadar. Seakan telah melupakan keberadaan Johnny Hartanto, wanita itu baru saja mencibir ibu mertuanya sendiri. Hal itu cukup mengejutkan bagi kakak kandung dari Eliza itu.     

"Apakah Tante Natasya seburuk itu, Dokter Imelda? Eliza bahkan sangat dekat dengan mantan kekasih ayahku itu." Johnny Hartanto sangat penasaran dengan sebuah cibiran yang di rasanya sangat berlebihan terhadap wanita yang baru saja meninggalkan mereka itu.     

"Hanya Mama Natasya dan juga Tuhan yang tahu," jawab Imelda lirih dan hampir saja tak terdengar oleh mereka semua.     

Keempat pria itu langsung memandang satu sama lain. Mencoba untuk mengartikan ucapan wanita yang mendadak kesal setelah kehadiran ibu mertuanya. Rasanya penasaran melingkupi mereka semua, berharap ada seseorang yang menterjemahkan kata-kata Imelda yang terasa sangat sulit untuk dimengerti.     

"Ada banyak hal yang sengaja di sembunyikan Natasya pada kita semua." Martin mencoba untuk memberikan sedikit bocoran yang sudah diketahuinya. Sedikit banyak ia mengetahui beberapa hal menyangkut mantan istri dari bos-nya itu.     

"Apa maksudmu, Martin?" Kakak laki-lakinya dari Eliza itu semakin penasaran pada sosok wanita yang pernah beberapa kali mengunjungi rumahnya.     

Tanpa memberikan jawaban apapun, Martin hanya menghela nafasnya pelan. Membuat mereka semua semakin penasaran pada mantan istri dari sang bos mafia.     

"Pasien sudah sadar dan akan segera dipindahkan ke ruang rawat inap." Seorang perawat mendatangi mereka untuk memberitahukan kabar terbaru dari Eliza.     

"Terima kasih, Suster." Sebuah ucapan tulus terucap dari Johnny Hartanto pada seorang wanita muda yang baru saja memberikan kabar gembira untuk mereka semua.     

Di antara mereka semua, bukan Johnny Hartanto yang terlihat bersemangat untuk menemui Eliza. Melainkan sosok pria yang sedang duduk di kursi roda.     

"Tolong antar aku menemui Eliza, Kevin!" pinta Martin dalam wajah yang mulai gelisah dan tentunya juga sudah tidak sabar. Rasanya ia ingin segera menemui wanita yang beberapa waktu lalu berhasil menggetarkan hatinya.     

Bukannya langsung mengantarkan Martin ke ruang wanita itu, Kevin justru mengerutkan keningnya sembari memandangi Vincent dan juga Imelda. Rasanya terlalu sulit mempercayai sikap Martin kepada Eliza. Benar-benar sosok pria yang sangat berbeda.     

"Aku tak yakin jika kamu adalah Martin yang bekerja di keluarga Prayoga. Jujur saja, aku takut salah mengenali seseorang," ledek Kevin dengan senyuman tertahan di bibirnya. Ia masih tak percaya jika pria di depannya itu adalah orang kepercayaan dari Adi Prayoga.     

"Aku juga berpikir seperti itu, Kevin. Sahabat dekatku tak pernah berlebihan dalam memikirkan atau memperlakukan seorang wanita." Sindiran kali ini berasal dari Vincent. Bukan apa-apa, sahabat dekatnya itu seolah menjadi sosok yang berbeda dari yang dikenalnya.     

Istri dari Brian Prayoga itu hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar percakapan mereka. Seolah kedua pria itu tak mengerti betapa cemas dan juga gelisah hati Martin saat mengetahui kondisi Eliza.     

"Biar aku saja yang mendorongmu, Martin. Mereka belum pernah merasakan jatuh ke dalam cinta yang dalam," sahut Imelda. Kemudian ia langsung mendorong sebuah kursi roda yang dipakai oleh Martin. Tak peduli dengan perbicangan antara dua pria itu.     

"Pak Johnny Hartanto! Sebaiknya kita langsung melihat keadaan Eliza. Tak perlu mendengarkan perbincangan tak masuk akal dari mereka berdua." Imelda sengaja mengatakan hal itu agar pria itu tidak terprovokasi dengan ucapan mereka berdua.     

Mereka pun meninggalkan Kevin dan juga Vincent untuk menemui Eliza yang baru saja dipindahkan di ruang rawat inap. Melewati lorong panjang yang terlihat sangat bersih dan juga rapi. Sampailah mereka di sebuah ruangan dengan papan nama bertuliskan 'Eliza Hartanto'.     

Johnny Hartanto sengaja masuk duluan sebelum yang lainnya juga ikut masuk. Terlihat Eliza terbaring dengan sebuah selang infus terpasang di tangannya. Wanita itu sudah membuka matanya dalam wajah yang cukup pucat.     

"Bagaimana keadaanmu, Eliza?" Johnny Hartanto langsung menghampiri adik perempuannya dan memberikan sebuah belaian penuh kasih sayang.     

"Kenapa kamu menyelamatkan aku, Kak? Lebih baik aku mati!" Eliza berteriak histeris karena telah gagal mengakhiri hidupnya.     

Melihat pemandangan itu, hati Martin teriris sangat tipis. Ia yakin jika Eliza tak mengetahui kehadirannya dalam kamar itu. Pria itu memberikan isyarat pada Imelda agar membantunya mendorong untuk lebih dekat dengan ranjang pasien.     

"Maafkan aku, Eliza. Aku sama sekali tak berniat untuk mengingkari janjiku," lontar Martin dalam suara bergetar dengan air mata tertahan di pelupuk matanya.     

"Pergi dari sini!" Bukannya senang atas kehadiran Martin, Eliza justru mengusir pria yang sudah menghancurkan hatinya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.