Bos Mafia Playboy

Hubungan Eliza Dan Martin



Hubungan Eliza Dan Martin

0Vincent dan juga Imelda masih berdiri di depan rumah sakit. Mereka berdua masuk setelah mobil Brian benar-benar menghilang dari pandangannya. Baru beberapa langkah saja memasuki lobby rumah sakit, seorang pria menghampiri mereka berdua.     
0

"Aku hampir menjadi batu menunggu kedatangan kalian di sini," keluh Kevin yang terlihat kesal karena menunggu kedatangan mereka.     

"Salah sendiri! Kenapa tidak langsung masuk ke dalam?" sahut Vincent dengan nada sinis pada seorang dokter yang menjadi pemilik sebuah klinik.     

Kevin menggaruk-garuk kepalanya, mendadak rambutnya menjadi gerah karena perasaan kesal di dalam dirinya. "Bagaimana aku bisa menemukan Martin? Tak ada satu pasien pun bernama Martin di rumah sakit ini," kesalnya sembari berjalan di samping Vincent yang mengikuti Imelda.     

Berjalan lebih dahulu dari mereka, Imelda hanya bisa menahan tawa mendengarkan keluhan Kevin yang sejak tadi diucapkannya. Ia lupa memberitahukan sahabat dari suaminya itu mengenai ruangan yang dipakai oleh Martin.     

"Kami sengaja merahasiakan keberadaan Martin dari siapapun," sahut Imelda tanpa menghentikan langkahnya. Ia bahkan sama sekali tak memandang lawan bicaranya.     

Memasuki sebuah lift yang berada di dalam gedung rumah sakit, mereka pun telah sampai di mana Martin di rawat. Lagi-lagi kedua pria itu hanya bisa mengikuti Imelda tanpa bisa melakukan protes apapun.     

Akhirnya sampailah mereka di depan kamar perawatan Martin. Dengan cukup pelan, Imelda mendorong pintu dan terlihat Martin dan juga Marco berada di sana.     

"Bagaimana keadaan kakimu, Martin?" Pertanyaan itulah yang pertamakali dilontarkan Imelda pada seorang pria yang masih berbaring di atas ranjang.     

"Kakiku masih belum bisa bergerak," jawab Martin sambil memandang sepasang kakinya yang tertutup selimut. Ia pun tersenyum tipis melihat kedua pria yang datang bersama Imelda. "Kenapa kalian repot-repot ke sini?" tanyanya pada Kevin dan juga Vincent.     

Sebuah senyuman kecil terbit di sudut bibir Vincent. Ia merasa sedih melihat keadaan Martin yang tak cukup baik. Bahkan ia mendengar jika kaki dari sahabatnya itu masih belum bisa digerakkan sedikit pun. Meskipun Vincent sangat mengkhawatirkan keadaan Martin, ia tak ingin menunjukkan hal itu padanya.     

"Jangan besar kepala kamu, Martin! Aku hanya diminta oleh Brian untuk menjaga Imelda saja. Kecelakaan yang menimpamu ini sudah menyebar dan membuat kekacauan dalam bisnis Prayoga." Vincent berdalih jika dirinya hanya ingin menemani Imelda saja. Padahal jauh di dalam hatinya, ia sangat sedih melihat sahabatnya terluka. Apalagi gara-gara melindungi adik kesayangannya.     

"Apakah Brian pergi untuk mengurus semua kekacauan itu, Imelda?" Martin semakin tak berdaya mendengar kekacauan sedang terjadi. Ia berpikir jika tak seharusnya dirinya terluka hingga kesulitan berjalan.     

Imelda mendekati ranjang tempat Martin berbaring. Ia bisa melihat jika pria yang masih tak bisa berjalan itu sedang dilanda kecemasan yang cukup besar. Namun Imelda juga tak ingin menambahkan beban pikiran pada seorang pria yang sudah menyelamatkan dirinya itu.     

"Tak perlu khawatir, Martin. Bukan masalah besar, sebentar lagi akan kembali." Imelda mencoba untuk menenangkan hati Martin yang mulai mengkhawatirkan suaminya. Meskipun ia sendiri juga sangat khawatir, bahkan sangat takut jika hal buruk sampai menimpa suaminya.     

Walaupun Imelda sudah berusaha untuk menenangkan hatinya, Martin tak bisa benar-benar tenang membiarkan Brian berangkat sendirian tanpa dirinya.     

"Marco! Setelah kembali dari markas, kamu beli ponsel dan juga laptop terbaru seperti punyaku kemarin. Kalau bisa nanti malam kamu sudah membawanya ke sini," pinta Martin pada sosok pria muda yang tak lain adalah adik laki-lakinya.     

"Baik, Kak! Setelah selesai sarapan, aku akan berangkat dan mungkin akan kembali nanti malam," sahut Marco cukup menyakinkan. Selama Martin berada di rumah sakit, ia selalu bermalam bersama kakaknya itu. Bahkan tak sekalipun ia pulang ke apartemennya.     

Tak berapa lama, Marco menitipkan kakaknya pada ketiga orang yang berada di ruangan itu. Ia segera ke markas sebelum terlambat.     

Sejak sampai di ruangan itu, Kevin masih sangat penasaran dengan insiden yang membuat kondisi Martin cukup memprihatinkan. Ia pun tak mungkin bisa menahan dirinya itu. "Bagaimana kamu bisa sampai seperti ini, Martin? Tidak biasanya kamu melakukan hal sebodoh ini," ucap Kevin pada pria yang sudah setengah duduk di atas ranjang.     

"Kejadiannya sangat cepat. Kupikir hanya ini satu-satunya cara agar Brian dan juga Imelda bisa selamat," jelas Martin pada mereka semua.     

"Bagaimana jika kamu mati saat insiden ini?" sahut Vincent ketus. Meskipun Martin telah menyelamatkan adik dan juga adik iparnya, ia masih saja kesal karena pria itu sudah membahayakan dirinya sendiri.     

Martin justru terkekeh mendengar pertanyaan Vincent. Ia merasa jika sahabatnya itu terlalu mempedulikan dirinya. Bahkan kekesalan dari sahabatnya itu sudah menunjukkan betapa berharganya dia bagi Vincent.     

"Sepertinya kamu tak rela jika aku mati, Vincent?" ledek Martin sembari tersenyum melirik seorang pria yang berdiri di dekat Kevin.     

Tak bisa dipungkiri jika apa yang dirasakan oleh Vincent juga akan dirasakannya kalau kondisinya terbalik. Tentunya ia akan sangat mengkhawatirkan anak laki-laki dari Davin Mahendra itu. Bahkan Martin bisa melakukan hal-hal melebihi yang sahabatnya itu lakukan.     

"Dalam kondisi seperti ini, kamu masih saja sangat percaya diri, Martin. Jangan berpikir yang berlebihan tentang diriku!" balas Vincent tanpa ekspresi apapun yang berarti. Dia berusaha untuk menahan perasaan itu. Tak ingin jika orang-orang di sekitarnya melihat kesedihannya.     

"Sudahlah, Kak! Tak perlu berdebat lagi, aku bisa melihat jika Kak Vincent langsung mencabut selang infus saat mengetahui Martin di rawat. Bahkan Kak Vincent yang terburu-buru ke rumah sakit ini," terang Imelda yang membuat kakaknya itu menjadi sangat malu karena tak bisa menahan kecemasannya.     

Mereka tiba-tiba terdiam tanpa suara, Imelda langsung memeriksa sendiri luka di perut sebelah kanan Martin. Rasanya ia tak puas jika tak melihat sendiri.     

"Jahitan lukanya sudah semakin membaik, sebentar lagi pasti akan pulih. Setelah ini aku akan berbicara pada Dokter Dennis mengenai kondisi kakimu. Pihak rumah sakit sudah menyiapkan dokter terbaik untuk merawat kamu selama di sini." Imelda hanya ingin memastikan jika kondisi Martin akan pulih dengan cepat. Ia meminta pihak rumah sakit memberikan perawatan terbaik untuk mereka.     

"Tak perlu khawatir, Imelda. Aku akan sembuh dengan sangat cepat. Tak perlu melakukan hal-hal yang berlebihan." Martin sebenarnya tak enak hati pada Imelda. Wanita itu sudah melakukan banyak hal untuk dirinya.     

Kevin yang tadinya duduk, tiba-tiba saja kembali berdiri di sebelah ranjang. "Ada hal penting yang ingin aku tanyakan padamu, Martin .... " Ia sengaja memberikan jeda dalam ucapannya. Dengan sedikit ragu, Kevin menatap pria yang baru saja duduk di atas ranjang.     

"Apa sebenarnya hubunganmu dengan Eliza?" Seketika itu juga, semua orang langsung menatap tajam ke arah Kevin.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.