Bos Mafia Playboy

Gara-Gara Brian Prayoga



Gara-Gara Brian Prayoga

0Johnny Hartanto baru saja menemui seorang klien di sebuah restoran yang tak jauh dari kantornya. Baru saja keluar dari restoran, terdengar dering ponsel miliknya. Ia terkejut saat mendapati nomor Imelda di layar ponselnya. Tanpa menunggu lama, panggilan itu diterimanya.     
0

"Ada yang bisa saya bantu Dokter Imelda?" sapa sang pengacara sembari meletakkan ponsel di telinganya.     

"Kamu, Martin! Aku belum bertemu dengannya hari ini. Pagi-pagi sekali Eliza sudah meninggalkan rumah," jelas Johnny Hartanto pada seseorang yang berbicara di dalam telepon.     

"Tentu saja tidak, Martin. Aku baru saja selesai menemui seorang klien." Johnny Hartanto kembali menjelaskan keberadaannya saat itu. "Aku akan membantumu untuk mencari Eliza. Akan kukabari jika sudah menemukan adikku itu." Panggilan itu pun berakhir dan pria itu kembali memasukkan langsung menghubungi beberapa orang yang kemungkinan besar mengetahui keberadaan Eliza.     

Setelah tak mendapatkan informasi keberadaan adiknya, ia pun menghubungi relasinya yang mungkin saja bisa melacak keberadaan Eliza dari ponselnya.     

"Bisakah kamu membantuku melacak ponsel milik Eliza? Adikku tiba-tiba menghilang, padahal nomor ponselnya masih aktif." Johnny Hartanto mencoba menghubungi seseorang yang bisa membantunya. "Langsung saja kirimkan lokasinya padaku secepatnya," ucap pria itu dalam nada suara yang terdengar cukup tegas.     

Sebelum menemukan keberadaan adiknya, Johnny Hartanto mencoba menghubungi kantor Eliza. Tak ada satupun yang mengetahui keberadaan wanita itu. Ia pun memutuskan untuk kembali ke kantor sembari menunggu hasil pencarian yang dilakukan oleh relasinya tadi.     

Baru saja turun dari mobilnya, Johnny Hartanto mendapati sebuah pesan masuk dari ponsel miliknya. Sebuah titik lokasi baru saja masuk melalui sebuah pesan.     

"Untuk apa Eliza berada di sana?" Johnny Hartanto berkata-kata pada dirinya sendiri. Ia masih tak percaya jika Eliza berada di sebuah apartemen kosong yang sudah lama tak dipakai. Awalnya, apartemen itu dipakai saat Eliza masih kuliah. Begitu masa pendidikannya telah selesai, wanita itu kembali tinggal di rumah keluarganya. Bukan tanpa alasan, Rizal Hartanto ingin anaknya itu benar-benar fokus dengan profesi yang dijalaninya sebagai seorang jaksa muda.     

Tanpa membuang waktu, pria itu menuju ke sebuah apartemen yang berada di pusat kota. Johnny Hartanto masih saja tak mengerti dengan alasan Eliza berada di apartemen kosong itu. Namun jauh di dalam lubuk hatinya, ia merasakan firasat buruk mengenai adiknya itu.     

Tak berapa lama, sampailah Johnny Hartanto di depan gedung tinggi yang terlihat cukup mewah itu. Ia langsung berjalan menuju unit apartemen milik keluarganya. Dengan sangat mudah ia masuk ke dalam apartemen itu. Tentunya, ia mengetahui kode sandi pintunya.     

Begitu masuk ke dalam, tak ada yang aneh di sana. Sang pengacara itu memutuskan untuk berkeliling mencari adik satu-satunya. Tak ada Eliza di setiap sudut yang sudah dicarinya. Hanya ada satu ruangan yang masih belum dimasukinya, kakak dari Eliza itu sama sekali belum memeriksa kamar untuk.     

Tiba-tiba saja, perasaan sangat tidak aneh dengan kamar itu. Ia pun mempercepat langkahnya dan langsung mendorong pintu kamarnya.     

"Eliza!" Hanya sebuah teriakan yang bisa diucapkan saat melihat Eliza terbaring pucat di atas ranjang. Salah satu pergelangan tangannya terluka cukup dalam dengan tetesan darah yang terus mengalir. Tanpa membuang waktu, Johnny Hartanto mengambil kain untuk menekan luka adiknya. Ia berlari keluar sambil membopong Eliza menuju ke tempat di mana mobilnya terparkir. Dia sama sekali tak terpikirkan untuk memanggil mobil ambulans. Kebetulan sekali, posisi apartemen cukup dekat dengan rumah sakit milik Irene Mahendra.     

Johnny Hartanto tak peduli saat orang-orang sedang memperhatikan dirinya. Ia hanya ingin segera membawa Eliza secepatnya ke rumah sakit. Tak peduli dengan berapa pasang mata yang memandangnya.     

Begitu masuk ke dalam mobil, pria itu menancap gas dengan kecepatan penuh. Menerobos ramainya jalanan saat itu. Sampai di rumah sakit, Johnny Hartanto membawa Eliza langsung ke IGD agar segera mendapatkan pertolongan pertama.     

Beberapa orang dokter langsung menanganinya dengan cepat dan juga sebaik mungkin. Mereka adalah tim terbaik dari rumah sakit yang terkenal karena prestasinya yang cukup membanggakan.     

Johnny Hartanto masih berdiri tak jauh dari tempat Eliza terbaring. Ia bisa melihat jika adiknya itu sedang mendapatkan pertolongan pertama. Tanpa sadar, ia menarik rambutnya sendiri. Rasanya terlalu menyakitkan melihat kondisi wanita yang berada di sana.     

"Mungkinkah ini gara-gara Brian Prayoga lagi?" gumamnya pelan dalam pandangan mata yang mulai berkaca-kaca karena tak sanggup melihat kondisi adik perempuannya.     

"Apa Anda keluarganya?" tanya seorang perawat pada Johnny Hartanto.     

Pria itu sangat terkejut mendengar pertanyaan seorang perawat yang tiba-tiba sudah berada di sana. Johnny Hartanto sengaja menghela nafasnya sebelum menjawab pertanyaan perawat itu.     

"Saya kakaknya, Sus. Bagaimana keadaan adik saya?" Johnny Hartanto tak sabar untuk mengetahui kondisi dari saudara perempuannya itu.     

"Mari ikut saya. Dokter ingin berbicara dengan wali pasien." Perawat itu berjalan lebih dulu ke sebuah ruangan yang berada tak jauh dari tempat Eliza berada. "Silahkan masuk, dokter sudah menunggu di dalam." Perawat itu lalu pergi setelah mengantarkan wali pasien menemui dokter yang telah menangani adik perempuan satu-satunya.     

Johnny Hartanto terlihat sangat ragu untuk masuk ke dalam ruangan itu. Jantungnya berdetak kencang dengan keringat dingin yang mengucur dari keningnya. Sekuat hati ia memaksakan diri untuk tenang lalu menemui dokter itu.     

"Bagaimana keadaan adik saya, Dok?" Pertanyaan itulah yang pertama kalinya diucapkan Johnny Hartanto pada seorang dokter yang duduk dalam tatapan dingin di wajahnya.     

"Untung saja Anda membawanya tepat waktu, sehingga ia tak sampai kehilangan banyak darah dari pergelangan tangannya. Kami juga sudah memberikan beberapa jahitan pada luka itu," jelas dokter itu cukup melegakan. "Hanya saja ... " lanjutnya.     

Johnny Hartanto semakin yakin jika ada yang tidak beres dengan adiknya itu. "Katakan, Dokter! Apa yang sebenarnya terjadi dengan adik saya?" tanyanya dengan tidak sabar.     

Dokter itu bisa melihat jika wali pasien sangat mengkhawatirkan keadaan adiknya. Dengan sangat hati-hati, dokter itu akhirnya menjelaskan kondisi yang dialami oleh pasien yang baru saja ditangani.     

"Selain melukai pergelangan tangannya, pasien juga meminum obat tidur dengan jumlah yang melebihi batas. Mengkonsumsi obat tidur berlebihan dapat menghentikan aliran darah dari jantung ke otak. Jantung yang berhenti berfungsi bisa menyebabkan kematian. Untung saja Anda datang tepat waktu." Dokter itu mencoba menjelaskan kondisi pasien yang masih belum sadar.     

"Kami harus segera melakukan tindakan medis untuk mengurangi efek obat tidur itu. Oleh karena itu, kami meminta persetujuan dari wali pasien," lanjut dokter itu dengan wajah yang ikut cemas.     

"Lakukan apa saja agar adik saya bisa selamat, Dok," ucap Johnny Hartanto dengan nada memohon dan juga sangat menyedihkan. Dia takut jika Eliza tak bisa diselamatkan.     

Selesai berbicara dengan dokter, Johnny Hartanto membiarkan Eliza mendapatkan tindakan medis apapun asal bisa diselamatkan. Ia pun keluar dari ruangan itu menuju ke ruang tunggu. Pria itu duduk tanpa daya lalu mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.