Bos Mafia Playboy

Hal Yang Mengejutkan



Hal Yang Mengejutkan

0"Dokter Imelda! Apa yang sebenarnya terjadi dengan Martin?" Dengan wajah panik, Eliza membantu Imelda dan juga Johnny Hartanto mengangkat pria itu ke ranjang yang tadi dipakainya.     
0

"Tenanglah dulu! Biar dokter yang menangani Martin yang menjelaskan padamu," balas Imelda dalam wajah yang sangat panik.     

Eliza semakin cemas dan mulai kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Ia menari Imelda dan melemparkan tatapan tajam pada wanita itu.     

"Bukankah kamu juga seorang dokter?" seru Eliza dalam kekesalan yang sudah berada di pucuk kepalanya. Dia merasa jika Imelda sengaja tak ingin memeriksa Martin. Padahal seharusnya ia bisa melakukan hal itu. Toh seorang Imelda Mahendra adalah dokter yang cukup terkenal karena kehebatannya dalam menangani pasien.     

"Diamlah, Eliza!" bentak Johnny Hartanto pada adiknya. Ia tak tahan melihat Eliza yang terus menyudutkan seorang wanita yang akan menjadi calon pemilik rumah sakit itu. "Dokter Imelda tahu mana yang baik dan mana yang terbaik," tegas pria itu dalam wajah geram.     

Tak berapa lama, seorang dokter dan beberapa perawat ke ruangan itu. Tanpa membuang waktu, sang dokter langsung memeriksa kondisi Martin yang sudah berbaring di atas ranjang dengan wajah sangat pucat.     

"Apa yang terjadi, Dokter Dennis?" tanya Imelda pada seorang pria yang menangani Martin sejak datang ke rumah sakit itu.     

"Aku sudah mengatakan padanya agar tak memaksakan diri untuk berjalan. Kondisinya semakin memburuk dan tahap pemulihan bisa berlangsung lebih lama dari sebelumnya," jelas Dennis, seorang dokter bedah orthopedi yang menangani Martin.     

Mendadak Imelda menjadi kesal karena kecerobohan Martin. Tak seharusnya ia memaksakan diri untuk berjalan. Jika sudah seperti itu, segalanya terasa menjadi sia-sia.     

"Carikan dokter terbaik yang bisa mempercepat kesembuhan Martin. Aku tak peduli dengan biayanya," ucap Imelda pada seorang pria yang sudah cukup lama di kenalnya. Ia yakin jika Dennis bisa membantunya menemukan seorang dokter yang hebat.     

"Aku akan menghubungimu secepatnya, Dokter Imelda." Dennis pun langsung keluar dari ruangan itu setelah melakukan beberapa pemeriksaan pada Martin. Untungnya, selain kondisi kakinya yang cukup parah tak ada hal lainnya yang serius.     

Tak berapa lama datanglah Kevin dan juga Vincent ke ruangan itu. Begitu pintu terbuka, ia melihat jika kondisi Martin tidak baik-baik saja. Mereka berdua mempercepat langkahnya untuk mendekati pria yang sedang berbaring di atas ranjang itu.     

"Apa yang terjadi dengan Martin, Imelda?" tanya Vincent dalam kecemasan yang cukup besar. Ia berpikir jika kondisi sahabatnya itu tiba-tiba memburuk. Hal itu membuatnya semakin mengkhawatirkan Martin.     

"Martin memaksakan untuk berjalan hingga kondisi kakinya semakin memburuk." Imelda sengaja tak menceritakan secara detail karena Eliza terlihat sangat bersalah atas kecelakaan kecil itu. "Lebih baik pindahkan Martin ke kamarnya sekarang," usulnya pada kedua pria yang tadi datang bersamanya.     

Mendengar Martin akan dipindahkan ke kamarnya, wanita itu langsung saja mendekati Imelda. "Tidak bisakah Martin tinggal di kamar ini saja?" Sebuah permintaan dilontarkan Eliza pada wanita di hadapannya.     

"Kamar ini sangat berbahaya bagi Martin. Dia tak bisa tinggal di sini. Jika kamu mau, kamu bisa tinggal di ruang perawatan Martin di lantai atas. Pengamanan di sana jauh lebih ketat." Imelda mencoba memberikan pengertian pada Eliza. Dia tak ingin membuat kesalahpahaman pada wanita yang berhubungan dekat dengan orang kepercayaan keluarga Prayoga.     

"Apa keselamatan Martin benar-benar sangat terancam dan juga berbahaya?" tanya Eliza dalam wajah yang seolah tak mengerti sama sekali.     

Tanpa sadar, Imelda menghela nafasnya. Ia tak mengerti mengapa seorang jaksa muda yang cukup terkenal bisa begitu polos dan tak mengerti dengan kehidupan bawah tanah.     

"Lebih berbahaya dari yang kamu bayangkan pastinya," sahut Imelda.     

Mereka pun langsung membawa Martin kembali ke kamarnya. Sedangkan Eliza memutuskan untuk ikut tinggal di ruang perawatan kekasihnya. Anggap saja begitu, entah jadian tau tidak.     

Begitu dibaringkan di ranjang, Eliza langsung duduk di sebelah ranjang sembari menggenggam jemari tangan Martin. Ia sangat sedih melihat kondisi pria yang dicintainya itu. Eliza bahkan telah melupakan rasa sakit yang dirasakannya sendiri.     

"Istirahatlah, Eliza. Sementara berbaringlah di sofa. Sebentar lagi ranjang yang sama akan diantarkan ke sini." Imelda tentunya tak ingin jika Eliza ikut memburuk karena kurang istirahat. Dengan sedikit paksaan dan juga ancaman, ia berhasil membuat wanita itu beristirahat sejenak.     

"Aku keluar sebentar. Tolong jaga dua pasien itu, Dokter Kevin!" Imelda langsung keluar dan berjalan melihat sekeliling rumah sakit. Ia merasa sangat rindu untuk kembali bekerja di rumah sakit itu. Rasanya berada di rumah sakit itu mengobati rasa rindu terhadap ibunya, Irene Mahendra.     

Setelah berkeliling sebentar, tanpa sengaja Imelda melihat sosok yang sangat dikenalinya. Ia pun mengejar pria itu hingga memasuki ke sebuah ruangan di dalam rumah sakit itu.     

Ia terkejut saat pria tadi masuk ke dalam ruangan yang berisi beberapa dewan direksi rumah sakit. Menghilangkan segala keraguan di dalam dirinya, Imelda menerobos masuk tanpa mengetuk pintunya.     

"Papa!" panggil Imelda pada ayahnya.     

"Imelda! Mengapa kamu ada di sini?" tanya Davin Mahendra pada sosok wanita yang tak lain adalah anaknya sendiri.     

Imelda melihat beberapa orang di dalam ruangan itu. Mereka adalah beberapa petinggi rumah sakit tempatnya berdiri itu. Ia pun semakin mencurigai pertemuan rahasia di antara mereka.     

"Ada apa ini, Pa? Aku merasa ada yang aneh di sini." Imelda tak mungkin bisa langsung mempercayai mereka semua.     

"Kami hanya mengadakan pertemuan biasa saja." Ada semburat keraguan di wajah Davin Mahendra. Ia tak bisa menutupi keraguan di dalam hatinya itu. Rasanya sudah tertangkap basah dan tak mungkin untuk mengelak lagi.     

Seorang dewan direksi bangkit dari tempat duduknya lalu berdiri di sebelah Davin Mahendra. Ia menatap pria itu dengan penuh arti.     

"Sepertinya sudah saatnya Dokter Imelda mengetahui semuanya, Pak Davin," ucap pria itu penuh keraguan.     

"Apa maksudnya ini?" Imelda semakin tak mengerti dengan pembicaraan mereka semua. Dia merasa sangat bodoh berada di antara beberapa petinggi rumah sakit.     

Davin Mahendra menyentuh pundak Imelda dalam tatapan tajam penuh arti. "Sebenarnya ... rumah sakit ini milik mamamu dan juga Natasya. Namun Natasya sedang berusaha untuk menguasai semuanya." Davin Mahendra menghentikan ucapannya. Ia yakin jika Imelda pasti sudah mengerti ucapannya itu. Pria itu tak perlu menjelaskannya lebih detail lagi.     

"Apa! Papa menyembunyikan hal sepenting itu dariku?" Imelda menjadi semakin geram dengan kebenaran yang seharusnya diketahuinya sejak lama.     

"Papa tak pernah bermaksud seperti itu. Hanya saja ... Natasya berusaha untuk mengambil semuanya. Jelas-jelas Irene yang banyak berkorban dalam pengembangan dan kemajuan rumah sakit ini. Dan sekarang ... Natasya berusaha mati-matian untuk mendapatkan hak kepemilikan rumah sakit secara mutlak. Ia tak segan-segan melakukan perbuatan curang dan juga berbahaya," jelas Davin Mahendra.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.