Bos Mafia Playboy

Meragukan Martin



Meragukan Martin

0Imelda sudah menduga jika hal itu bakalan terjadi. Alasan itu juga yang membuat ia sempat ragu untuk mengatakan hal itu pada kakaknya. Ia tak ingin menambahkan perasaan benci yang sudah bersarang di hati Vincent Mahendra.     
0

"Lepaskan perasaan benci di dalam hatimu, Kak," bujuk Imelda pada seorang pria yang masih duduk di sebelahnya.     

Pria itu bangkit dan berdiri, melemparkan pandangannya ke sekeliling tempat itu. Tiba-tiba saja, pria itu tersenyum penuh arti. Seolah ada sedikit cahaya yang baru saja menerobos masuk di sudut hatinya.     

"Bukankah di sana itu adalah helipad?" Vincent menunjukkan ke sebuah sisi di mana sebuah helikopter bisa mendarat di atap rumah sakit itu. "Apakah helikopter benar-benar pernah mendarat di rumah sakit ini?" tanya Vincent seperti seorang anak kecil yang begitu ingin tahu akan sesuatu yang baru.     

Sebuah senyuman mengembangkan begitu indah di wajah Imelda. Wanita itu bangkit dari kursinya lalu beranjak ke dekat Vincent. Ia masih heran dengan pertanyaan yang diajukan oleh kakaknya itu.     

"Bukankah Kak Vincent juga pernah menaiki helikopter? Jangan menunjukkan wajah seolah tak pernah melihatnya. Orang bisa salah paham mendengar pertanyaanmu, Kak," protes Imelda pada kakak laki-lakinya.     

"Dasar ... tak bisa bercanda sedikit pun!" keluh Vincent pada adiknya sendiri. Tentunya ia sangat familiar akan helikopter. Vincent pernah bergabung dengan pasukan khusus di daerah konflik di perbatasan. Bahkan menaiki helikopter adalah aktivitas kesehariannya selama menjadi pasukan khusus.     

Tanpa menghilangkan senyuman di wajahnya, Imelda langsung menarik tangan Vincent menuju ke arah pintu lift yang berada di atap.     

"Ayo kita kembali masuk ke dalam. Tak peduli dengan semua yang telah terjadi, kita harus melihat keadaan Martin dan juga Eliza. Aku kasihan pada mereka berdua .... " Imelda sengaja tak melanjutkan ucapannya. Ia takut salah dengan perkataannya.     

"Asal kamu bahagia, Kakak rela melakukan apapun." Tanpa keraguan sedikit pun, Vincent menggenggam tangan Imelda dan mengajaknya masuk ke melewati pintu lift yang sudah terbuka.     

Pasangan adik kakak itu terlihat sangat dekat dan juga saling menyayangi. Orang yang tak mengenal mereka, pasti berpikir jika mereka adalah pasangan kekasih. Sikap Vincent terhadap Imelda sangat lembut dan juga penuh kasih sayang     

Dalam sekejap saja, mereka berdua sudah berada di dalam kamar perawatan di mana Eliza dan dua pria itu langsung melemparkan tatapan tajam pada kedatangannya.     

"Dari mana kalian berdua?" tanya Martin yang sedang duduk dengan bersandar di ranjang. Ia menyadari jika ada hal yang aneh dari mereka berdua. Pria itu merasa jika hal buruk baru saja terjadi.     

"Kami baru saja melepaskan kerinduan sambil duduk santai di atap rumah sakit," jawab Vincent tanpa memberikan penjelasan apapun pada sahabatnya itu.     

Martin tersenyum kecut pada jawaban dari seorang pria yang berdiri di sebelah Imelda itu. Tentunya ia tak puas pada jawaban yang dilontarkan oleh Vincent. Ia yakin jika pasangan adik kakak itu sedang merahasiakan hal yang cukup penting.     

"Aku bisa merasakan jika kalian berdua sedang merahasiakan sesuatu dariku." Martin melontarkan perkataan itu bukan untuk ikut campur dalam urusan keluarga mereka. Melainkan ia harus memastikan jika kedua orang itu akan selamat.     

Vincent tentunya tak mungkin merahasiakan hal pada sahabatnya itu. Walau bagaimanapun, Martin sudah melakukan banyak untuk keluarganya.     

"Ada sebuah kabar yang cukup mengejutkan bagi kami berdua. Dan hal ini, membuat aku dan Imelda sangat cukup syok dan tak percaya." Vincent memotong pembicaraannya sendiri lalu memandang seluruh isi ruangan itu tanpa terkecuali.     

"Rahasia apa yang kamu maksudkan?" Martin menanyakan sesuatu yang cukup membuatnya sangat khawatir.     

"Ternyata rumah sakit ini milik Mama Irene dan juga Mama Natasya," sahut Imelda pada pria yang sedang duduk di atas ranjang.     

Eliza yang mendengar hal itu sedikit terkejut. Selama ini yang diketahuinya, Natasya mendekati ayahnya untuk membantunya mengurus surat kepemilikan atas sebuah rumah sakit. Ia tak menyangka jika itu adalah sebuah sengketa kepemilikan yang rumit.     

"Sepertinya itu sudah lama. Aku mendengar sendiri saat Tante Natasya mendatangi Papa dan membicarakan tentang kepemilikan sebuah rumah sakit. Tapi aku tak menyangka jika itu adalah rumah sakit ini," terang Eliza dalam wajah yang terlihat ragu dan juga bingung. Ia takut jika sampai salah mengatakan mengenai hal itu. "Bahkan Martin juga tahu jika rumah sakit ini milik Irene Mahendra dan juga Tante Natasya," lanjutnya lagi.     

Mendadak wajah Martin sedikit pucat dan juga tak enak hati. Sebenarnya, pria itu juga baru-baru saja mengetahui hal itu. Itupun karena keributan yang terjadi saat Eliza sedang dirawat di rumah sakit itu juga.     

"Kamu mengetahui kebenaran itu dan malah bermaksud untuk merahasiakannya dari kami, Martin!" protes Vincent pada sahabatnya sendiri.     

"Aku juga baru saja mengetahui, saat Eliza dirawat di rumah sakit ini juga." Sudah kepalang basah, Martin merasa tak mungkin mengelak apalagi melarikan diri. Situasi dan juga kondisinya sama sekali tak menguntungkan untuknya.     

Imelda bisa mengingat beberapa waktu lalu saat dirinya dan juga Brian datang ke rumah sakit itu untuk bertemu dengan Eliza.     

"Siapa yang memberitahukan hal itu padamu, Martin?" Imelda tentunya sangat penasaran atas hal itu. Jika Adi Prayoga sampai memberitahukan hal itu kepada Martin, ia pasti akan sangat marah.     

"Johnny Hartanto. Dia yang mengatakan hal itu padaku. Awalnya aku juga tak percaya akan hal itu. Lama-lama aku tak terlalu memikirkannya hingga lupa memberitahukan hal itu pada kalian." Martin mencoba untuk menjelaskan semua yang diketahuinya.     

Setidaknya, penjelasan dari Martin mengurangi sedikit kekesalan mereka akan pria itu. Namun, mereka masih curiga jika Martin masih merahasiakan yang lebih banyak lagi dari hal itu.     

"Apa kamu juga merahasiakan hal lain lagi pada kami, Martin?" Kali ini pertanyaan itu datangnya dari Vincent. Pria itu tentunya tak salah jika mencurigai seseorang yang baru saja mengatakan sebuah kebenaran yang sudah beberapa waktu dirahasiakannya.     

"Astaga! Apa yang bisa aku sembunyikan dari kalian? Apa kamu sedang meragukan kesetiaanku padamu, Vincent?" Martin mulai kesal dengan ketidakpercayaan dari sahabatnya itu. Padahal selama ini, ia sudah mengorbankan banyak hal untuk kedua keluarga itu.     

Mendengar ketegangan antara dua sahabat, Imelda ingin menengahi mereka. Ia menepuk pundak kakaknya dan memandangnya penuh arti.     

"Jangan pernah meragukan Martin, Kak. Terlalu banyak hal yang sudah dilakukannya untuk keluarga kita," bujuk Imelda dalam wajah cemas karena ketidakpercayaan Vincent atas orang kepercayaan dari Adi Prayoga.     

"Benar ucapan Dokter Imelda. Aku mendengar sendiri saat itu, Martin juga sangat terkejut saat kakakku mengatakan kepemilikan rumah sakit ini." Eliza mencoba memberikan sebuah pengertian pada mereka semua agar tak semakin salah paham.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.