Bos Mafia Playboy

Tampang Sopir



Tampang Sopir

0Imelda sangat panik saat melihat Brian tak merespon suaminya. Ia pun mematikan panggilan video itu lalu keluar dari kamar untuk mencari kakaknya. Beberapa kali mengetuk pintu kamar Vincent namun tak kunjung dibukakan.     
0

"Buka pintunya, Kak!" teriak Imelda di depan pintu kamar kakaknya. Ia terlihat sangat panik dan juga tidak sabar untuk menemui pria yang selama ini meninggalkan rumah kediaman Mahendra. Wanita itu kembali mengetuk pintunya, tetap saja tak ada jawaban di sana. "Buka sekarang atau aku akan mendobrak pintunya, Kak!" Sebuah teriakan keras kembali disuarakan Imelda pada kakaknya. Bahkan wanita itu seolah sedang mengancam Vincent Mahendra.     

"Kamu seperti sedang kesetanan, Imelda." Tiba-tiba saja, Vincent datang dari arah belakang adiknya itu. Ia merasa sangat risih pada teriakan Imelda yang terdengar sampai teras samping rumah itu.     

Perasaan terkejut dan juga berdebar dirasakan Imelda saat kakaknya itu tiba-tiba sudah berada di belakangnya. Ia tak menyangka jika Vincent tak berada di sebuah kamar yang ternyata kosong.     

"Kukira Kak Vincent di dalam," sahut Imelda setelah membalikkan badannya dan berhadapan langsung dengan kakak laki-lakinya.     

"Apa ada yang sedang terjadi?" Vincent bisa melihat dan juga merasakan kepanikan yang terlukis sangat jelas dalam wajah adiknya. Ia menjadi ikut khawatir dengan keadaan wanita hamil di depannya.     

Dengan sedikit gemetar, Imelda mendekatkan diri ke arah Vincent. Ia menatap wajah pria itu dengan penuh harap. Rasanya sudah sangat tak sabar ingin segera menemui suaminya.     

"Seseorang telah memasukan obat perangsang ke dalam minuman Brian, Kak. Sepertinya kondisinya juga tidak begitu baik. Aku harus segera ke sana, Kak," ungkap Imelda dalam kesedihan yang tak mungkin disembunyikan lagi. Kegelisahan semakin merasuk ke dalam sudut hatinya yang paling dalam. Hingga wanita itu sama sekali tak bisa duduk ataupun berdiri dengan tenang.     

"Apa suamimu sebodoh itu hingga masuk ke dalam jebakan murahan seperti itu?" Vincent justru merasa kesal karena adik iparnya itu tak berhati-hati dalam tingkah dan tindakannya.     

Wanita itu langsung memelototi wajah Vincent tanpa berkedip. Ia menjadi sangat kesal pada pria yang sangat disayanginya itu. Bukannya menenangkan dirinya, pria itu justru membuat Imelda sangat geram.     

"Ini bukan saatnya untuk menghakimi suamiku! Tidak bisakah Kak Vincent mengantar aku ke sana?" tanya Imelda dalam wajah penuh amarah.     

"Suruh saja Kevin yang memastikan kondisi suamimu yang ceroboh itu," sahut Vincent dalam ekspresi dingin dan sama sekali tak merasa cemas pada adik iparnya. Ia justru sangat mencemaskan Imelda yang terlalu berlebihan dalam mengkhawatirkan suaminya itu.     

Tanpa membuang waktu lagi, Imelda langsung menghubungi Kevin. Sayangnya Kevin sedang berada di ruang operasi untuk melakukan tindakan medis pada seorang anak buah Adi Prayoga yang mengalami luka yang cukup parah. Sang pemilik klinik itu lalu menyarankan agar Imelda membawa Laura untuk bersamanya.     

"Dokter Kevin memintaku untuk mengirimkan Dokter Laura untuk memastikan kondisi Brian," ujar Imelda setelah melakukan perbincangan via telepon dengan Kevin.     

"Apa-apaan Kevin itu! Aku tak mengijinkan kekasihku pergi," tolak Vincent dengan sangat tegas dan juga menyakinkan.     

Hanya senyuman kecil penuh arti yang mampu diperlihatkan Imelda pada pria di depannya. Ia sama sekali tak marah pada penolakan Vincent. Bahkan wanita itu sangat mengerti akan kekhawatiran sangat kakak pada kekasihnya. Terlihat cukup jelas jika pria itu sangat peduli pada seorang dokter anestesi yang juga bekerja di klinik milik Kevin.     

"Jika Dokter Laura tak bisa pergi ... biar aku saja yang menyusul Brian. Walau bagaimanapun, Brian adalah suamiku. Aku sendiri yang harus memastikan keselamatannya." Tanpa memandang Vincent lagi, Imelda membalikkan badannya lalu berjalan ke kamar. Dia sama sekali tak ingin untuk merepotkan siapapun.     

Imelda masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil beberapa barang yang akan dibawanya. Ia tak peduli dengan bahaya apapun yang bisa menghadangnya. Yang ada di otaknya, hanya sosok Brian Prayoga saja.     

Dalam beberapa menit, wanita itu keluar dari kamar dengan membawa sebuah tas yang ada digenggaman. Imelda melihat kamar Vincent yang masih tertutup rapat. Ada sedikit perasaan kecewa yang mengusik hatinya. Namun ia sama sekali tak menyalahkan kakak laki-laki kesayangannya itu.     

"Tolong antarkan aku menemui suamiku," pinta Imelda pada seorang bodyguard yang bekerja pada keluarga Mahendra.     

"Tuan Vincent sudah menunggu Anda di mobil," jawab sang bodyguard cukup sopan.     

"Apa!" Imelda masih saja tak percaya dengan ucapan bodyguard itu. Ia tak menyangka jika Vincent bersedia untuk membawanya menemui Brian.     

Dalam langkah yang bersemangat karena mendengar hal itu, Imelda langsung menuju ke sebuah mobil yang sudah bersiap di depan rumah itu. Wanita itu langsung duduk di sebelah kursi kemudi, ia tersenyum pada seorang sopir tampan yang terus memandangnya penuh arti.     

"Siapa yang menyuruhmu duduk di sana?" Vincent bertanya dalam tatapan dingin namun penuh kasih sayang.     

"Lalu ... di mana aku harus duduk, Kak?" Imelda tentunya sangat bingung pada pertanyaan pria yang duduk di sampingnya itu. Ia mencoba tersenyum semanis mungkin untuk meluluhkan hati dari kakaknya itu.     

Tanpa merubah ekspresinya secara signifikan, Vincent tersenyum kecut pada adiknya sendiri. Sebenarnya ia tak ingin menyusul pria bodoh yang menjadi adik iparnya itu. Sayangnya, Vincent tak tega membiarkan adik perempuan kesayangannya harus melakukan perjalanan jauh seorang diri.     

"Kursi itu untuk Laura. Duduklah di belakang seperti seorang tuan putri dari keluarga Mahendra," sahut Vincent pada seorang wanita yang langsung mengembangkan sebuah senyuman hangat setelah mendengar penuturan kakaknya.     

Tanpa membuang waktu, Imelda langsung pindah ke kursi belakang. Ia duduk tenang di sana sembari senyum-senyum sendiri memandangi sang kakak.     

"Sepertinya hubungan Kakak dan Dokter Laura berjalan sangat baik, sampai mengajaknya ikut ke luar kota bersama kita," sindir wanita yang sejak tadi terus tersenyum pada Vincent.     

"Jika bukan karena dirimu, aku tak akan melakukan hal ini. Aku mengajak Laura karena mengkhawatirkan keadaanmu saja, Imelda. Rasanya tak rela jika hal buruk sampai menimpamu dalam perjalanan panjang dan tentunya cukup memakan waktu ini," terang Vincent Mahendra pada sosok wanita cantik yang tak lain adalah adiknya sendiri.     

Imelda cukup terharu pada kepedulian Vincent terhadapnya. Sebagai seorang saudara laki-laki, ia tak pernah membiarkan Imelda berada dalam bahaya apapun.     

Tanpa terasa, mereka sudah sampai di klinik milik Kevin. Terlihat Laura sudah berada di depan klinik untuk menantikan mereka berdua.     

"Masuklah, Dokter Laura!" panggil Imelda pada seorang wanita yang akan menjadi calon kakak iparnya.     

Laura langsung masuk dan duduk di sebelah Imelda. Wanita itu sama sekali tak memperhatikan tatapan gelap di wajah Vincent.     

"Apakah tampangku seperti seorang sopir?" ucap Vincent dalam nada sinis dan juga cukup kesal.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.