Bos Mafia Playboy

Tahanlah Dulu, Brian!



Tahanlah Dulu, Brian!

0Vincent yang baru saja masuk ke dalam hotel mewah itu mendengar sangat jelas teriakan adiknya. Ia pun berjalan ke arah keributan yang terjadi di depan meja resepsionis itu. Sangat jelas dari pandangannya, Imelda sudah terbakar oleh amarah di dalam dirinya.     
0

Tanpa membuang waktu lagi, pria itu menghampiri mereka semua. Menarik Imelda dari hadapan wanita yang bekerja di bagian resepsionis itu. Ia tak ingin adik kesayangannya itu mempermalukan dirinya sendiri di hadapan setiap mata yang sejak tadi terus memperhatikannya.     

"Sebelumnya saya mohon maaf jika adik saya ini tidak sopan." Vincent sengaja menunjukkan rasa penyesalan pada wanita yang mulai ketakutan sejak Imelda berteriak di hadapannya.     

"Tolong berikan nomor kamar Brian Prayoga, pria itu benar-benar suami dari adik saya ini. Yang paling penting, kondisi Brian Prayoga sedang tidak baik-baik saja di dalam kamarnya." Vincent mengeluarkan id card miliknya yang memperlihatkan jika dirinya bekerja sebagai agen intelijen.     

"Saya bisa memberikan id card ini sebagai jaminannya," lanjutnya lagi dengan penuh wibawa. Setiap wanita yang berhadapan langsung dengan Vincent Mahendra pasti dibuat tak berdaya oleh pesonanya.     

Wanita itu langsung saja mempercayai ucapan pria yang berbicara sangat sopan kepadanya. Ia pun mengambil kunci kamar Brian dan memberikannya pada Vincent.     

"Ini kunci kamar Tuan Brian Prayoga, mohon maaf atas kelancangan saya." Wanita itu mengatakannya sangat tulus tanpa mengalihkan tatapannya pada sosok pria tampan yang sangat memikat itu.     

"Terima kasih," ucap Vincent sebelum meninggalkan wanita yang masih saja memandangi dirinya dengan penuh perasaan aneh.     

Mereka bertiga langsung berjalan ke sebuah kamar dengan di antarkan seorang bell boy di hotel itu. Setelah berjalan beberapa saat, mereka sampai di sebuah kamar yang berada di paling ujung. Tanpa membuang waktu lagi, Vincent membuka pintu kamar adik iparnya itu.     

Imelda langsung berlari ke dalam sebuah kamar dengan pemandangan danau buatan yang berada di samping hotel itu. Terlihat Brian masih terbaring di atas ranjang hanya dengan selembar handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya. Dengan gerakan cepat, ia memberikan selimut pada tubuh suaminya lalu mulai memeriksa kondisi Brian.     

"Brian! Brian! Apa kamu bisa membuka matamu?" Imelda berusaha untuk membangunkan suaminya, ia cemas karena pria itu mengalami demam yang cukup tinggi.     

"Bisakah kalian memesankan minuman hangat untuk Brian?" Imelda meminta pasangan kekasih itu untuk mencarikan minuman hangat.     

Langsung saja Vincent menarik tangan Laura dan mengajaknya keluar dari kamar hotel milik adik iparnya.     

"Lebih baik kita meninggalkan mereka berdua sebentar, setelah itu kita bisa kembali melihat kondisi mereka. Sepertinya Brian hanya demam biasa." Vincent sengaja meninggalkan pasangan suami istri itu untuk melepaskan kerinduan dan juga perasaan cemas yang sudah memuncak di kepala. Selain itu, ia juga sedang mencari kesempatan untuk berduaan dengan kekasih barunya itu. Untung saja, Laura sama sekali tak menolak atau mencurigai dirinya.     

Di kamar hotel, Imelda masih mencoba untuk membangunkan suaminya. Ia hanya ingin memastikan jika keadaan Brian benar-benar baik. Beberapa kali, Imelda memanggil suaminya itu. Hingga tak berapa lama ....     

"Sayang!" Brian terlihat sangat terkejut dengan kehadiran Imelda di kamar hotel itu. Ia berpikir jika dirinya sedang berada dalam mimpi saja. "Ini pasti hanya mimpi," gumamnya sembari terus memandangi Imelda yang dipikirkannya hanya sebuah bayangan semata.     

Imelda tersenyum mendengar gumaman pelan dari suaminya. Tanpa memikirkan apapun lagi, ia langsung mendaratkan sebuah ciuman hangat yang cukup bergairah pada suaminya. Wanita itu mulai menerobos masuk dan memainkan lidahnya di dalam mulut Brian. Rasanya begitu membahagiakan saat bisa merasakan betapa manisnya bibir sang suami.     

Sedangkan Brian, ia masih belum sadar jika kehadiran Imelda adalah nyata. Meskipun ia membalas ciuman istrinya itu, Brian tak yakin dengan hal itu. Kepalanya masih terasa pusing dan terasa melayang-layang. Namun saat tangan lembut Imelda mulai menyentuh sebuah titik sensitif miliknya, Brian langsung membelalakkan mata dalam wajah sangat terkejut.     

"Apakah ini beneran kamu, Sayang?" tanya Brian bersamaan dengan kedua tangannya yang menyentuh seluruh wajah wanita yang dicintainya itu dengan kedua tangannya. Rasanya sangat bahagia dan juga lega bisa melihat Imelda di sana.     

"Tentu saja ini aku, Brian," sahut Imelda dalam senyuman yang merekah sempurna memandang suaminya.     

Dalam wajah yang masih terlihat pucat, Brian mendekatkan wajahnya lalu menyesap bibir Imelda. Ia merasakan betapa manisnya bibir lembut sang istri. Sekuat hati dan juga tenaganya, Brian mencoba untuk menautkan lidahnya dengan sempurna. Seperti pasangan yang saling merindu dalam ribuan tahun lamanya. Di saat ia merasa semakin tak berdaya, Brian melepaskan pelukannya lalu memeluk Imelda.     

"Kupikir aku akan mati sendirian di sini, Sayang," ucapnya lirih pada seorang wanita di dalam dekapannya. Brian merasa aman dan tenang bersama istrinya.     

"Hentikan omong kosongmu, Brian! Jika kamu sampai mati, aku akan mengejarmu. Entah itu di neraka ataupun di surga, aku harus menemukan dirimu." Imelda mengatakan hal itu dengan sungguh-sungguh. Seolah ia benar-benar bisa mengejar Brian ke surga ataupun neraka yang Imelda sendiri tak mengetahuinya.     

Wanita itu mengambil sebotol air mineral yang sengaja dibawanya tadi lalu memberikannya kepada Brian beserta beberapa obat yang harus diminum. Imelda tak ingin jika suaminya sampai sakit apalagi terluka.     

"Minumlah obatmu dulu! Setidaknya demam ini harus turun," bujuk Imelda pada sang suami.     

"Obat tak akan menyembuhkan aku, Sayang. Aku hanya butuh ini," goda Brian dengan tangan yang menyentuh sebuah titik di mana ia bisa merasakan nikmatnya surga dunia. Tadinya ia sudah tak bergairah lagi sejak berendam dalam air dingin. Namun setiap sentuhan yang diberikan Imelda terhadap dirinya, telah berhasil membangkitkan gairah dan juga hasrat di dalam dirinya.     

Imelda bisa melihat jika suaminya itu terlihat memohon kepada dirinya. Namun ia cukup ragu untuk melakukannya karena Brian tidak terlihat baik-baik saja.     

"Tahanlah dulu, Brian! Wajahmu masih sangat pucat." Wanita itu tentunya tak ingin menolak sang suami. Namun dari pandangannya, Brian masih terlihat tak berdaya dan tidak baik-baik saja.     

Secepat kilat, Brian menarik tangan Imelda dan mengarahkannya dari balik handuk yang melilit di tubuh bawahnya. Ia sengaja melakukan hal itu agar Imelda mengetahui jika dirinya masih sangat bergairah.     

"Apa kamu bisa merasakannya, Sayang? Rasanya tubuhku akan meledak berkeping-keping." Brian sedikit berlebihan kali ini, ia hanya berusaha untuk menyakinkan sosok wanita yang terlihat sangat ragu.     

Tanpa memberikan jawaban apapun, Imelda menarik selimut yang tadi dipakainya untuk menutupi tubuh Brian. Kemudian ia melemparkan selembar handuk yang dipakai oleh suaminya itu. Menikmati sebuah pemandangan menggoda yang membangkitkan gairah di dalam dirinya.     

Satu persatu ia melepaskan kancing dress yang masih melekat di tubuhnya. Ia duduk di atas Brian sembari terus menatapnya.     

"Brengsek!" Sebuah umpatan tiba-tiba saja mengakhiri momen mendebarkan di antara pasangan itu.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.