Bos Mafia Playboy

Bantu Untuk Melepaskannya!



Bantu Untuk Melepaskannya!

0Vincent dan juga Laura sudah cukup lama mengobrol sekaligus memesan minuman hangat untuk Brian dan juga Imelda. Tak ingin minuman itu menjadi dingin, ia pun mengajak kekasihnya untuk kembali ke sebuah kamar hotel di mana Brian dan juga Imelda berada.     
0

Tanpa berpikir panjang, Vincent pun membuka pintu kamar itu menggunakan kunci kamar yang tadi telah diberikan oleh seorang wanita di meja resepsionis. Tak kecurigaan apapun atau pikiran yang bermacam-macam di dalam benaknya. Namun begitu pintu terbuka, ia langsung melontarkan umpatan pada pasangan itu.     

"Brengsek!" umpat Vincent saat melihat Imelda dan juga Brian salih tindih di atas ranjang.     

"Tidak bisakah kalian menahannya sebentar saja? Paling tidak setelah aku dan Laura pergi," protes Vincent. "Tetaplah di sana, Laura!" Pria itu meminta kekasihnya untuk tak masuk ke dalam kamar.     

Imelda dan Brian tentunya sangat malu pada pria yang sedang berdiri dengan tatapan mematikan ke arah dirinya. Secara bersamaan, mereka menarik selembar selimut untuk menutupi tubuhnya yang tak berpenutup apapun.     

"Maaf, Kak! Kami hanya terbawa suasana dan saling melepas rindu saja." Imelda mencoba memberikan pengertian pada kakak laki-lakinya. Ia tak ingin menambahkan kekesalan pada Vincent.     

"Dasar! Kalian benar-benar pasangan serasi yang tak bisa menahan hasrat sedikit saja," sindir Vincent tanpa mengalihkan pandangan dari pasangan suami istri itu. Tanpa rasa malu sedikit pun, ia justru mendekati ranjang lalu memegang kening adik iparnya itu.     

Sebuah seringai yang sarat akan kekesalan tersirat di wajah Vincent. Air mukanya berubah buruk setelah menyaksikan pemandangan tak senonoh antara adik perempuannya dan juga Brian Prayoga. Ada amarah kecil yang mulai berkobar di dasar hatinya.     

"Lebih baik aku dan Laura langsung kembali saja. Tak ada gunanya kami berada di sini. Sepertinya Brian juga terlihat sangat baik-baik saja." Vincent membalikkan badan lalu melambaikan tangan kanannya pada pasangan itu. Ia pun langsung keluar untuk menemui kekasihnya.     

"Apa ada yang salah, Vincent?" Laura terlihat panik saat kekasihnya itu kembali dalam wajah geram.     

Tanpa langsung menjawab, pria itu justru menggenggam tangan Laura dan mengajaknya ke restoran yang berada di dekat lobby hotel. Setelah duduk dengan tenang, Vincent pun memandang wanita di sebelahnya itu dengan penuh perasaan.     

"Tak seharusnya kita berada di sini. Pasangan mesum itu justru sudah saling menindih untuk memuaskan hasrat yang tertahan," kesal Vincent saat membayangkan pose menggoda yang dilakukan oleh Imelda dan juga suaminya. Ia merasa muak setiap mengingat hal itu.     

"Apa!" Seketika itu juga, Laura menutup mulutnya menggunakan kedua jemari tangannya. Ia tak menyangka jika Brian dan juga Imelda tak mampu menahannya meskipun cuma sebentar saja. Paling tidak setelah mereka sudah meninggalkan hotel.     

Tanpa disadari oleh wanita itu, wajahnya mulai memerah seolah sedang kepanasan. Padahal suhu ruangan di restoran itu cukup sejuk dan sangat nyaman.     

Kebetulan sekali, Vincent memandang kekasihnya itu. Ia melihat wajah merona yang ditunjukkan oleh Laura yang membuat getaran hebat di dalam dirinya. Pria itu sama sekali tak mengerti dengan dirinya, sebuah perasaan yang dirasakannya sama sekali tak pernah terjadi sebelumnya.     

"Haruskah kita juga bermalam di sini? Malam semakin larut, lebih baik kita kembali esok pagi," tawar Vincent pada wanita di sebelahnya.     

Setelah makan malam selesai, pasangan kekasih itu langsung memesan kamar untuk istirahat malam itu.     

"Mbak! Kami memesan dua kamar untuk malam ini saja." Vincent pun berdiri dengan Laura berada di sebelahnya. Ia tak ingin mencari kesempatan dalam kesempitan. Oleh karena itu, ia sengaja memesan dua buah kamar untuk mereka.     

"Mohon maaf, Tuan. Kami hanya memiliki satu kamar kosong saja. Apakah Anda berkenan untuk mengambil satu kamar yang tersisa?" jawab seorang wanita yang memakai seragam khas hotel itu.     

Sontak saja, Vincent langsung menatap penuh arti wanita di sampingnya itu. Ia tak mungkin bermalam dalam kamar yang sama dengan Laura. Pria itu tentu saja sangat menghargai wanita yang menjadi kekasihnya itu. Dengan wajah bingung, ia pun kembali bertanya pada petugas hotel.     

"Apakah ada hotel yang dekat dari sini?" tanya Vincent pada petugas hotel.     

"Hotel terdekat berjarak 30 menit dari sini, Tuan. Jika Anda berkenan, kami bisa memberikan rute paling dekat yang harus Anda tempuh." Petugas hotel itu menjelaskan dengan sangat ramah dan sopan.     

Bagi mereka, 30 menit itu bukan jarak yang dekat. Vincent pun sedikit bingung dengan situasi yang sedang dihadapinya. Ia tak memiliki jalan keluar lainnya, selain itu malam juga semakin larut. Tak mungkin ia dan juga Laura harus kembali menempuh jarak sejauh itu.     

"Kami memesan kamar yang tersisa di hotel ini saja," sahut Laura dengan keraguan yang tak mungkin bisa ditutupinya. Selama hidupnya, wanita itu tak pernah menghabiskan malam dengan pria lain selain keluarganya.     

"Apa kamu yakin?" Vincent juga sangat ragu dengan keputusan yang diambil oleh Laura. Namun dirinya juga tak memiliki solusi lainnya, selain memesan satu kamar yang tersisa di hotel itu.     

Wanita itu mencoba tersenyum untuk menyakinkan kekasihnya. Laura juga tak ingin membuat Vincent repot di tengah malam begitu. Ia pun menganggukkan kepalanya, memberikan tanda persetujuan pada pria di sampingnya.     

"Kami ambil kamarnya," ucap Vincent pada petugas hotel.     

"Kebetulan sekali, kamar ini adalah sebuah kamar terbaik di hotel ini. Saya yakin Anda berdua akan melewati malam yang indah." Sebuah ucapan ramah dilontarkan oleh petugas hotel pada pasangan itu. Akhirnya, datanglah seorang bell boy yang akan mengantarkan mereka berdua menuju kamar.     

Beberapa menit kemudian, Vincent dan Laura sudah berada di sebuah kamar yang tersisa dari hotel itu. Cukup mengejutkan bagi pasangan kekasih itu, kamar terbaik yang dikatakan oleh petugas hotel itu adalah sebuah kamar dengan konsep bulan madu yang sangat romantis.     

Vincent tanpa sadar terdiam dengan mulut menganga, ia masih belum percaya dengan pemandangan di hadapannya itu.     

"Vincent! Apa kamu baik-baik saja?" Laura bisa melihat wajah terkejut yang diekspresikan oleh kekasihnya itu.     

"Inikah kamar terbaik yang mereka katakan itu. Bukankah ini lebih cocok untuk pasangan mesum itu?" Perkataan itu langsung terlontar dari mulutnya, ia tak bisa memikirkan hal lain lagi yang bisa melukiskan perasaannya saat itu.     

Laura menaruh beberapa barang miliknya di sebuah meja yang berada di tengah-tengah kamar itu. Ia pun bermaksud melepaskan mantel yang masih dipakainya. Namun tiba-tiba saja ....     

"Apa yang akan kamu lakukan, Laura? Jangan melepaskan pakaianmu di hadapanku!" Vincent sangat panik saat Laura mulai menanggalkan mantel tebal yang dipakainya.     

Wanita itu justru tersenyum penuh arti pada sosok pria di hadapannya itu. Dengan sengaja, Laura mendekatkan dirinya ke arah Vincent.     

"Apa kamu tak ingin membantuku melepaskannya, Vincent?" Sebuah tawaran yang sangat menggiurkan namun juga berhasil membuat pria itu gemetar.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.