Bos Mafia Playboy

Sebuah Peringatan



Sebuah Peringatan

0Brian sedang terbaring di pangkuan Imelda yang duduk di sebuah kursi dalam kamar hotel itu. Ada sedikit kekecewaan di hati mereka karena harus kehilangan momen mendebarkan dan tentunya sangat menggairahkan. Kedatangan Vincent ke kamar mereka, telah merusak segalanya. Sebuah hasrat yang tadinya singgah di pucuk kepala, langsung menghilang begitu saja.     
0

"Kalau saja Kak Vincent tidak masuk ke kamar kita, pasti kita sudah .... " Tanpa Brian mengatakan lanjutan dari ucapannya, Imelda pasti mengetahui arah pembicaraan suaminya.     

Wanita itu tersenyum geli melihat Brian masih sangat frustrasi telah kehilangan momen berharga di dalam dirinya. Imelda tak menyangka jika suaminya itu begitu kecewa atas gagalnya pertarungan yang seharusnya sangat panas.     

"Kita bisa melakukannya lagi nanti, atau besok juga masih bisa. Masih banyak waktu untuk kita melakukan keinginanmu itu, Brian," hibur Imelda pada pria yang terbaring di atas pahanya sembari terus memandangi dirinya.     

Tak lama kemudian, terdengar suara dering pendek ponsel milik Imelda. Ia pun memindahkan kepala Brian di kursi lalu mengambil ponsel di dalam tasnya. Wanita itu langsung membelalakkan matanya begitu membaca sebuah pesan yang baru saja masuk ke nomornya.     

"Brian! Kita harus segera menyusul Kak Vincent dan Laura. Ada beberapa orang yang menyerang mereka." Dengan sangat panik, Imelda langsung memakai pakaian lengkapnya. Kemudian bersiap untuk segera menemukan mereka berdua.     

Sedangkan Brian juga langsung bergegas memakai pakaiannya. Ia juga sangat panik jika sampai hal buruk menimpa kakak ipar dan juga seorang dokter yang bersamanya. Secepat kilat, ia menyambar ponsel miliknya yang berada di atas meja. Pria itu langsung menghubungi dua bodyguard yang datang bersamaan dalam perjalanan dinas itu.     

"Di mana mereka berada, Sayang?" tanya Brian pada wanita yang semakin gelisah memikirkan keselamatan kakak kesayangannya dan juga calon kakak iparnya.     

"Mereka ada di parkiran basemen." Imelda menari suaminya yang masih sibuk menghubungi dua bodyguardnya.     

Dalam langkah yang cukup cepat dan pastinya sangat tergesa-gesa, pasangan itu berjalan menuju ke sebuah tempat di mana Vincent dan Laura berada. Belum sampai ke tempat parkir, mereka bertemu dua bodyguard yang baru saja mendapatkan perintah khusus dari Brian.     

"Apa yang terjadi, Bos?" tanya seorang bodyguard dalam wajah yang juga ikut cemas. Di antara mereka tidak ada yang tahu, apa yang sedang terjadi di parkiran basemen.     

"Seseorang datang dan menyerang Kak Vincent dan juga Laura. Lakukan Yaang terbaik untuk melindungi mereka berdua. Aku yakin kalian tahu, apa yang seharusnya dilakukan." Tanpa memberikan sebuah perintah khusus, Brian yakin jika kedua bodyguard yang datang bersamanya itu cukup mengerti dengan yang seharusnya dilakukan.     

Masih dalam langkah yang terburu-buru, mereka berempat mulai mendengar sebuah teriakan keras yang cukup jelas. Sebuah teriakan yang sangat dikenali oleh Imelda.     

"Hentikan, Brengsek! Jangan menyentuhnya!" Sebuah teriakan yang sangat dikenali oleh Imelda. Wanita itu semakin panik setelah mendengar suara kakak laki-lakinya.     

"Itu suara Kak Vincent, Brian!" seru Imelda pada sosok pria yang semakin mempercepat langkahnya begitu mendengar suara teriakan Vincent.     

Mereka semua mempercepat langkahnya hingga sampai di sebuah titik di mana Vincent sedang cengkeraman oleh beberapa pria tinggi besar. Sedangkan Laura ditarik paksa oleh seorang pria yang dikenali oleh Brian. Langsung saja hal itu membuat darah Brian seolah mendidih seketika itu juga.     

Tanpa berpikir panjang, Brian mengarahkan senjata yang dibawanya ke arah pria yang melecehkan Laura di hadapan Vincent. Suara dentuman keras terdengar begitu jelas saat sebuah peluru melesat kilat menembus kaki sosok pria yang berusaha untuk membuka pakaian kekasih dari kakak iparnya itu.     

"Brengsek! Siapa yang berani melakukan ini padaku?" Pria itu berangsur melepaskan Laura yang berada di dalam dekapannya. Ia memandang ke arah beberapa orang yang berjalan ke arahnya.     

"Itu hanya sebuah peringatan bagimu, Andra Gunadi! Sebenarnya, aku bisa saja menembakkan senjataku langsung menembus jantungmu." Dengan wajah dingin yang cukup mengerikan, Brian menodongkan senjatanya ke arah pria itu.     

Di sisi lain, Imelda berusaha untuk menenangkan Laura. Sedangkan kedua bodyguard Brian sedang berusaha untuk menyelamatkan Vincent dari kepungan pria tinggi besar yang dibayar oleh Andra Gunadi.     

"Sial! Jangan mencampuri urusanku!" Andra Gunadi kembali meneriaki Brian dengan suara keras karena ia pikir jika Brian Prayoga terlalu ikut campur dengan urusan pribadinya.     

"Setelah kamu menjebakku dan mengirimkan seorang wanita murahan, kamu berusaha untuk menyerang kakakku? Brengsek!" Sebuah tendangan keras langsung mengenai kaki Andra Gunadi yang masih baik-baik saja. Pria itu tersungkur di lantai tempat parkir itu.     

"Jika aku tak mengingat hubungan baik di antara keluargaku dan juga ayahmu, aku pasti sudah meledakkan kepalamu yang tak berguna ini " Brian kembali menodongkan senjata di kepala Andra Gunadi. Ingin rasanya ia menghabisi pria di hadapannya itu. Namun rasa kemanusiaan dan juga mengingat hubungan baik dengan keluarga Gunadi, membuatnya tak sanggup menghabisi pria bejat di hadapannya.     

Sedangkan Andra Gunadi masih bingung dengan ucapan Brian terhadapnya. Ia masih mencoba untuk memahami dan juga mengartikan ucapan dari pewaris tunggal keluarga Prayoga itu. Namun meskipun berpikir sangat keras, pria itu sama sekali tak memahami ucapan Brian pada dirinya.     

"Tunggu, Brian Prayoga! Bukankah kamu anak tunggal? Bagaimana pria brengsek itu adalah kakakmu?" Sebuah pertanyaan bodoh baru saja dilemparkan oleh Andra Gunadi pada sang bos mafia yang dulu sangat terkenal playboy. Tak ada wanita bayaran yang tak mengenal Brian Prayoga.     

Entah apa yang dipikirkan oleh Imelda, ia mendekati pria itu lalu memukul Andra Gunadi hingga mencium lantai tempat parkir itu. Bahkan perlakuan wanita itu terhadapnya jauh lebih kejam dan juga menyakitkan.     

"Bodoh! Pria yang sudah kamu pukuli itu adalah kakakku. Yang tak lain adalah kakak ipar dari suamiku. Lalu ... wanita yang telah kamu lecehkan itu adalah calon kakak iparku," terang Imelda dalam aura kemarahan yang sangat mengerikan. Tiba-tiba saja, Imelda kembali melayangkan pukulan keras yang mematikan ke wajah Andra Gunadi yang sudah terduduk tak jauh darinya.     

"Dan itu ... adalah sebuah balasan karena kamu sudah menjebak dan juga memberikan obat perangsang pada suamiku." Meskipun sangat murka, Imelda masih bisa memperlihatkan wajah tenang dalam sorot mata yang begitu dingin.     

Brian mencoba menghentikan Imelda agar tidak hilang kendali pada pria menyedihkan itu. Ia tak ingin istrinya itu kelelahan untuk hal yang tidak penting.     

"Sudah, Sayang. Lebih baik kita mengobati Kak Vincent dan juga Laura saja," bujuk Brian pada sang istri.     

Mereka pun langsung meninggalkan beberapa pria yang sudah tak berkutik.     

"Cari tahu, siapa sebenarnya wanita itu? Bagaimana ia bisa memiliki kekuatan dan juga keberanian seperti itu?" teriak Andra Gunadi pada orang-orang yang bekerja untuknya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.