Bos Mafia Playboy

Dendam Untuk Sang Bos Mafia



Dendam Untuk Sang Bos Mafia

0Brian baru saja keluar dari kamarnya menuju ke sebuah restoran di hotel itu. Kebetulan sekali ia mendapatkan sebuah pertemuan dari salah seseorang yang selama ini berbisnis dengan keluarga Prayoga. Dengan gayanya yang maskulin, disertai sebuah ketampanan paripurna dari seorang Prayoga ... Brian berjalan penuh percaya diri untuk masuk ke dalam private room yang kebetulan dipesan oleh partner bisnisnya.     
0

Baru berdiri di depan pintu saja, Brian merasakan aura aneh yang tiba-tiba mengusik ketenangan hatinya. Ada keraguan yang bercampur dengan kegelisahan singgah di hatinya. Ingin rasanya ia menghilang dari sana. Namun apa daya, pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh Martin harus ditanganinya untuk sementara.     

"Bos! Haruskah kami juga ikut masuk ke dalam?" tanya seorang bodyguard yang kebetulan menyusulnya ke tempat itu. Kebetulan sekali, Brian membawa dua orang bodyguard untuk melakukan perjalanan bisnisnya kali ini.     

"Kalian tunggu saja di luar! Aku akan masuk sendiri saja," perintah Brian pada dua bodyguard yang sudah berada di belakangnya.     

Menghilangkan segala keraguan di dalam hatinya, Brian sudah meneguhkan hatinya untuk masuk ke dalam private room itu. Dengan sangat pelan ia memutar handle pintu lalu mendorongnya pelan. Terlihat beberapa wanita sudah berada di ruangan itu.     

"Selamat datang, Tuan Muda Brian Prayoga," sapa seorang pria dalam senyuman sinis dengan tatapan tajam yang tidak menyenangkan. Pria itu terlihat tidak menyukai sosok pria yang akan berbisnis dengannya itu. Tak ada ramah tamah atau kesopanan yang ditunjukannya. Ia justru duduk di antara beberapa wanita dan juga seorang wanita yang berada di pangkuannya.     

Brian terkekeh geli melihat cara pria itu menyambutnya. Ia tak suka dengan cara pria itu melakukan pertemuan dengan menyajikan beberapa wanita sexy yang cukup menggugah gairah untuk seorang pria normal.     

"Sepertinya aku salah masuk ruangan. Aku sedang tak bernafsu melihat wanita-wanita murahan yang kamu bawa ini." Brian berucap dalam nada tak suka. Ia tak menyukai cara berbisnis dengan memakai wanita murahan sebagai pelicin dalam transaksi mereka. Tanpa ragu, ia bermaksud untuk meninggalkan ruangan itu tanpa pamit. Baru saja berjalan ke arah pintu, pria tadi memanggil dirinya.     

"Tunggu, Brian Prayoga!" seru pria yang masih menikmati setiap sentuhan wanita-wanita di sampingnya.     

Dengan sangat terpaksa, Brian menghentikan langkahnya lalu membalikkan badan menghadap ke sebuah tontonan yang terlalu memuakkan baginya.     

"Apa maumu, Andra Gunadi? Jika kamu ingin berbisnis, lakukan dengan benar! Kalau wanita-wanita murahan ini tak keluar dari sini, lebih baik aku yang keluar," ancam Brian pada seorang pria yang menjadi anak dari keluarga besar Gunadi.     

"Sepertinya yang mereka katakan memang benar. Kamu hanya seorang tuan muda yang arogan dan sangat sombong." Dengan sangat terpaksa, Andra Gunadi menyuruh wanita-wanita itu keluar dari sana. Bukan karena ia takut pada seorang Brian Prayoga ... sebelum datang ke sana, ayahnya sudah berpesan untuk tak mencari masalah dengan anak dari Adi Prayoga.     

Mendengar cibiran yang cukup menohok untuk dirinya, Brian hanya bisa tersenyum kecut sembari duduk tepat di hadapan Andra Gunadi. Ia masih tak mengerti jika keturunan seorang Gunadi berani-beraninya mengeluarkan kata tak sopan padanya.     

"Apa ayahmu telah lupa untuk mengajari kesopanan padamu, Andra? Aku sangat mengingat saat pertama kali berjumpa dengan ayahmu, beliau sangat sopan dalam berucap ataupun bersikap di hadapanku." Brian sengaja membandingkan pria di hadapannya itu dengan ayahnya. Mereka berdua terlihat sangat jauh berbeda antara ayah dan anak.     

"Aku adalah aku, Brian Prayoga. Tidak ada hubungannya dengan ayahku," sahut Andra Gunadi pada pewaris tunggal dari keluarga Prayoga.     

Andra Gunadi bangkit dari tempat duduknya lalu menuangkan sebuah minuman yang sudah disiapkannya secara khusus untuk Brian. Bahkan pria itu rela merogoh kocek yang cukup banyak untuk membeli minuman mahal itu.     

"Kamu tahu Brian Prayoga, untuk menyambutmu saja ... aku menyiapkan minuman mahal ini khusus untukmu." Andra mengatakan hal itu sembari menuangkan minuman ke dalam gelas kosong yang ada di depan Brian.     

"Tak perlu berbasa-basi! Apa maksud kalian membatalkan transaksi tiba-tiba? Bukankah anak buahku sudah menyelesaikan pembayarannya?" Brian mulai mengutarakan maksud kedatangannya jauh-jauh ke sana. Bahkan ia sampai harus meninggalkan istrinya sendirian.     

Lagi-lagi Andra Gunadi tersenyum sinis pada sosok pria yang mulai kesal terhadap dirinya. Ia tak peduli dengan Brian Prayoga yang sudah jauh-jauh datang menemuinya. Tujuan utamanya melakukan itu semua, hanya untuk mengacaukan bisnis keluarga Prayoga saja.     

"Kalau kamu mau, aku bisa mengembalikan uang kalian dua kali lipat." Dengan tatapan penuh kemenangan, Andra Gunadi hanya ingin merendahkan sosok pria yang selalu sok kuasa dalam dunia mafia. "Minumlah dulu! Jangan mengecewakan penyambutan yang aku siapkan untukmu. Kita bisa membicarakan semuanya dalam pikiran yang lebih tenang," bujuknya pada pria yang mulai terlihat kesal.     

Brian mencoba berpikir sejenak, ia pikir meminum sedikit saja tak akan membuatnya mabuk. Tanpa mengatakan apapun pada Andra Gunadi, ia langsung menenggak minuman yang sudah dituangkan oleh pria itu. Tak ada yang aneh dalam minuman itu. Namun tiba-tiba saja ....     

"Bos!" Seorang wanita cantik yang cukup sexy masuk ke dalam private room. Ia langsung memeluk Andra Gunadi tanpa peduli pria di depannya.     

"Laura! Bagaimana kamu bisa di sini?" tanya Brian pada seorang wanita yang dulu sering menemaninya menghabiskan malam. Namun setelah menikah dengan Imelda, ia mencampakkan wanita itu tanpa perasaan sedikit pun.     

Laura berpura-pura terkejut dengan keberadaan Brian di sana. Padahal ia sangat tahu, jika Andra Gunadi sedang melakukan perbincangan bisnis dengan seorang pria yang pernah mencampakkan dirinya tanpa ampun.     

"Apa kabar, Brian?" Wanita itu langsung memeluk sosok pria di depannya. Melepaskan perasaan rindu yang sebenarnya menggebu pada Brian Prayoga. Namun ia juga menyimpan dendam pada bos mafia yang sudah membuangnya itu.     

"Jangan sentuh aku, Laura!" bentak Brian pada wanita itu. Ia memundurkan dirinya beberapa langkah agar menjauhi dari wanita murahan yang pernah bersamanya itu.     

Tiba-tiba saja, Brian merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Ada perasaan gerah yang membuatnya menjadi sangat gelisah dan tidak nyaman. Tubuhnya tiba-tiba sangat bergairah pada sosok wanita yang berdiri tegap membusungkan dadanya sembari tersenyum penuh arti.     

"Apa yang kalian campurkan dalam minuman itu?" tanya Brian dalam perkataan yang mulai tak stabil. Ia merasa jika mereka sengaja mencampur sesuatu dalam minumannya.     

"Tenanglah, Brian! Aku pasti akan bertanggung jawab padamu. Bahkan aku sudah mendatangkan Laura untuk melayani dirimu." Andra Gunadi tersenyum kemenangan karena telah berhasil membuat Brian Prayoga menenggak minuman yang sudah bercampur dengan obat perangsang.     

Saat obat perangsang itu sudah bekerja, Andra Gunadi pun mendekati Laura dan berbisik di telinganya. "Sekarang giliranmu untuk bekerja," ucapnya di telinga wanita bayaran itu.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.