Bos Mafia Playboy

Jangan Membuat Malu!



Jangan Membuat Malu!

0Brian, Imelda dan juga Vincent baru saja keluar dari restoran setelah melakukan pembayaran ke kasir. Mereka bertiga langsung masuk ke dalam mobil yang sudah terparkir tak jauh dari lobby restoran itu.     
0

"Sepertinya mereka sudah pergi," ucap Imelda sembari melihat sekeliling area parkir restoran mewah itu.     

Brian dan Vincent juga ikut memeriksa sekeliling tempat itu, mereka ingin memastikan jika tak ada siapapun yang sedang mengawasi apalagi sampai mengikuti mobil mereka.     

"Lebih baik kita berangkat sekarang, sebelum turun hujan. Lihatlah! Mendung sudah menggantung hampir di seluruh kota," ajak Vincent pada mereka berdua.     

Tanpa menunggu apapun lagi, Brian langsung menyalakan mesin mobilnya. Kemudian ia melajukan mobilnya melewati jalanan pada sepanjang perjalanan ke klinik Kevin. Sudah beberapa hari, ia tak bertemu dengan sahabatnya itu. Brian merasa sedikit merindukan pria itu, sosok pria yang sudah banyak membantunya melewati pasang surutnya kehidupan setelah kepergian Natasya beberapa tahun silam.     

Setelah beberapa menit perjalanan, sampailah mereka semua di depan klinik yang tidak terlalu besar milik Kevin itu. Baru juga membuka pintu mobilnya, terlihat Laura juga baru saja datang ke klinik ini.     

Begitu keluar dari mobilnya, Laura tentu saja langsung menghampiri Vincent yang terlihat terkejut dengan kedatangan wanita yang berprofesi sebagai seorang Dokter Anestesi itu.     

"Darimana kamu, Vincent?" ketus Laura pada seorang pria yang menjadi kekasih dan juga pasiennya itu.     

Vincent langsung gelagapan mendengar pertanyaan itu. Seharusnya ia tak meninggalkan klinik sebelum benar-benar sembuh. Padahal, sebelumnya Laura sudah melarangnya untuk meninggalkan klinik tanpa seijin darinya.     

"Aku baru saja makan siang dengan Brian dan juga Imelda," jawab Vincent sembari memandang pasangan itu yang lebih dulu masuk ke dalam klinik. Dia tak pernah menyangka jika Laura akan datang di jam makan siang. Sebelumnya wanita itu sudah berkata jika akan bekerja lembur untuk beberapa hari ke depan.     

Tak puas dengan jawaban dari kekasihnya itu, Laura meninggalkan Vincent tetap di depan klinik, sedangkan ia sendiri masuk dan me datangi ruangan sang empunya klinik.     

"Kevin! Apa-apaan kamu! Bagaimana kamu bisa mengijinkan seorang pasien berkeliaran di luar?." Laura masuk begitu saja sambil mengomeli teman dekatnya itu. Ia tak sadar jika Imelda dan juga Brian berada di ruangan itu juga.     

"Apa yang terjadi, Dokter Laura?" sahut Imelda yang cukup terkejut dengan setiap ucapan dengan nada protes yang dilontarkan oleh rekan seprofesinya itu.     

Seketika itu juga, Laura menunjukkan wajah sangat malu. Ia tak menyangka jika adik perempuan dari kekasihnya itu berada di ruangan Kevin. Seolah telah kehilangan mukanya, wanita itu memilih untuk kembali keluar untuk menyembunyikan dirinya.     

"Dasar!" cibir Kevin pada teman dekatnya yang baru saja melarikan diri dari ruangan itu. "Apa kalian tahu, Vincent dan Laura sepertinya menjadi sepasang kekasih?" terang Kevin pada pasangan suami istri yang sejak tadi mengobrol dengannya.     

"Aku sudah menduganya sejak lama. Kak Vincent memperlakukan Laura dengan sangat berbeda," sahut Imelda dengan senyuman merekah membayangkan kakak laki-lakinya akhirnya menemukan seorang wanita yang berhasil mencairkan hatinya.     

Kevin hanya menganggukkan kepalanya mendengar jawaban dari Imelda. Dia takut jika Vincent akan mempermainkan teman dekatnya itu.     

"Aku sedikit takut jika Vincent bosan lalu mencampakkan Laura. Rasanya aku tak mampu membayangkan jika Laura sampai harus merasakan hal itu." Kevin tak mampu menutupi kekhawatirannya pada sosok wanita yang sudah dianggapnya sebagai seorang saudara baginya.     

Imelda sangat tahu, siapa sosok Vincent. Dia sangat yakin jika kakaknya itu tak akan pernah menyakiti wanita yang sudah sangat mencintainya. Meskipun kekhawatiran Kevin sedikit berlebihan, ia bisa memakluminya. Sejak awal Kevin dan Laura memang memiliki hubungan yang cukup dekat.     

"Sepertinya aku akan mengucapkan selamat untuk pasangan baru itu." Imelda bangkit dari tempat duduknya lalu keluar menuju ke ruang perawatan yang ditempati oleh Vincent.     

Saat akan masuk ke ruang itu, Imelda mendengar suara keributan di dalam ruangan itu. Ia mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam dan memilih untuk menunggu di sebuah kursi di depan kamar itu. Dia bisa mendengar keributan apa yang diperdebatkan oleh Vincent dan juga Laura. Imelda hanya bisa senyum-senyum sendiri mendengarkan pertengkaran mereka.     

"Aku sudah bilang ... jika kamu tak boleh keluar dari ruangan ini." Laura berteriak dengan suara yang cukup nyaring. Bukan karena berlebihan, semua yang dilakukan oleh wanita itu hanya untuk kebaikan Vincent.     

"Tapi aku benar-benar sudah sembuh. Aku juga sangat baik-baik saja," sahut Vincent dalam suara pelan untuk menenangkan hati kekasihnya. Pria itu terlihat mendekati Laura dan mencoba untuk memeluk wanita itu.     

Namun Laura justru menghempaskan tubuh Vincent agar menjauhinya. Dia terlalu kesal pada pria yang membuatnya jatuh semakin dalam itu.     

"Jangan sentuh aku, Vincent! Kamu sama sekali tak pernah peduli dengan perkataanku," kesal wanita yang semakin terbakar amarah dan kepeduliannya yang terlalu besar.     

Seakan tak mendengarkan kekasihnya, Vincent terus saja memeluk erat tubuh wanita yang terasa dingin itu. "Kumohon! Biarkan aku memelukmu sebentar saja. Kamu boleh melanjutkan kekesalan lagi nanti, setelah aku puas memelukmu," bujuk Vincent dalam tutur kata lembut yang menenangkan.     

Pasangan itu saling memeluk, melepaskan kekesalan dan juga amarah yang memicu pertengkaran di antara mereka. Vincent dan juga Laura tak menyadari jika ada sepasang telinga yang mendengarkan keributan mereka. Mereka berpikir jika ruangan sebelah kosong tak berpenghuni.     

"Apa kalian sudah menyelesaikan peperangan?" Tiba-tiba saja Imelda masuk dan melemparkan sebuah sindiran pada pasangan yang baru saja melepas pelukannya saat dirinya berbicara.     

"Dokter Imelda!" Laura kembali dikejutkan dengan sosok wanita yang tadi masih duduk di ruangan Kevin.     

Imelda tentunya datang dengan sebuah senyuman hangat yang sangat tulus. Dia hanya ingin mengucapkan selamat pada pasangan baru itu. Sebuah harapan besar di dalam hatinya, ia ingin Vincent menemukan kebahagiaannya. Semoga saja Laura adalah jodoh terbaik untuk kakak laki-lakinya itu.     

"Selamat ya .... Aku sangat senang melihat kalian berdua menjadi pasangan kekasih," kata Imelda benar-benar tulus. Tak ada kebohongan ataupun sandiwara yang sedang dimainkannya.     

"Jangan membuat kami berdua malu!" protes Vincent pada adik perempuannya. Pria itu sangat malu karena baru pertama kalinya memiliki seorang kekasih. Apalagi Laura adalah teman Imelda bekerja di rumah sakit.     

Imelda justru terkekeh melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Vincent dan juga Laura. Pasangan itu terlihat seperti anak remaja yang baru pertama kali mengenal cinta.     

Di saat Imelda masih mengatur nafasnya karena terlalu banyak tertawa ... tiba-tiba saja, seseorang yang tak diduga-duga mendatangi kamar itu.     

"Kebetulan sekali kalian berada di sini. Di mana Brian sekarang?" Tanpa permisi ataupun basa-basi, pria itu langsung masuk ke dalam ruang perawatan Vincent     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.