Bos Mafia Playboy

Wanita Tak Tahu Malu



Wanita Tak Tahu Malu

0Brian akhirnya lega mendengar sebuah janji yang baru saja terucap dari mulut Laura. Ia pun merasa jika semua telah selesai. Tak ingin berlama-lama berada di sana, pria itu menarik tangan Imelda penuh kelembutan. Ia tak rela jika wanita yang dicintainya itu harus terlihat dalam rumitnya cinta sangat kakak ipar.     
0

"Lebih baik kita pulang atau mencari makanan untuk sarapan saja, Sayang. Biarkan Kak Vincent menyelesaikan semuanya dengan Laura," ajak Brian pada sang istri.     

Untung saja Imelda sama sekali tak menolak ajakan Brian. Dia sadar jika pertengkaran itu urusan antara dua kekasih yang sedang dilanda asmara. Imelda tak ingin terlibat lebih jauh lagi dalam konflik internal di dalam hubungan Vincent.     

"Aku sangat lapar, Brian. Berikan aku makanan." Imelda mengucapkan hal itu dengan wajah manja yang cukup menggemaskan. Ia pun memegang erat lengan suaminya dan mengajaknya untuk segera keluar dari ruangan itu.     

"Lebih baik kamu ikut dengan kami saja, Kevin," ajak Brian pada sahabatnya yang masih berdiri memperhatikan kemesraan di antara mereka.     

Tanpa memberikan jawaban, Kevin memilih untuk mengikuti sahabatnya daripada harus melihat suasana menegangkan di ruangan tempat Vincent dan Laura berada. Meskipun terkadang ia sangat risih melihat Brian yang tak tahu malu mengumbar kemesraan kepada istrinya.     

Kebetulan sekali, tak jauh dari klinik itu ada sebuah restoran yang besar dan cukup berkelas. Mereka bertiga berjalan beriringan menuju ke restoran tersebut. Setelah memesan sebuah meja, mereka bertiga langsung duduk dan memilih beberapa makanan untuk menu sarapannya.     

"Apa yang ingin kamu makan, Sayang?" Andrew bertanya sembari memberikan buku menu itu pada istrinya.     

"Aku mau bubur aja, Brian. Perutku sedikit tidak nyaman." Imelda terlihat tidak bersemangat untuk sarapannya pagi itu.     

Kevin yang mendengarkan percakapan mereka, menjadi sedikit cemas akan istri dari sahabatnya. Dia terus memperhatikan wanita yang sedang duduk di sebelah Brian.     

"Apakah Dokter Imelda baik-baik saja? Haruskah aku membantu memeriksa keadaanmu?" Kevin bertanya dengan wajah cemas, ia tak ingin terjadi apa-apa dengan menantu dari keluarga Prayoga itu.     

"Tak perlu, Dokter Kevin. Aku hanya terlalu malas untuk makan saja, selebihnya aku baik-baik saja." Sebuah senyuman hangat merekah menghiasi wajah cantik Imelda. Dia sangat menghargai kebaikan yang ditawarkan oleh Kevin. Namun Imelda tak ingin merepotkan sahabat dari suaminya itu. Kevin sudah sangat repot mengurus Vincent yang masih di rawat di kliniknya.     

Setelah Imelda menjelaskan keadaannya, mereka kembali memilih makanan yang akan dipesannya. Menunggu beberapa menit kemudian, barulah beberapa makanan yang sudah dipesan tadi diantarkan ke meja mereka. Mereka bertiga langsung menyantap makanan yang sudah dipesannya.     

Baru juga menikmati makanannya, seseorang datang menghampiri mereka bertiga. Sebuah pemandangan yang tak mengenakan mata berada tepat di hadapan mereka.     

"Bolehkah aku bergabung di sini, Brian? Rasanya sangat tak nyaman jika aku harus makan seorang diri." Eliza tiba-tiba saja berada di restoran itu dan merusak suasana di antara mereka.     

"Lihatlah disana! Banyak kursi kosong, mengapa harus duduk bersama kami," ketus Brian dalam tatapan dingin yang dipenuhi perasaan kesal.     

Sontak saja Eliza memandang sekeliling restoran. Terlihat semua orang datang bersama pasangan atau keluarganya. Dia pun kembali menatap Brian yang duduk di sebelah wanita cantik yang terlihat sedang mengandung itu.     

"Kamu bisa melihatnya, Brian. Tidak ada yang datang sendirian selain aku," sahut Eliza dalam wajah yang sengaja memperlihatkan ekspresi memelas. Dia menggunakan segala kemampuannya untuk membuat Brian menyetujui permintaannya.     

"Ayolah, Brian!" Eliza lagi-lagi mengatakan hal itu dalam nada sangat memohon.     

"Duduklah!" Imelda merasa sangat risih mendengar Eliza membujuk suaminya. Dia pun menyuruh wanita itu untuk duduk bersama dengan mereka semua.     

Dengan sebuah senyuman penuh kemenangan, Eliza duduk di sebelah Kevin. Ia pun memanggil seorang pelayan untuk memesan makanan kesukaannya. Tanpa rasa berdosa sedikit pun, ia duduk tenang dan terlihat sangat nyaman berhadapan langsung dengan Imelda dan juga Brian.     

"Terima kasih, Dokter Imelda," ucap Eliza dengan beberapa penekanan dalam ucapan.     

Brian tentunya langsung melemparkan tatapan tajam pada istrinya. Seolah ia ingin memprotes wanita yang duduk di sebelahnya itu.     

"Bagaimana kamu bisa mengijinkan Eliza duduk bersama kita, Sayang?" protes Brian pada istrinya.     

"Tidak bisakah kamu membiarkan aku duduk dengan tenang? Aku juga ingin menikmati sarapanku," kesal Imelda pada pria yang juga terlihat kesal memandang dirinya. Ia kembali menikmati bubur ayam yang tadi baru saja dipesannya.     

Mendengar Imelda yang begitu kesal, Brian menjadi merasa sangat bersalah pada istrinya itu. Dia tak menyangka jika Eliza bisa berada di restoran di pagi itu. Rasanya ... Brian ingin sekali menyeret Eliza dan melemparkannya ke luar dari restoran itu. Terlalu muak untuk melihat apalagi berada di meja yang sama dengan seorang wanita yang ingin merusak rumah tangganya.     

"Maaf, Sayang. Kamu bisa menghabiskan makanannya, aku mau ke toilet sebentar." Brian bangkit dari kursinya lalu berjalan ke sebuah ruangan di pojok restoran.     

"Aku juga mau ke toilet." Eliza ikut bangkit dan menyusul Brian yang sudah berjalan cukup jauh dari meja itu. Tanpa rasa malu, wanita itu mengikuti pria bersuami yang sudah membuatnya menjadi tergila-gila.     

Imelda hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat wanita yang baru saja menyusul suaminya ke toilet. Berbohong jika Imelda sama sekali tak cemburu pada mereka berdua. Imelda tentunya sangat cemburu, dadanya terasa sangat sesak harus menyaksikan seorang wanita yang terang-terangan mengejar suaminya tanpa rasa malu sedikit pun. Eliza benar-benar tak peduli atas dirinya yang berstatus sebagai istri sah dari Brian Prayoga.     

Menyadari wanita di depannya terlihat tidak baik-baik saja, Kevin menjadi sangat cemas. Ia tak ingin jika Imelda menjadi marah dan membuat hubungan mereka memburuk. Kevin sangat mengingat pengorbanan Brian untuk mendapatkan Imelda. Dia tak ingin jika sahabatnya itu harus kehilangan wanita yang sudah diperjuangkannya selama bertahun-tahun.     

"Apakah Dokter Imelda baik-baik saja? Wajahmu terlihat sedikit pucat." Kevin hanya ingin memastikan keadaan wanita di depannya itu. Dia sangat gelisah mengapa Brian dan Eliza tak kunjung kembali bersama mereka.     

"Aku baik-baik saja, Dokter Kevin. Hanya saja, aku sedikit mual dan juga merasa tidak nyaman setelah makanan ini masuk ke dalam perutku." Imelda mencoba menunjukkan jika dirinya baik-baik saja. Ia mengambil sebotol air mineral di atas meja lalu meneguknya hingga hampir habis.     

Sesekali Imelda memandang ke arah toilet itu berada. Dia merasa sudah tidak tahan untuk menunggu dan juga membayangkan suaminya berada di ruangan yang sama dengan wanita yang pernah menjebaknya dengan obat perangsang. Ia pun bangkit dari kursinya dalam wajah sedikit pucat.     

"Lebih baik aku pergi dari sini. Katakan pada Brian aku pulang," pamit Imelda pada Kevin.     

"Biar aku yang mengantarmu." Kevin berusaha untuk menawarkan dirinya, wanita itu langsung menolaknya dengan mengangkat satu tangan sebagai tanda penolakan.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.