Bos Mafia Playboy

Penyebab Hancurnya Dua Keluarga



Penyebab Hancurnya Dua Keluarga

0Brian dan Imelda sama sekali tak memahami ucapan Adi Prayoga pada mereka berdua. Mereka berdua mulai berspekulasi dalam pemikiran masing-masing. Lagi-lagi sang bos mafia itu kembali bermain teka-teki pada mereka semua.     
0

"Ada yang ingin kutanyakan pada Papa." Brian melemparkan sebuah tatapan tajam pada seorang pria yang berstatus sebagai ayahnya itu. "Bagaimana bisa Papa menikahi seorang wanita yang tidak mencintaimu? Sejak tadi aku selalu memikirkan hal itu. Apakah Papa juga tak mencintai Mama?" Brian kembali melontarkan beberapa pertanyaan sekaligus. Ia yakin jika terlalu banyak hal yang telah dikubur sangat dalam oleh keluarga Prayoga dan juga Mahendra.     

Adi Prayoga justru memalingkan wajahnya dan berniat untuk menghindari pertanyaan itu. Ia merasa belum siap untuk mengungkapkan kebenaran tentang rumitnya hubungan dua keluarga itu.     

"Sepertinya aku harus pergi, ada seseorang yang harus kutemui." Tanpa memandang mereka semua, Adi Prayoga malah mengambil kunci mobilnya dan pergi begitu saja. Seolah tanpa rasa bersalah, ia langsung meninggalkan Brian dan juga Imelda yang sedang menunggu jawabannya.     

"Selalu saja melarikan diri!" gerutu Brian begitu melihat ayahnya pergi tanpa memberikan penjelasan apapun pada dirinya. "Aku benar-benar membenci Papa dan juga Mama! Mereka sama sekali tak peduli dengan perasaanku," ucapnya dalam wajah kesal yang mulai terbakar amarah.     

Wanita itu tak bisa mengatakan apapun lagi pada suaminya, ia bisa merasakan perasaan yang tertahan di dalam hati B rumah Brian. "Tenanglah, Brian. Aku yakin jika Papa pasti akan mengatakan semuanya, entah itu kapan," hibur Imelda pada sang suami.     

"Tidak bisakah kamu membantuku menanyakan hal itu pada Papa Davin, Sayang? Aku sudah tak tahan untuk mendengar semua kebenaran itu. Perasaan benciku terhadap mereka juga mulai membuat dadaku semakin sesak." Brian mencoba untuk memberitahukan perasaannya pada Imelda.     

Seorang pria yang sejak tadi terdiam dan menjadi seorang pendengar yang baik, akhirnya bangkit dan membuka mulutnya. "Sebaiknya Dokter Imelda istirahat dulu sebentar. Jangan sampai kelelahan dan membahayakan kondisi kesehatan ibu dan janinnya. Aku akan kembali ke klinik untuk memeriksa beberapa pasien yang sedang rawat inap," pamit Kevin pada pasangan suami istri yang terlihat tidak baik-baik saja. Dia langsung meninggalkan rumah itu dan membiarkan Brian dan Imelda berbicara secara pribadi.     

Kepergian Adi Prayoga yang tanpa meninggalkan kejelasan apapun, Membuat suasana hati Brian semakin memburuk. Dia benar-benar tak bisa menahannya lagi untuk lebih lama.     

"Setelah kamu istirahat, sebaiknya kita langsung menemui Papa Davin secepatnya." Brian terlihat sangat tidak sabar untuk mengetahui kebenaran yang sengaja disembunyikan oleh ayahnya sendiri. Dia merasa berhak mengetahui kebenaran apapun di antara dua keluarga itu.     

"Jika kamu mau, kita bisa pergi sekarang, Brian." Imelda tak ingin melihat suaminya berlama-lama gelisah. Wanita itu paling tidak bisa jika harus melihat Brian begitu menderita.     

Pria itu malah merangkulkan tangannya di pundak Imelda. Sebuah perasaan yang lebih tenang didapatkan Brian saat berada di dalam dekapan sang istri. Perasaan damai yang selama ini tak pernah di dapatkan dari keluarganya.     

"Terima kasih, Sayang. Apa kamu akan baik-baik saja jika kita berangkat sekarang?" Brian terlihat sangat ragu untuk mengajak istrinya itu untuk kembali ke rumah keluarga Mahendra saat itu juga. Namun ia juga tak mungkin lagi menahan rasa ingin tahunya yang seolah sudah mencekik leher.     

Sebuah senyuman merekah dengan indah dan tentunya begitu tulus. Imelda memandang Brian dalam sorot mata yang begitu hangat dan juga menenangkan hati. Wanita itu benar-benar mencintai suaminya dengan segenap hati dan juga jiwanya. Tak peduli seberapa rumitnya kehidupan di dalam dua keluarga itu, cinta Imelda kepada Brian tak akan pernah berubah.     

"Lebih baik kita berangkat sekarang, sebelum Papa berangkat ke markas," ajak Imelda sembari menarik tangan pria yang justru menunjukkan wajah bingung kepada istrinya.     

"Apa kamu yakin, Sayang?" tanya Brian dalam tutur kata yang lembut.     

Tanpa menjawab apapun, Imelda hanya menganggukkan kepalanya lalu mengajak Brian untuk segera masuk ke dalam mobil. Pria itu sama sekali tak menolak atau menghentikan istrinya. Mereka berdua langsung berangkat menuju kediaman Mahendra untuk mengetahui sebuah kebenaran yang selama ini tertutup rapat.     

Selama perjalanan, Imelda lebih banyak diam. Dia terlalu bingung dengan pembicaraan yang bisa membuka percakapan di antara mereka. Bukan karena takut terhadap Brian, ia dapat melihat jika suasana hati suaminya sedang kurang baik. Imelda tak ingin menambahkan kekesalan di hati suaminya itu.     

Tak berapa lama, mobil itu berhenti di sebuah bangunan berpagar tinggi dengan beberapa orang yang berjaga di depan. Seorang bodyguard dari keluarga Mahendra mendekati mobil itu dan langsung membukakan pintu untuk Imelda. Pria itu menyapa sang empunya rumah dengan ramah dan juga sangat sopan.     

"Selamat datang, Nona Imelda," sapa pria yang bekerja pada Davin Mahendra. Meskipun Imelda sudah menikah dan juga hampir memiliki anak, orang-orang di sana tetap memanggil anak dari majikannya itu dengan sebutan 'Nona'.     

"Apa Papa ada di rumah?" Tanpa basa-basi, Imelda langsung menanyakan keberadaan ayahnya. Mereka pasti sangat tahu ada dan tidaknya seorang Davin Mahendra di rumah itu.     

Bodyguard itu sedikit terkejut dengan pertanyaan Imelda. Tak biasanya wanita yang berprofesi sebagai dokter itu mencari ayahnya. "Beliau ada di ruang kerjanya, Nona," jawab pria itu.     

"Baiklah. Terima kasih," balas Imelda cukup ramah. "Ayo kita temui Papa, Brian." Imelda menarik tangan suaminya yang terlihat ragu untuk menemui ayah mertuanya. Rasanya sangat berat untuk melangkah maju memasuki rumah itu.     

Brian pun langsung mengikuti istrinya yang masuk ke dalam. Mereka berdua menuju ke sebuah ruangan di mana biasanya Davin Mahendra menghabiskan waktunya jika tak ada pekerjaan dinas. Dengan perlahan dan penuh keraguan, Imelda mengetuk pintu ruang kerja ayahnya lalu memutar handle pintu dan mendorong untuk membukanya.     

Begitu pintu terbuka, Davin Mahendra terlihat sibuk menatap layar monitor lebar di depannya. Imelda dan Brian lalu masuk dan berdiri di hadapan seorang pria yang langsung melemparkan tatapan terkejut atas kedatangan mereka berdua.     

"Apa Papa sedang sibuk?" tanya Imelda pada seorang pria yang selama ini telah menjaganya.     

"Tidak ada yang lebih penting dari kalian berdua. Ada yang bisa Papa bantu?" Davin Mahendra mematikan layar monitor di depannya lalu bangkit dan berpindah tempat duduk yang lebih nyaman.     

Brian dan juga Imelda juga ikut duduk bersama Davin Mahendra. Mereka terlihat cukup tegang berada di situasi yang begitu mencekam bagi mereka.     

"Ada yang ingin kami tanyakan pada Papa?" sahut Brian dalam pandangan mata yang mulai berkabut dan juga terlihat sangat sedih.     

"Apa yang sebenarnya terjadi hingga hubungan dua keluarga ini menjadi hancur? Mengapa Papa Adi dan juga Mama Natasya bisa menikah jika mereka tak saling mencintai?" Dua buah pertanyaan langsung dilontarkan Brian pada ayah mertuanya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.