Bos Mafia Playboy

Dua Pria Yang Merepotkan



Dua Pria Yang Merepotkan

0"Mengapa wajahmu terlihat sangat ketakutan?" ledek Vincent sambil melirik Brian yang salah tingkah mendengar pertanyaannya. Ia sengaja ingin menggoda adik iparnya itu.     
0

"Tidak, Kak. Aku hanya .... " Brian tiba-tiba saja telah kehilangan kata-katanya. Ia sangat bingung akan berkata apalagi pada Vincent.     

Tawa Vincent akhirnya pecah juga, ia tak tahan melihat wajah Brian yang terlihat sangat menggelikan baginya. Seolah tanpa dosa, ia menertawakan adik iparnya tanpa henti. Terdengar suara gelak tawa tanpa henti yang memenuhi ruangan itu.     

"Maaf ... maaf, Brian. Aku tak bermaksud membuatmu ketakutan," ucap Vincent sembari tersenyum hangat pada pria di depannya. Dia tak bisa lagi menahan dirinya lagi untuk tidak tertawa.     

"Kupikir Kak Vincent sedang marah padaku." Brian merasa sedikit malu karena sempat berprasangka buruk pada kakak iparnya. Dia tak menyangka jika Vincent hanya mengerjai dirinya saja. Padahal ia sempat benar-benar sangat takut jika kakak dari istrinya sampai marah apalagi membencinya.     

Tanpa dua pria itu sadari, Imelda sudah terbangun dan sempat melihat saat Vincent sedang mengerjai suaminya tanpa perasaan. Meskipun ia kesal, Imelda juga senang melihat kedekatan Brian dan kakaknya. Mereka berdua terlihat begitu akrab, bahkan kalau di lihat-lihat wajah kedua pria itu sedikit mirip.     

"Sepertinya aku benar-benar berjodoh dengan Brian. Nyatanya mereka berdua bisa sangat mirip," gumam Imelda. Ia kemudian berjalan ke arah mereka berdua.     

"Apa yang Kak Vincent tertawakan?" Imelda berpura-pura tak mengetahui apa yang sudah dilakukan oleh kakaknya itu. Padahal ia melihat dan juga mendengar semuanya dengan sangat jelas.     

Vincent langsung tersenyum hangat menyambut kedatangan adik kesayangannya. Seorang perempuan muda yang sangat disayanginya. Bahkan ia rela jika harus hidup sendirian agar bisa memastikan Imelda bahagia.     

"Aku geli melihat wajah suamimu yang seakan telah kehilangan nyalinya. Dia pasti sedang berpikir jika aku hendak memakannya." Vincent kembali terkekeh tanpa henti membayangkan wajah Brian yang terlihat sangat lucu baginya.     

"Apakah Kak Vincent benar-benar sudah sembuh?" tanya Imelda pada seorang pria yang tadi pagi masih berstatus sebagai pasien di klinik Kevin. Namun sekarang sudah berada di rumah keluarganya.     

Tanpa memberikan jawaban lebih dulu, Vincent bangkit dari kursinya lalu memandang pasangan suami istri yang duduk bersebelahan.     

"Lebih baik aku beristirahat saja di kamar. Nikmati waktu kalian berdua," pamit Vincent pada mereka berdua.     

"Berhenti, Kak!" Imelda bangkit dan berdiri di depan kakaknya. Ia menatap tajam kearah Vincent, Imelda merasa jika kondisi kakaknya itu belum cukup baik untuk keluar dari klinik. "Aku sangat yakin jika kondisi Kak Vincent belum sepenuhnya pulih," tegas Imelda dalam tatapan tajam pada pria di depannya.     

"Aku sudah baik-baik saja!" sahut Vincent sembari memalingkan wajahnya sang adik.     

Imelda langsung mengambil ponsel Brian yang tergeletak di atas meja. Dengan sedikit gerakan saja, ia berhasil menghubungi nomor telepon Kevin.     

"Dokter Kevin! Bagaimana kamu bisa mengijinkan Kak Vincent keluar dari klinik?" tanya Imelda pada seorang yang berada jauh dari sana. Wanita itu terlihat sangat serius dan juga sedikit cemas memikirkan keadaan kakaknya itu.     

"Aku mengerti. Terima kasih, Dokter Kevin." Imelda kembali meletakkan ponsel suaminya lalu kembali menatap tajam ke arah Vincent.     

Pria itu seakan telah menyadari kesalahannya. Bahkan Vincent terlihat tak berani memandang wajah Imelda. Dia sedikit takut jika adiknya itu akan mengamuk karena perbuatannya.     

"Adakah yang ingin Kak Vincent katakan?" Sebuah pertanyaan yang membuat hati Vincent bergetar hebat karena tatapan dingin Imelda terhadapnya.     

"Tak ada yang ingin kukatakan sekarang," sahut pria yang semakin gelisah berada dalam situasi yang seolah sedang menghimpitnya.     

Dalam sekali gerakan saja, Imelda berhasil menarik Vincent hingga terduduk tepat di sebelah Brian. Pria itu menjadi duduk dalam kursi yang sama di suasana yang sangat menegangkan dan juga terasa mencekam bagi mereka.     

"Bagaimana Kak Vincent bisa kabur dari klinik Dokter Kevin? Kakak pikir, kondisi Kakak sudah sangat baik?" Imelda berteriak cukup keras membuat kedua pria itu langsung kehilangan kata-katanya. Mereka berdua tak ada yang berani memandang Imelda sama sekali.     

"Aku hanya terlalu khawatir denganmu saja. Apalagi, Kevin mengatakan jika kondisimu sempat memburuk setelah pertemuan kalian dengan Eliza." Vincent mencoba menjelaskan hal itu tanpa berani menatap wajah adiknya sendiri. Dia benar-benar takut, bahkan sangat takut pada kemarahan Imelda.     

Imelda langsung duduk di hadapan dua pria itu. Menatap mereka berdua satu persatu. "Dan kamu, Brian. Apa yang sudah kamu lakukan di dalam toilet restoran itu? Rasanya aku sangat penasaran dengan perbuatan yang mungkin saja dilakukan oleh Eliza," tanyanya dalam wajah dingin yang memperlihatkan kekesalan di dalam dirinya.     

"Itu hanya salah paham, Sayang. Aku tak mungkin melakukan apapun pada Eliza. Kamu juga tahu jika aku hanya mencintaimu saja, Sayang." Brian mencoba untuk menjelaskan tentang perasaannya kepada Imelda. Dia ingin istrinya itu percaya jika tak ada wanita lain di dalam hidupnya.     

Imelda langsung terdiam mendengar penjelasan dari suaminya. Ia bukan tak mempercayai Brian, hanya saja ... Imelda terlalu kesal saat melihat Eliza yang tak menyerah mengejar suaminya. Imelda merasakan api kecemburuan semakin berkobar di dalam hatinya. Dia benar-benar tidak tahan membayangkan Eliza yang terus menerus mengusik hidupnya.     

"Itu juga yang membuat aku sangat mengkhawatirkan kamu, Imelda. Aku sampai kehilangan akal dan langsung meninggalkan klinik begitu saja. Aku tak peduli jika Laura marah karena aku meninggalkan klinik tanpa mengatakan apapun padanya. Yang terpenting aku bisa melihatmu dan memastikan sendiri jika kamu baik-baik saja," ujar Vincent dalam ucapan yang panjang dan lebar. Dia hanya berusaha untuk menyakinkan adik satu-satunya itu.     

Imelda menghela nafasnya cukup dalam. Ia tak habis pikir jika kedua pria itu bisa begitu peduli kepadanya. Sebagai seorang wanita, Imelda merasa sangat istimewa telah diperlakukan begitu baik oleh kedua pria itu.     

"Sebentar lagi Dokter Kevin akan kesini dan memastikan kondisimu, Kak. Kamu bisa beristirahat di dalam kamar dulu," ucap Imelda pada sosok pria yang duduk bersama suaminya.     

"Kenapa harus memanggil Dokter Kevin?" Bukankah kamu juga seorang dokter?" Vincent masih saja tidak rela jika Imelda memanggil seorang dokter yang selama ini telah merawatnya.     

"Diamlah, Kak! Tak perlu protes atau macam-macam," tegas Imelda pada kakaknya.     

Brian hanya bisa mendengar perbincangan serius di antara mereka. Dia tak ingin memperkeruh suasana di antara mereka bertiga.     

"Papa!" Tiba-tiba saja Davin Mahendra sudah masuk ke dalam ruangan itu. Brian langsung berdiri dan menyambut kedatangannya.     

Davin Mahendra langsung duduk di antara mereka semua. Ia memandang mereka semua penuh arti.     

"Kebetulan sekali kalian berkumpul di sini. Ada sesuatu yang ingin Papa jelaskan pada kalian bertiga," ucap Davin Mahendra salam wajah yang sangat serius.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.