Bos Mafia Playboy

Malam Kehancuran



Malam Kehancuran

0"Jangan mimpi kamu, Mahendra! Aku tak mungkin jatuh cinta padamu apalagi harus menjadi kekasihmu!" tegas Natasya pada seorang pria yang sama sekali tak mabuk setelah meneguk beberapa gelas minuman beralkohol.     
0

Adi Prayoga langsung melemparkan senyuman tulus pada kekasihnya, pria itu membelai lembut kepala Irene sembari meneguk minuman yang sudah dituangkan oleh Davin Mahendra sejak tadi.     

"Hentikan, Adi! Kamu bisa mabuk!" peringat Irene pada pria di sebelahnya. Dia khawatir jika kekasihnya itu menjadi mabuk karena minuman keras yang sudah disiapkan oleh Davin Mahendra.     

Setelah meminum beberapa gelas, Natasya terlihat begitu mabuk dan wanita itu tertidur di meja itu. Sedangkan Davin Mahendra masih saja belum termasuk masuk, pria itu terus saja memberikan Adi Prayoga minuman memabukkan itu hingga kekasih Irene itu hampir kehilangan kesadarannya.     

"Minum lagi, Prayoga! Jangan sampai kamu mengecewakan aku," ucap Davin Mahendra dalam kondisi setengah mabuk. Pria itu terus memaksa sahabatnya untuk menghabiskan beberapa botol minuman itu. Padahal Adi Prayoga seolah sudah tak mampu untuk menemaninya minum-minum.     

"Hentikan, Mahendra! Kamu bisa membunuh calon suamiku," protes Irene sambil memegang erat tangan Davin Mahendra agar tidak memberikan minuman memabukkan itu pada kekasihnya dan juga sahabat dekatnya hingga hampir kehilangan kesadarannya.     

Antara sadar dan tak sadar, Davin Mahendra tersenyum memandang kekesalan Irene. Dia sangat tahu jika kekasih dari sahabatnya itu tak pernah mencicipi minuman beralkohol. Ia pun berpikir untuk mengerjai Irene agar mau mencicipi minuman itu.     

"Minumlah sedikit, sebelum aku memaksa Adi Prayoga untuk menghabiskan botol terakhir ini," ancam Davin Mahendra dengan senyuman menggoda untuk memprovokasi Irene.     

"Setelah ini jangan menyuruh Adi untuk meminum apapun, biarkan dia beristirahat," sahut Irene atas sebuah ancaman yang dilemparkannya untuk Adi Prayoga.     

Akhirnya, Irene pun memberanikan diri untuk meneguk segelas minuman itu. Sekali tegukan, ia merasa sangat pusing seakan dirinya langsung melayang-layang.     

"Kamu harus menemaniku sampai botol-botol ini menjadi kosong," ucap Davin Mahendra sembari memandang Irene dengan tidak jelas.     

"Kamu sudah gila, Mahendra." Irene masih saja memegang kepalanya. Dia merasa sangat pusing setelah meneguk segelas minuman itu. "Aku akan membantu Natasya untuk masuk ke dalam kamar tidur," lanjutnya sembari berusaha untuk membangunkan sahabatnya yang sudah terkapar di sana. Sayangnya, ia tak berhasil melakukannya.     

Davin Mahendra kembali menuangkan beberapa gelas minuman lagi di hadapan Irene. Dia merasa jika teman-temannya itu sama sekali tak menikmati pesta yang sudah disiapkan sebelumnya.     

"Jika kamu tak mau menemaniku, biar aku membangunkan Adi Prayoga. Dia harus menemaniku pesta hingga pagi," kata Davin Mahendra dalam kesadarannya yang tinggal setengahnya saja.     

"Jangan bangunkan dia! Biar aku yang menemanimu sampai pagi," sahut Irene dalam kesadaran yang sudah menurun.     

Walaupun kepalanya terasa melayang-layang, Irene mencoba untuk bertahan. Ia tak ingin jika Davin Mahendra sampai membangunkan kekasihnya yang terlihat sudah terlelap.     

"Sepertinya kamu sengaja ingin membunuh kami semua, Davin." Irene mulai merancau tidak jelas. Wanita itu mengatakan banyak hal yang tak berarti, membuat Davin Mahendra senyum-senyum melihat kekasih dari sahabatnya itu.     

"Aku hanya ingin membuat kalian bersenang-senang saja." Davin Mahendra masih saja mampu mengendalikan dirinya dari pengaruh alkohol, meskipun ia sendiri mulai merasakan sesuatu yang cukup mengganggunya.     

Tiba-tiba saja, Irene mencoba untuk bangkit dan berdiri. Padahal sudah sangat mabuk. Pandangannya mulai kabur dan tidak jelas. Dengan jalannya yang terseok-seok, Irene bermaksud menuju ke kamar mandi.     

"Davin! Di mana kamar mandinya?" Irene bertanya dengan sedikit kesadaran yang tersisa. "Sepertinya aku ingin muntah," lanjutnya.     

"Lurus saja. Ada dipojok dekat tangga," sahut Davin Mahendra sembari memandang Irene yang tidak mampu berjalan dengan benar.     

Irene mencoba untuk berjalan mencapai kamar mandi. Namun ia merasa sangat mual yang tak tertahan dan akhirnya muntah di tempatnya berdiri tadi.     

"Irene! Kamu baik-baik saja,?" Dengan wajah panik Davin Mahendra menangkap wanita yang begitu lemas setelah memuntahkan isi perutnya.     

Semua baju Irene sangat kotor dan juga bau tak sedap. Wanita itu juga terlihat berada di antara sadar dan juga tak sadar.     

Entah setan dari mana, Davin Mahendra justru membawa Irene ke kamar dan bermaksud untuk menggantikan bajunya yang kotor dan sangat bau. Satu persatu, ia melucuti seluruh pakaian Irene yang sudah sangat basah. Davin Mahendra tak ingin jika wanita itu sampai sakit gara-gara ulahnya. Setengah mati, pria itu mencoba untuk menahan dirinya agar tak tergoda dengan tubuh Irene.     

Namun ketika semua sudah terlepas, dan Davin Mahendra ingin memakaikan pakaian yang bersih ... tiba-tiba saja, Irene menarik tangannya lalu memeluk dirinya sangat erat.     

"Jangan tinggalkan aku! Kumohon ... aku butuh kehangatan tubuhmu, Adi." Tanpa sadar, Irene justru melepaskan pakaian pria dalam pelukannya. Menyentuh tubuh dalam dekapannya itu.     

"Lepaskan, Irene! Aku bukan Adi." Davin Mahendra berusaha untuk melepaskan diri dari dekapan Irene. Namun tubuhnya tak sejalan dengan pikirannya.     

Di saat Irene mulai meraba sesuatu yang begitu sensitif baginya ... seketika itu juga, Davin Mahendra justru kehilangan akal sehatnya. Ia justru membalas sentuhan Irene dengan sebuah belaian yang tak kalah menggoda.     

"Ahhhh .... " Wanita itu mendesah di kala Davin Mahendra mulai menyentuh area sensitifnya. Tubuh polos itu menggeliat di saat jemari pria itu mulai memainkan sebuah titik yang begitu basah dengan aroma khas yang membuat Davin Mahendra benar-benar tak mampu lagi menahan gairah di dalam dirinya.     

Seperti sedang kesetanan, Davin Mahendra justru mengecup setiap inci tubuh dari Irene. Ia benar-benar melupakan jika wanita yang terbaring di bawahnya itu adalah kekasih dari sahabatnya sendiri. Bahkan mereka berdua akan segera menikah.     

Seolah telah kalap, pria itu membenamkan wajahnya di antara bulatan padat di dada Irene. Memainkan dengan sangat lembut, membuat wanita itu mendesah dia antara sadar dan tak sadar.     

Suara desahan yang diiringi oleh erangan kenikmatan dari Irene, membuat Davin Mahendra semakin lupa diri. Ia pun semakin menenggelamkan dirinya dalam gairah dirinya yang semakin memuncak dan menuntut pelepasan.     

Tanpa pikir panjang, Davin Mahendra langsung menyatukan kedua tubuh itu menjadi satu. Melukiskan perasaan yang terlalu sulit untuk digambarkannya. Nafasnya memburu tak beraturan dengan debaran jantung yang seolah akan meledak. Pria itu benar-benar tak berdaya dalam segala kenikmatan yang sedang dirasakannya. Ia bahkan telah melupakan siapa wanita yang sejak tadi terus mengeluarkan desahan yang membangkitkan gairahnya sebagai seorang pria biasa.     

Dalam keadaan setengah sadar, Irene memejamkan matanya. Mendesah berkali-kali dalam mulut yang sedikit terbuka. Ia terus saja memejamkan matanya karena rasa kenikmatan yang melanda dirinya. Puncak surga dunia yang telah dirasakannya telah membuat dirinya tak sadar, jika pria itu bukan kekasihnya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.