Bos Mafia Playboy

Sebuah Pemandangan Yang Menghancurkan



Sebuah Pemandangan Yang Menghancurkan

0Keesokan pagi harinya, Adi Prayoga baru saja terbangun dari tidurnya. Sudah semalaman ia tertidur di sebuah ruangan yang dipakai untuk pesta bersama sahabatnya itu. Begitu membuka matanya, ia tak melihat Irene di mana pun. Dia pun bangkit dan membangunkan Natasya yang masih tertidur tak jauh darinya.     
0

"Bangunlah, Natasya!" Adi Prayoga mencoba untuk membangunkan sahabatnya dan juga Irene.     

Sontak saja, Natasya memaksakan diri untuk membuka matanya. Kepalanya masih terasa sedikit pusing gara-gara minuman yang diberikan oleh Davin Mahendra kepadanya.     

"Ada apa, Prayoga?" tanya wanita yang baru tersadar dari tidur semalaman. Ia terbiasa memanggil Adi Prayoga dengan nama belakangnya saja. Panggilan itu adalah sebuah panggilan penuh arti dalam persahabatan mereka berempat.     

"Di mana Irene dan Davin Mahendra? Aku tak melihat mereka di sekitar sini. Lebih baik kita mencarinya," ajak Adi Prayoga sembari menarik tangan Natasya agar segera terbangun.     

Dengan tubuh yang masih sangat lemas, seolah nyawa mereka belum berkumpul sepenuhnya ... Adi Prayoga dan juga Natasya memeriksa ke seluruh rumah itu termasuk halaman depan dan juga belakang. Namun mereka sama sekali tak menemukan mereka.     

"Di mana mereka berdua? Apakah kedua orang itu sudah meninggalkan kita berdua saja?" Natasya mulai cemas dan sangat mengkhawatirkan dirinya. Dia takut jika kedua sahabatnya yang lain itu justru meninggalkan dirinya dan juga Adi Prayoga di sana.     

"Tak mungkin mereka pergi, mobil Davin Mahendra saja masih terparkir di sana," sahut Adi Prayoga dalam wajah yang mulai khawatir karena tak menemukan kekasihnya. Dia terlalu penasaran dengan keberadaan mereka berdua. "Aku akan memeriksa di kamar," ucap Adi Prayoga.     

"Aku ikut!" Natasya berlari mengejar Adi Prayoga yang berjalan lebih dulu. Dia juga sangat penasan di mana keberadaan dua sahabatnya yang lain.     

Dengan wajah cemas dan tentunya sangat panik, Adi Prayoga dan juga Natasya mulai memeriksa beberapa kamar di rumah itu. Dua kamar yang baru saja diperiksanya, benar-benar kosong. Tak ada kehidupan apapun di dalamnya. Mereka mulai frustasi karena tak bisa menemukan mereka berdua.     

Adi Prayoga berdiri di depan sebuah kamar terakhir yang belum mereka periksa. Namun ia terlihat sangat ragu untuk membuka pintu kamar itu.     

"Tak mungkin mereka berada di kamar ini, Prayoga. Aku yakin mereka berdua sedang berjalan-jalan keliling melihat pemandangan pagi ini." Natasya mencoba menenangkan hati seorang pria yang sudah cukup lama bersahabat dengannya.     

Pria itu masih saja terdiam di depan pintu kamar. Adi Prayoga sangat ragu dan juga cemas dengan menghilangnya Irene dan juga Davin Mahendra. Tiba-tiba saja, ia merasakan sesak di dalam dadanya. Sebuah perasaan aneh singgah di dasar hatinya. Dengan segala keyakinan dan juga kekuatan di dalam dirinya, Adi Prayoga memutar handle pintu itu lalu mendorongnya ke dalam.     

Begitu pintu terbuka, langit seakan runtuh baginya. Dadanya sesak seketika itu juga, saat melihat sebuah pemandangan yang membuat jantungnya seolah telah berhenti berdetak.     

"Brengsek! Apa yang kamu lakukan dengan kekasihku?" Adi Prayoga berteriak melihat Davin Mahendra dan juga Irene berada di ranjang yang sama tanpa sehelai kain pun.     

Pria itu menghampiri Davin Mahendra yang masih belum terbangun. Sebuah pukulan keras dilayangkan Adi Prayoga pada sahabatnya itu. Beberapa pukulan bertubi-tubi mendarat di wajah Davin Mahendra.     

"Apa yang kamu lakukan, Prayoga? Apa kamu sudah gila?" Davin Mahendra masih saja belum menyadari sosok wanita yang masih terbaring di sebelahnya.     

"Dasar, Brengsek!" Adi Prayoga kembali menghadiahkan sebuah pukulan keras pada sahabatnya itu. Sebuah pukulan yang berhasil membuat Davin Mahendra memalingkan wajahnya ke arah Irene yang masih belum menyadari keributan di antara mereka.     

Dunia mendadak gelap dan kehilangan harapannya. Davin Mahendra sangat terkejut mendapati Irene berada di ranjang yang sama dengannya. Yang lebih mengejutkan lagi, wanita itu benar-benar polos tanpa penutup apapun.     

"Bagaimana ini bisa terjadi? Irene, bangunlah!" Davin Mahendra mencoba membangunkan wanita itu agar segera tersadar dari tidurnya.     

Tak kunjung bangun, Adi Prayoga mencoba untuk membangunkan kekasihnya. Meskipun hatinya hancur berkeping-keping, perasaan cintanya sama sekali tak berubah sedikit pun.     

"Sayang! Bangunlah! Jelaskan apa yang terjadi dengan kalian berdua!" Adi Prayoga sangat frustrasi melihat pemandangan yang sangat menghancurkan hatinya. Seolah segala mimpi dan juga harapannya lenyap begitu saja. Dia tak bisa menahan rasa sakit dan juga luka yang terukir di dalam dadanya. Tanpa sadar, Adi Prayoga pun meneteskan butiran air mata yang sudah tak bisa ditahannya.     

Sayup-sayup terdengar, Irene merasa baru saja mendengar suara kekasihnya. Ia memaksakan diri untuk membuka matanya dalam tubuh yang terasa lemah dan sangat lelah. Begitu membuka matanya, ia melihat Adi Prayoga sudah menatapnya dalam derai air mata.     

"Apa yang terjadi, Adi? Kenapa kamu menangis?" Irene sama sekali tak sadar jika dirinya sedang tidur bersama sahabatnya sendiri. Ia lalu memandang sekeliling, terlihat wajah Adi Prayoga benar babak belur karena luka pukulan. "Bagaimana aku dan Davin Mahendra bisa sama-sama tak memakai pakaian?" Wanita itu sangat terkejut saat menyadari dirinya telanjang. Ia pun menarik selimut untuk menutupi dirinya sendiri.     

"Apa yang sudah kamu lakukan bersama Davin Mahendra, Sayang?" Sebuah pertanyaan dalam derai air mata yang tak mungkin bisa ditahan oleh Adi Prayoga. Ia benar-benar hancur sehancur-hancurnya.     

Belum memberikan jawaban apapun, Irene sudah terisak dalam tangis yang dalam. Dia sadar jika dirinya baru saja melakukan sebuah kesalahan fatal di hadapan calon suaminya sendiri.     

"Maafkan aku, Adi. Aku benar-benar tak ingat, apa yang sebenarnya terjadi semalam? Yang aku ingat, aku sedang menemani Davin Mahendra untuk menghabiskan minuman itu. Bagaimana aku bisa berakhir di ranjang ini bersamanya?" Irene benar-benar terlihat hancur di hadapan calon suaminya. Ia tak mampu lagi memandang seorang pria yang sebentar lagi akan menikahinya.     

"Ampuni aku, Prayoga! Aku benar-benar tak ingat dengan kejadian semalam. Aku benar-benar sangat berdosa padamu." Dalam rasa bersalah dan juga penyesalan yang mendalam, Davin Mahendra berlutut di hadapan Adi Prayoga. Dia merasa sudah mengkhianati sahabatnya sendiri.     

Adi Prayoga terlihat sangat hancur bersama derai air mata yang mengalir di wajahnya. Ia tak tahu lagi harus bersikap seperti apalagi pada mereka berdua.     

Sedangkan di dekat pintu, Natasya berdiri mematung sembari menyaksikan ketegangan di antara mereka. Ia melihat sangat jelas, hubungan persahabatan di antara mereka sudah hancur pagi itu. Natasya juga sangat bingung untuk menghibur mereka semua.     

"Natasya! Aku akan kembali sekarang juga, apa kamu akan kembali dengan mereka atau bersamaku?" tanya Adi Prayoga pada wanita yang seolah telah kehilangan kata-katanya.     

Wanita itu langsung memandang Irene yang masih berurai air mata. Natasya tak mampu melakukan apapun untuk mereka semua.     

"Kembalilah bersama Adi, Natasya," ucap Irene dalam wajah yang terlihat hancur.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.