Bos Mafia Playboy

Menggoda Setelah Mencampakkan



Menggoda Setelah Mencampakkan

0Saat Martin baru saja memberikan sebuah sentuhan disertai dengan ciuman pada Eliza, ponselnya berdering cukup keras. Awalnya, ia sengaja mengabaikan panggilan masuk pada ponselnya. Namun seolah panggilan itu sangat penting dan juga mendesak. Seseorang yang sengaja menghubunginya seolah tak menyerah. Ia pun melepaskan tubuh Eliza dari pelukannya. Bahkan tanpa rasa berdosa, ia membiarkan wanita itu terlihat memohon untuk melanjutkan sentuhannya. Martin sengaja keluar dari kamar di mana Eliza masih berada di sana.     
0

"Ada apa, Brian?" tanya Martin tak bersemangat pada seorang pria yang sudah berusaha untuk menghubunginya beberapa kali itu.     

"Kamu mengganggu kesenanganku saja," protes Martin dalam nada yang penuh kekesalan. Baru saja akan memulai pertempuran menggairahkan antara dirinya dan juga Eliza, anak dari bos-nya itu justru sangat menggangu dengan panggilannya.     

"Tutup mulutmu! Katakan saja, ada apa kamu menghubungiku?" Martin semakin kesal dengan ledekan seseorang di dalam ponselnya.     

"Baiklah." Martin terlihat kehilangan hasrat untuk kembali melakukan percintaannya pada seorang wanita yang sudah menunggu di atas ranjang. "Sialan kamu, Brian!" seru Martin sebelum panggilan itu akhirnya harus berakhir.     

Pria itu kembali masuk ke dalam kamar, terlihat Eliza menarik selembar selimut untuk menutupi bagian tubuhnya yang sudah terbuka.     

"Bersihkan dirimu! Aku akan mengantarmu untuk pulang," ucap Martin cukup dingin pada seorang wanita yang sudah berada di puncak hasratnya.     

"Lalu ... bagaimana dengan yang tadi kita lakukan? Bukankah itu belum apa-apa?" Eliza merasa tak terima saat pria itu mencampakkannya begitu saja. Ia sangat kecewa dengan ekspresi dingin yang ditunjukkan oleh Martin. Padahal sebelumnya, ia telah berhasil membuat dirinya berbunga-bunga dan juga melayang dengan berbagai sentuhan yang diciptakannya.     

Martin terlihat menghela nafasnya lalu masuk ke dalam kamar mandi. Ia sengaja tak menutup pintunya, agar Eliza bisa menyaksikan betapa menawan dan menggoda dirinya.     

"Sial! Setelah mencampakkan aku, ia justru menggodaku!" Dalam segala kekesalan di dalam hatinya, Eliza langsung melepaskan pakaiannya sendiri lalu menyusul Martin ke kamar mandi. Baru juga beberapa langkah ke ruangan di mana Martin berada, pria itu justru berjalan keluar dari sana.     

"Bersihkan dirimu dengan cepat! Aku sedang buru-buru ada pekerjaan darurat," seru Martin tanpa memandang Eliza yang sudah sangat frustrasi karena sikap dingin yang ditunjukkan oleh pria itu.     

Ingin rasanya Eliza melemparkan vas bunga di sebelahnya itu ke arah Martin. Namun ia mencoba untuk tetap bersabar menghadapi sosok dingin yang sulit ditaklukkan itu. Meskipun hatinya sangat kesal, Eliza mencoba untuk bertahan lebih lama. Ia sangat yakin jika dirinya pasti bisa menaklukkan seorang pria yang berlagak dingin padahal mampu memberikan sentuhan hangat untuknya.     

Dengan sangat terpaksa dan dengan hati yang menggerutu Eliza pun mengikuti ucapan Martin untuk membersihkan dirinya. Setelah beberapa saat kemudian, ia pun keluar dengan wajah yang terlihat lebih segar. Wanita itu memandang sosok Martin yang sudah berdiri dengan wajah tampan dalam balutan pakaian lengkap. Untuk sesaat, Eliza jemput terhipnotis dengan pesona yang ditunjukkan oleh Martin.     

"Cepatlah pakai pakaianmu!" Seperti sebuah perintah dari seorang atasan kepada bawahannya. Begitulah cara Martin berbicara kepada Eliza.     

"Tidak bisakah kamu memperlakukan aku dengan lebih baik lagi?" protes wanita yang hanya mengenakan bathrobe untuk menutupi tubuhnya. Eliza terlalu kesal dengan sikap dingin Martin setelah menerima panggilan telepon itu.     

Tanpa diduga sebelumnya, Martin tiba-tiba saja mendekati wanita itu dan langsung menarik tali yang mengikat bathrobe yang dipakainya. Benar-benar tak terbayangkan sebelumnya, ia langsung mencium tengkuk leher Eliza dari belakang sembari meremas kedua bulatan di dada wanita itu.     

"Apakah ini lebih baik?" bisik Martin sambil menggigit lembut telinga wanita yang mulai terbuai dengan sentuhan dari dirinya.     

"Tidak bisakah kamu melanjutkannya, Martin?" Eliza benar-benar memohon kali ini. Seolah ia sudah tak mampu menahan dirinya lagi. Dia benar-benar telah dibuat frustrasi pada setiap sentuhan Martin yang selalu tak sampai klimaks di dalam dirinya.     

Pria itu justru mengambil pakaian Eliza dan membantunya untuk mengenakannya. Bukan apa-apa, wanita itu seolah tak ingin kembali berpakaian lagi. Padahal Martin harus segera bersiap untuk bertemu dengan Brian dan juga Imelda.     

"Aku tak bisa melakukannya sekarang. Ada pekerjaan yang harus kuurus. Kita bisa bertemu lagi lain waktu." Martin mencoba untuk menjelaskan situasi yang sedang dihadapinya. Entah Eliza akan menerima atau tidak, ia tak begitu peduli.     

Dalam kekecewaannya, Eliza kembali memakai sepatu yang tadi dipakainya. Entah sejak kapan, sepatu itu menjadi terasa sesak dan kakinya tak bisa masuk. Martin yang menyadari kekesalan itu, langsung duduk di depan Eliza dan membantunya memakaikan sepatu. Dengan sangat hati-hati, Martin membuat kaki wanita di depannya itu masuk dengan sempurna.     

Lagi-lagi Eliza dibuat terpesona sikap Martin yang sangat lembut kepadanya. Ia benar-benar sudah pasrah atas apapun yang akan dilakukan oleh pria di depannya itu. Yang lebih parahnya lagi, Martin justru memberikan kecupan singkat di kening Eliza.     

"Hentikan, Martin! Aku benar-benar sudah tergila-gila padamu. Jangan sampai aku menjadi gila sungguhan. Kumohon jangan permainkan aku." Eliza sudah tak mampu lagi menahan perasaannya. Ia tak peduli jika Martin akan menganggapnya sebagai wanita murahan. Toh ... dia juga sudah tergila-gila pada pria itu.     

Martin memang tidak berniat untuk mempermainkan Eliza. Namun ia benar-benar harus pergi. Segala sesuatu yang menyangkut Brian dan juga Imelda adalah sebuah urusan yang terpenting baginya. Bukan tanpa alasan, Martin bekerja untuk keluarga Prayoga. Selain itu, ia juga sudah berjanji untuk melindungi adik dari sahabat dekatnya itu.     

"Setelah urusanku selesai, aku akan menghubungimu, Eliza. Aku sama sekali tak bermaksud untuk mempermainkan dirimu sedikit pun," tegas Martin pada seorang wanita yang sudah terpikat oleh dirinya.     

Secara tiba-tiba, Eliza memeluk Martin cukup erat. Rasanya ia tak rela jika harus berpisah dengannya. "Berjanjilah jika kamu akan menemuiku secepatnya, Martin," pinta wanita yang sudah kehilangan akal sehatnya.     

"Aku tak perlu menjanjikan apapun padamu, Eliza. Akan kupastikan jika aku pasti aku menemuimu secepatnya," balas Martin pada wanita yang masih saja memeluk dirinya sangat erat. "Ayo kita keluar, aku akan mengantarmu dulu pulang," ajak Martin.     

Pasangan tanpa status itu langsung keluar dari unit apartemen Marco menuju ke sebuah tempat di mana mobilnya. Begitu Eliza masuk, pria itu lalu melajukan mobilnya ke sebuah kompleks perumahan mewah di pusat kota. Martin menghentikan mobilnya di sebuah rumah mewah berpagar tinggi dengan beberapa penjaga di depan pagar.     

"Darimana kamu mengetahui jika rumahku di sini, Martin?" Eliza sedikit curiga saat mobil itu berhenti di rumah yang tepat. Padahal ia sama sekali belum memberitahukan tempat tinggalnya sama sekali.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.