Bos Mafia Playboy

Tabrakan Beruntun



Tabrakan Beruntun

0"Bagaimana jika ternyata Mama memang berhubungan dengan Jeffrey dan juga Rizal Hartanto?" Sebuah pertanyaan yang dilontarkan Brian tentu saja membuat Martin dan juga Imelda saling memandang satu sama lain. Mereka berdua tak menyangka jika Brian akan mengatakan hal itu dengan cukup vulgar.     
0

"Jangan berpikir yang berlebihan, Brian! Mana ada Mama Natasya berhubungan dengan dua pria sekaligus?" Imelda tak ingin berpikir melebihi batasan. Ia tak mau membuat Brian semakin terpuruk karena semua yang sudah dialaminya selama beberapa hari belakangan.     

Sedangkan Martin ... ia memilih untuk terdiam sembari memikirkan langkah yang harus diambilnya. Pria itu tak pernah menyangka jika orang-orang yang berada di belakang Natasya memiliki pengaruh yang cukup besar. Seorang hakim senior yang cukup tersohor ditambah lagi seorang petinggi badan intelijen yang cukup ditakuti oleh banyak orang. Rasanya akan sangat sulit untuk menembus pertahanan mereka.     

"Mulai sekarang, berhati-hatilah! Bisa saja kalian sedang berada dalam bahaya yang selalu mengintai kapan saja," ujar Martin dalam tatapan sangat serius. Ia tak bermaksud apa-apa, Martin hanya berharap pasangan itu bisa lebih berhati-hati ke depannya.     

Brian menyadari jika ucapan Martin itu adalah sebuah peringatan baginya dan juga Imelda. Ia juga berpikir jika Jeffrey dan juga Natasya akan diam saja tanpa melakukan apapun.     

"Apa kamu sedang menakut-nakuti kami, Martin?" sahut Imelda yang masih mencoba memahami situasi yang sedang mereka hadapi.     

"Aku sama sekali tak berniat untuk menakut-nakuti kalian berdua. Aku hanya sedang mengkhawatirkan keselamatan kalian," jawab Martin tanpa memandang Imelda ataupun Brian. Ia justru melirik ke arah Natasya dan juga Jeffrey yang sudah bersiap untuk meninggalkan restoran. Bukannya semakin tenang, Martin justru bertambah khawatir pada pasangan suami istri di hadapannya itu.     

Tiba-tiba saja, Martin bangkit dari tempat duduknya lalu bersiap untuk meninggalkan restoran. Ia merasa jika ada hal yang lebih penting yang harus dilakukannya.     

"Kalian lanjutkan saja makan siangnya. Aku harus segera pergi, ada hal penting yang lupa kulakukan." Dengan sangat buru-buru, Martin meninggalkan meja di mana Imelda dan Brian berada di sana.     

Mereka berdua menjadi sangat penasaran atas kepergian Martin yang tiba-tiba. Terlebih Imelda, ia merasa ada yang tidak beres dengan Martin. Seolah pria itu sengaja sedang menyembunyikan sesuatu darinya.     

"Aku merasa Martin sedikit aneh hari ini," ucap Imelda lirih sambil menikmati salad buah yang tadi dipesannya.     

"Apa maksudmu, Sayang? Mungkin saja Martin memang ada transaksi penting bersama Papa," sahut Brian tanpa menaruh kecurigaan apapun pada orang kepercayaan dari ayahnya itu.     

Suasana makan siang berubah total. Tak ada lagi perasaan nyaman ataupun menyenangkan seperti saat baru datang. Semua benar-benar sangat berubah.     

"Aku ingin pulang saja, Brian," ucap Imelda dalam wajah tak bersemangat. Mendadak ia kehilangan perasaannya yang tadi sudah sangat baik dan juga bersemangat.     

"Bukankah kamu ingin memetik strawberry?" Brian mencoba membujuk Imelda agar suasana hatinya menjadi lebih baik.     

Imelda hanya menggelengkan kepalanya tanpa memberikan jawaban pada Brian. Wanita itu malah mengerucutkan bibirnya karena tak ingin tetap berada di restoran itu. Dalam hatinya, Imelda hanya ingin segera pulang dan kembali ke rumahnya. Tak ada lagi hal lainnya yang terpikirkan dalam otak maupun benaknya. Entah mengapa tiba-tiba saja Imelda memiliki suasana hati yang buruk dan tak bisa lagi ditahannya.     

Tak mungkin membujuk istrinya lagi, Brian pun pergi ke kasir untuk melakukan pembayaran. Kemudian ia kembali ke sebuah meja di mana Imelda masih duduk terdiam dan tenggelam dalam lamunannya.     

"Sayang!" panggil Brian dalam suara lembut. Pria itu sengaja menarik Imelda agar segera bangkit dari kursinya. Ia bisa melihat jika istrinya itu lebih banyak melamun sejak kepergian Martin dari restoran.     

"Ayo kita segera pulang." Imelda beranjak meninggalkan kursi yang dipakainya lalu berjalan ke depan restoran di mana mobilnya terparkir. Tanpa menunggu suaminya, ia langsung masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang yang berada di sebelah kemudi.     

Begitu masuk ke dalam mobil, Brian menyalakan mesin mobilnya lalu segera meninggalkan tempat itu. Beberapa menit perjalanan, Imelda sama sekali tak membuka mulutnya. Hanya suara deru mesin mobil yang terdengar di antara mereka.     

Brian merasa ada yang aneh dengan Imelda, tak biasanya wanita itu lebih banyak diam tak menunjukkan ekspresi apapun. Seolah ada sesuatu yang membebani hatinya.     

"Sayang .... Apa kamu baik-baik saja?" tanya pria yang mulai khawatir pada istrinya.     

Imelda pun memandang Brian penuh arti, ia memaksakan sebuah senyuman di bibirnya. Tentunya, Imelda tak akan membuat Brian mencemaskan dirinya.     

"Aku baik-baik saja, Brian. Hanya saja, aku merasa jika .... " Wanita itu tak melanjutkan ucapannya karena sebuah keraguan yang cukup besar yang menggangu pikirannya.     

"Katakan saja, Sayang. Jangan membuat aku semakin penasaran dengan dirimu," sahut Brian sembari tetap fokus pada jalanan di depannya. Meskipun sesekali ia masih melirik ke arah Imelda.     

Dengan segala keyakinan di dalam hatinya, Imelda berusaha tetap tenang dan tidak membuat suaminya ikut cemas. Namun tetap saja merasakan perasaannya tak enak dan juga sangat cemas.     

"Aku sedang memikirkan perkataan Martin sebelum ia pergi. Dia bilang kita sedang dalam .... " Belum juga Imelda melanjutkan ucapannya, sebuah mobil tiba-tiba saja menabraknya dari sisi belakang. Terdengar suara dentuman keras dari sisi belakang mobil itu. Sebuah mobil dengan sengaja menabrak mobil yang sedang dikendarai oleh Brian.     

"Hati-hati, Brian! Terus saja berjalan jangan menghentikan mobilnya!" seru Imelda dalam wajah panik. Ia pun memalingkan wajahnya ke belakang, ada sebuah mobil yang sedang mengincar dirinya dan Brian.     

Brian menatap ke arah spion kiri dan kanan, posisi mobil itu sudah sangat dekat dengannya. Dia memang panik, bukan tentang dirinya. Melainkan ... menyangkut keselamatan Imelda dan juga calon anaknya.     

"Cepat hubungi Martin, Sayang!" ucap Brian sembari menambahkan kecepatan pada mobilnya. Ia tak mungkin berhenti lalu turun melawan mereka. Brian berpikir jika akan lebih baik jika ia menghindari keributan apapun jika ada Imelda di sebelahnya.     

Imelda langsung mengambil ponselnya dan menghubungi orang kepercayaan Adi Prayoga itu. Dalam sekali dering saja, pria itu sudah menerima panggilannya. Imelda pun menyalakan speaker di ponsel itu.     

"Tak perlu panik. Aku sudah berada di belakang mobil yang sengaja menabrak kalian," ucapan Martin terdengar cukup jelas dari speaker ponsel milik Imelda.     

"Bagaimana kamu bisa mengetahui jika hal buruk sedang mengancam kami?" tanya Imelda pada pria yang sedang berbicara via ponsel.     

"Percepat mobil kalian! Aku harus berada tepat di belakang mobilmu untuk menghentikan pengacau itu," perintah Martin terdengar sangat tegas meskipun melalui panggilan telepon.     

Dan benar saja ... begitu Brian mempercepat laju mobilnya, Martin langsung masuk di antara dua mobil itu. Secara tiba-tiba, ia menghentikan mobilnya seketika itu juga. Terjadilah tabrakan beruntun, suara benturan keras terdengar sangat jelas di telinga Brian dan Imelda.     

"Martin!" teriak Brian dan Imelda bersamaan.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.