Bos Mafia Playboy

Aku Hanya Mengidamkan Istrimu



Aku Hanya Mengidamkan Istrimu

0Brian seolah baru saja mendapatkan sebuah tamparan keras dan sangat menyakitkan. Dia tak pernah menduga jika Imelda akan mengatakan hal itu kepada dirinya. Wanita yang biasanya sangat cuek, mendadak begitu kesal karena sikapnya.     
0

"Aku tak akan pernah melakukan hal itu, Sayang," ucap Brian pada wanita hamil yang berdiri di samping ayahnya.     

"Aku akan masuk dulu!" balas Imelda pada sang suami. "Papa buruan istirahat. Imelda sudah cukup mengenal Brian dan juga kebiasaan buruknya. Jadi ... Papa tak perlu mengkhawatirkan Imelda." Wanita itu langsung menarik tangan Adi Prayoga dan mengantarkan ayah mertuanya Samapi di depan kamar.     

Adi Prayoga langsung tersenyum hangat pada menantunya. Mengusap lembut kepalanya dalam perasaan kasih sayang yang begitu besar. "Jika Brian membuatmu tak nyaman, lebih baik tinggallah bersama Papa untuk sementara. Paling tidak sampai pria bodoh itu sudah memiliki akal sehatnya lagi," bujuknya pada Imelda.     

"Imelda janji, Pa. Jika Brian sudah sangat keterlaluan, Imelda akan datang menemui Papa." Sebenarnya itu bukanlah janji yang sebenarnya. Wanita itu hanya berusaha untuk menenangkan hati seorang pria yang begitu tulus menyayanginya.     

"Kamu juga lekas istirahat. Papa masuk dulu." Adi Prayoga langsung masuk ke dalam kamar itu.     

Sedangkan Imelda, sempat melihat Brian sebentar. Dia melihat suaminya itu sedang duduk sendirian dalam wajah sedih dan sangat gelisah. Tak ingin mengganggu Brian, ia pun langsung masuk ke dalam kamar dalam perasaan tak tenang. Ada ketakutan di dalam hatinya, bercampur kekhawatiran yang sulit dikendalikannya. Namun Imelda memaksakan diri untuk tetap membiarkan Brian menikmati kesendiriannya.     

Setelah Imelda dan juga Adi Prayoga meninggalkannya sendirian, Brian menjadi sangat bingung. Iya tak tahu apa yang harus dilakukannya saat itu. Sebotol minuman yang tadinya ingin dihabiskan seorang diri, sudah hancur lebur tak tersisa. Brian hanya bisa duduk terdiam sembari memegangi kepalanya sendiri.     

Beberapa menit kemudian, ia pun memutuskan untuk menyusul Imelda di kamar. Nyatanya Brian tak bisa berjauhan dengan istrinya terlalu lama. Sebelum masuk ke kamar, ia menyempatkan diri untuk membasuh wajahnya agar terlihat lebih segar.     

Begitu selesai, Brian langsung masuk ke dalam kamar Imelda. Terlihat ... Imelda sudah berbaring di bawah selimut. Tanpa terburu-buru, ia ikut menyusup ke dalam selimut lalu memeluk istrinya dengan penuh kelembutan dan juga penuh cinta.     

Imelda yang berbaring dengan mata terpejam, cukup terkejut saat seseorang suaminya datang dan memberikan sentuhan lembut di tubuhnya. "Brian ... jangan mengganggu tidurku," protesnya pada sang suami.     

"Apa kamu marah, Sayang?" bisik Brian pada wanita di sebelahnya.     

"Bukankah kamu akan tidur di luar, Brian?" Imelda membenamkan wajahnya di dada seorang pria yang dicintainya.     

Tak langsung menjawab pertanyaan istrinya, Brian justru mendaratkan sebuah kecupan mesra di kening sang istri. Rasanya lebih tenang saat bersama dengan istrinya.     

"Aku tak bisa terlalu lama berjauhan denganmu, Sayang. Maaf ... aku sudah membuat kekacauan di rumah ini," sesal Brian dalam wajah yang begitu sedih karena telah melukai hati Imelda.     

"Kupikir kamu ingin tidur dengan wanita selain diriku, Brian," sahut Imelda pelan dalam mata yang sengaja dipejamkan. Sejujurnya ... Imelda masih sangat kesal pada suaminya itu. Bukan karena Brian yang ingin meminum minuman beralkohol, melainkan karena pria itu ingin tidur sendirian daripada bersamanya.     

Brian semakin mempererat pelukannya, mencium aroma istrinya yang selalu membuatnya rindu. Dengan pelan dan penuh perasaan, ia membelai perut Imelda. Rasanya sudah sangat gak sabar untuk melihatnya datang ke dunia.     

"Aku hanya menginginkan kamu saja, Sayang. Jangan berpikir yang tidak-tidak. " Brian mencoba untuk menyakinkan Imelda jika hanya dirinya yang diinginkan.     

"Tidurlah, Brian. Besok pagi Martin akan datang menjemputmu," ajaknya pada pria yang masih memeluknya cukup erat.     

Dalam sekejap saja, mereka berdua langsung terpejam lalu terbuai dalam mimpi indah. Brian masih saja memeluk Imelda, wanita itupun juga langsung terlelap dalam dekapan sang suami.     

Keesokan paginya, Brian sudah bangun lebih dulu. Dia langsung bersiap untuk bertemu dengan salah satu rekan bisnis ayahnya. Setelah selesai bersiap, pria itu langsung memberikan sebuah kecupan lembut pada wanita yang terlihat masih terlelap.     

"Selamat pagi, Sayang," bisik Brian tanpa menghentikan kecupan dan beberapa ciuman yang cukup menggoda wanita yang masih memejamkan matanya itu.     

Begitu membuka matanya, terpampang wajah tampan Brian sudah berada di sebelahnya. "Haruskah kamu memamerkan ketampananmu itu, Brian?" Kalimat itu yang diucapkannya untuk pertama kalinya pada pria yang baru saja dilihatnya.     

Brian merasa tak ada yang aneh dengan penampilannya itu. Biasanya dia juga akan mendadani dirinya seperti itu. Rasanya tak ada yang berlebihan dengan pakaian dan juga.     

"Aku tidak ada persiapan khusus, Sayang. Memang suamimu ini yang tampan," goda Brian pada Imelda.     

Wanita itu memaksakan diri untuk bangkit dari ranjang, kemudian membuka tirai besar di pinggir kamarnya. Di saat itu juga terlihat Martin baru saja keluar dari mobilnya.     

"Cepatlah keluar, Brian. Martin sudah sampai disini." Imelda masih berdiri di depan jendela kaca besar itu. Kemudian ia langsung masuk ke kamar mandi tanpa banyak bicara. "Aku akan mandi sebentar lalu menemani kalian sarapan bersama." seru Imelda sebelum masuk ke dalam kamar mandi.     

Brian masuk ke dalam dreess room mengambil beberapa barang yang masih bisa diperlukannya. Setelah itu, Brian langsung keluar dan menemui Martin yang juga baru saja sampai.     

Brian langsung melemparkan tatapan tajam yang penuh arti pada pria yang baru saja memiliki masalah dengan lehernya. Andai bukan karena ucapan Imelda sebelum, Imelda pasti menolak akan menolaknya.     

"Ayo kita berangkat!" ajak Martin pada pria yang baru saja keluar.     

"Tunggu, Martin! Imelda ingin kita sarapan bersama," jawabnya ketus tanpa peduli dengan perasaan Brian selama ini.     

Martin langsung menghentikan langkahnya lalu membalikkan badan. "Sepertinya kita harus menunggu istrimu sebentar lagi," ucap Martin yang langsung disambut baik oleh Brian yang lebih dulu duduk di meja makan.     

Kedua pria itu langsung duduk di sebuah meja makan besar di mana mereka biasa melakukan makan bersama. Entah itu pagi, siang atau malam. Tak berapa lama, pintu kamar itu terbuka. Terlihat Imelda baru saja keluar dari sana. Tanpa sadar, kedua pria itu bahkan tak menyadari saat Imelda sudah duduk bersama.     

"Apa yang sedang kalian lihat?" Tiba-tiba saja suara lembut Imelda memecahkan angan-angan kedua pria yang sudah duduk di meja makan.     

"Imelda!" Martin langsung terkejut lalu mengalihkan pandangan pada wanita yang berstatus sebagai istri dari Brian Prayoga itu.     

"Jangan mengidamkan istri orang lain," sindir Brian sembari tersenyum menyambut kedatangan wanita yang sangat dicintainya.     

Martin langsung tersenyum sinis melirik Brian. Wajahnya berubah kesal mendengarkan hal itu. "Aku hanya mengidamkan istrimu, bukan orang lain," sahutnya dingin.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.