Bos Mafia Playboy

Seperti Berangkat Berperang



Seperti Berangkat Berperang

0Menyadari suasana pagi itu masih cukup memanas, Imelda tak ingin menambahkan minyak dalam nyala api itu. Ia pun duduk di antara kedua pria itu dengan wajah tenang, seolah Imelda tak mendengar pembicaraan mereka berdua.     
0

"Lebih baik cepat habiskan makanan kalian! Jangan sampai kalian berdua menjadi terlambat untuk sampai di hotel," ujar Imelda dalam wajah tenang. Bahkan sebuah senyuman hangat terlukis begitu indah di wajahnya.     

Wanita itu lalu memandang sekeliling, seakan sedang mencari seseorang di rumah itu. Imelda pun bangkit dari kursinya dan mendatangi seorang bodyguard yang sedang memeriksa CCTV di dalam rumah itu.     

"Apa Anda melihat Papa?" tanya Imelda pada seorang pria tinggi besar yang baru saja turun dari tangga.     

Sontak saja, sang bodyguard langsung memalingkan wajahnya. Ia melihat Imelda yang berdiri tak jauh darinya. "Bos baru saja pergi sebelum Anda keluar, Nyonya," jawab pria itu cukup ramah.     

"Ohhh ... kalau begitu terima kasih." Imelda langsung kembali ke meja makan dan duduk bersama dua pria yang sejak tadi tak saling bicara.     

Brian langsung saja menatap wanita yang duduk di sebelahnya itu. Ada rasa penasaran yang mengusik sudut hatinya. Tak ingin trus merasa penasaran, ia pun langsung menanyakan keingintahuannya itu pada sang istri.     

"Apa yang kamu tanyakan pada bodyguard itu, Sayang?" Sebuah pertanyaan dilontarkan Brian dengan suara yang terdengar lembut dalam tatapan penuh arti.     

"Aku menanyakan keberadaan Papa. Sejak tadi beliau tidak kelihatan sama sekali," jawab Imelda tanpa melihat suaminya. Ia tetap fokus pada makanan di depannya tanpa melirik Brian sedikit pun.     

Martin yang mendengar pembicaraan mereka bisa merasakan jika Imelda cukup mengkhawatirkan ayah mertuanya itu. "Bos Adi Prayoga sedang memeriksa gudang di pinggiran kota. Sepertinya ada sedikit masalah di sana. Jadi ia sengaja ingin datang dan juga melihatnya sendiri," jelas Martin pada Imelda.     

"Apakah sepagi ini? Mungkinkah pekerjaan papa kali ini sangat berbahaya?" Imelda tak mampu menahan rasa penasaran di dalam hatinya. Dia ingin mengetahui jika ayah mertuanya tidak berada dalam situasi yang berbahaya.     

"Tentu saja tidak berbahaya. Hanya pemeriksaan biasa. Kamu tak perlu mengkhawatirkan Bos Adi Prayoga," tegas Martin pada wanita yang terlihat cukup cemas mengetahui keberadaan ayah mertuanya.     

Setidaknya, Imelda sedikit lega mendengar ucapan Martin kepadanya. Sedangkan sejak tadi Brian hanya terdiam karena ia tak mengetahui apa saja yang dilakukan oleh ayahnya itu. Adi Prayoga lebih sering membicarakan bisnisnya pada Martin daripada anaknya sendiri.     

Begitu sarapan selesai, Brian langsung bangkit dari tempat duduknya. Kemudian ia menyentuh kepala Imelda dengan penuh cinta. "Aku akan berangkat sekarang, Sayang. Baik-baik di rumah." Brian terlihat sangat tidak tega meninggalkan istrinya sendirian di rumah.     

Imelda juga ikut bangkit dari kursinya lalu memandang pria yang sudah menggetarkan hatinya itu. "Berhati-hatilah, Brian. Kembalilah dengan selamat," ujarnya.     

"Rasanya seperti akan ditinggalkan untuk perang saja," cibir Martin yang masih duduk di antara mereka berdua. "Aku akan menunggu di luar saja, daripada harus ikut menangisi drama perpisahan kalian." Sebuah senyuman seringai ditunjukkan oleh Martin sebelum meninggalkan meja makan. Pria itu sengaja memberikan waktu untuk pasangan suami-istri itu.     

"Sialan!" kesal Brian sembari memelototi pria yang tak lain adalah orang kepercayaan ayahnya.     

Brian langsung menyentuh jemari tangan Imelda, kemudian menggenggamnya penuh perasaan. "Aku akan segera kembali begitu semua selesai. Tak perlu khawatir, ini hanya pertemuan biasa." Pria itu mencoba untuk membuat Imelda merasa lebih tenang. Brian tak ingin jika istrinya akan berpikir terlalu berlebihan.     

Pasangan suami istri itu akhirnya berjalan bersama menyusul Martin yang sudah menunggu di luar. Brian langsung masuk ke dalam mobil dengan perasaan berat dan juga sangat tak rela meninggalkan Imelda di rumah sendirian. Begitu mobil itu keluar dari gerbang, Imelda kembali masuk ke dalam rumah itu.     

Beberapa saat kemudian, sampailah Brian dan juga Martin di Diamond Hotel. Kedua pria itu langsung masuk menuju ke sebuah meeting room yang sengaja di pesan sebelumnya.     

Baru saja masuk ke dalam ruangan itu, mereka berdua disajikan sebuah pemandangan yang cukup menggetarkan hati banyak pria di luar sana. Beberapa wanita dengan wajah cantik yang berbalut pakaian sexy sudah menyambut kedatangan mereka berdua.     

"Selamat datang, Brian. Martin. Rasanya sudah cukup lama kita tak jumpa," sapa seorang pria yang berperawakan tinggi dengan wajah yang lumayan tampan. Di sebelah pria itu, ada beberapa wanita dengan model yang sama dengan wanita-wanita yang menyambut kedatangannya tadi.     

"Apa kabar, Tommy? Sepertinya kebiasaan burukmu masih juga tak berubah," sindir Brian pada seorang pria yang sudah cukup lama berbisnis dengan keluarga Prayoga.     

Tommy langsung terkekeh geli mendengar sindiran Brian kepadanya. Dia merasa terhina saat seorang pria brengsek seperti Brian bisa melontarkan perkataan seperti itu.     

"Kebiasaan buruk?" ulang Tommy dalam tatapan yang penuh arti. "Bukankah kita memiliki kebiasaan yang sama? Sama-sama suka mempermainkan banyak wanita. Bukankah kamu bahkan lebih mengerikan dariku?" balasnya telak.     

"Jangan berbicara omong kosong, Tommy! Itu hanya masa lalu kelam saja. Aku tak lagi bermain-main dengan wanita murahan seperti mereka semua," sahut Brian dalam balutan senyuman sinis yang seolah merendahkan para wanita di ruangan itu.     

Wanita-wanita itupun merasa tak suka dengan pembawaan Brian yang terlalu merendahkan mereka. Tak sedikit dari mereka yang menghujat Brian di dalam hatinya. Mereka berpikir jika Brian Prayoga terlalu angkuh dan sangat sombong. Namun tak ada satu pun dari mereka yang berani melontarkan kekesalan di dalam hatinya.     

Mendengarkan perbincangan antara dua pria playboy itu, Martin pun menjadi kesal sendiri. Dia tak suka saat berbisnis dengan ditunggangi oleh ego dalam diri mereka.     

"Tak perlu berdebat untuk sesuatu yang tidak penting!" seru Martin pada dua pria itu. "Katakan! Apa yang membuatmu untuk mengundang kami ke sini?" Tanpa banyak basa-basi, Martin langsung menanyakan alasan Tommy meminta mereka datang ke meeting room hotel itu.     

"Tentu saja kita akan bersenang-senang dengan wanita-wanita ini," goda Tommy sembari meraba tubuh wanita yang duduk di sebelahnya.     

"Brengsek! Kamu pikir aku tak punya pekerjaan lain?" Brian terlihat sangat murka dengan ucapan Tommy yang begitu provokatif.     

Tommy justru tertawa lepas melihat Brian yang mulai terbakar amarah. Sejujurnya, ia sedikit terkejut. Seorang Brian Prayoga yang terkenal sangat playboy langsung menolak beberapa wanita yang ditawarkannya. Hal itu membuat Tommy memikirkan banyak hal tentang anak tunggal dari sang bos mafia itu.     

"Tenang, Brian .... Ayolah, kita bersenang-senang sebentar sebelum membicarakan soal bisnis," bujuk Tommy dalam wajah yang mulai bingung melihat Brian yang sudah sangat berubah.     

"Lebih baik kita pergi saja, Martin. Daripada berbisnis dengan pria brengsek ini!" Brian langsung bangkit dari tempat duduknya dan bersiap untuk pergi.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.