Bos Mafia Playboy

Berjanjilah, Sayang!



Berjanjilah, Sayang!

0Seberkas kesedihan dan juga kepedihan terlukis jelas di wajah Brian. Pria itu benar-benar berada di dalam sebuah titik di mana ia seolah telah kehilangan harapannya. Secuil harapan tersemat di lubuk hatinya yang terdalam. Brian sangat berharap agar Imelda tak membenci dirinya karena scandal yang telah dilakukan oleh ayahnya sendiri.     
0

"Aku akan menunggu di dalam mobil, Martin." Dalam langkah pelan yang terlihat tak bertenaga, Brian pun keluar dari gudang senjata itu menuju mobil yang tadi di bawa oleh Martin.     

Adi Prayoga hanya bisa memandangi kepergian Brian dengan hati tak rela. Namun ia tak mampu melakukan apapun untuk mencegah kepergian anaknya. Dia berpikir ... mungkin saja kebenaran yang baru saja diterima oleh Brian telah berhasil mengoyakkan hatinya. Rasanya, Adi Prayoga telah gagal menjaga hati anaknya sendiri.     

"Martin! Ke manapun Brian dan Imelda akan pergi ... pastikan mereka hidup dengan baik dan juga aman. Lakukan segala bentuk pengamanan terbaik untuk mereka berdua," perintah Adi Prayoga pada pria yang selama ini sudah banyak membantunya dalam segala hal. Bahkan hubungan mereka sudah sangat dekat bak seorang keluarga.     

Martin bisa melihat, bagaimana Adi Prayoga menjadi sangat lemah dan tak berdaya atas sebuah kesalahan di masa lalu. Seorang Adi Prayoga yang terkenal kuat dan hebat, bisa langsung kehilangan taring saat menghadapi anak dan menantunya itu. Namun segala sudah sangat jelas, ada banyak rahasia besar di antara keluarga Mahendra dan Prayoga. "Sebuah rahasia baru saja terungkap sudah sangat kacau, bagaimana jika rahasia yang lain juga ikut tersingkap?" gumam Martin di dalam hati.     

"Aku akan membawa Brian pulang sebelum ia kehilangan akal sehatnya. Hanya Imelda yang mampu untuk menenangkan badai di dalam hati Brian," pamit Martin sebelum menyusul anak dari bos-nya itu.     

Martin pun berjalan cukup cepat ke arah mobilnya terparkir. Dia tak ingin Brian menunggu terlalu lama dan justru semakin memperburuk suasana hatinya. Saat berada tak jauh dari mobilnya, Martin melihat Brian berdiri di sebelah mobil dan sedang berbincang dengan seseorang dalam panggilan telepon. Dia tak yakin, siapa yang sedang berbicara dengan pria yang terlihat sangat menyedihkan itu.     

Di sisi lain, Brian baru menyadari jika Martin sedang berjalan ke arahnya. Dengan wajah panik, ia langsung mengakhiri panggilan itu dan segera masuk ke dalam mobil.     

"Mengapa kamu seperti sedang melihat hantu saat aku berjalan ke sini?" tanya Martin begitu masuk ke dalam mobil dan duduk di belakang kursi kemudi. Pria itu tersenyum simpul melihat kepanikan Brian yang sangat jelas.     

"Itu hanya perasaanmu saja. Sepertinya aku bersikap biasa saja tadi," sahut Brian tanpa memandang wajah seseorang yang sedang berbicara     

dengannya.     

Tak ingin menambahkan kecanggungan di antara mereka, Martin tak menanggapi ucapan Brian yang terakhir. Dia langsung menyalakan mesin mobilnya lalu melaju kencang menyusuri jalanan. Sepanjang perjalanan, kedua pria itu hanya terdiam tanpa melakukan perbincangan apapun. Seolah mereka berdua seperti orang asing yang baru pertama kalinya berjumpa.     

Setelah hampir satu jam perjalanan, sampailah mereka berdua di depan sebuah villa yang selama ini ditinggali oleh Brian dan juga Imelda. Ketika Brian akan membuka pintu untuk keluar dari mobil, Martin langsung menarik tangan pria itu untuk menghentikannya.     

"Kamu bebas membawa Imelda kemanapun kamu mau ... namun kamu harus tetap memberitahu di mana kalian akan tinggal. Aku sudah berjanji pada Vincent untuk menjaga adik kesayangannya itu dari siapapun, termasuk kamu," tegas Martin pada pria yang sudah membulatkan tekad untuk keluar dari rumah yang selama ini memberikan perlindungan apapun untuknya.     

"Aku mengerti, Martin. Setelah menemukan tempat yang baru, aku pasti akan mengabarimu." Brian langsung membuka pintu mobil itu lalu keluar dari sana. Hanya beberapa langkah saja, ia sudah memasuki sebuah rumah yang paling aman dari serangan musuh manapun.     

Dengan sangat terburu-buru, Brian masuk ke dalam langsung menuju kamarnya. Terlihat Imelda sedang duduk di sebuah kursi besar di dekat jendela. Dia langsung menghampiri wanita yang sedang menatap layar monitor di depannya itu.     

"Sayang ... cepatlah kemasi barang-barang milikmu, kita akan segera pergi dari sini," ucap Brian dalam nada yang terburu-buru. Seolah ia sudah tak tahan untuk mengajak istrinya keluar dari tempat itu.     

"Apa yang sedang terjadi, Brian? Bukankah semuanya baik-baik saja saat kamu pergi?" tanya Imelda sembari memandang wajah cemas yang ditunjukkan oleh Brian kepadanya.     

Brian terlihat sangat ragu untuk mengatakan hal itu. Dia takut ... bahkan sangat takut jika Imelda akan membencinya setelah mendengar kebenaran itu. Namun, ia berpikir jika menyimpannya juga akan percuma. Pada akhirnya, Imelda juga akan mendengar hal itu dari orang lain jika ia tak lebih dulu memberitahunya.     

"Maafkan aku, Sayang." Brian baru bisa mengatakan hal itu pada wanita yang sangat dicintainya itu. Terlalu berat untuknya mengatakan scandal antara dua keluarganya itu.     

"Untuk apalagi kamu minta maaf, Brian? Jangan membuat aku menjadi penasaran!" Mendadak Imelda menjadi kesal karena pria di sampingnya itu tak segera mengatakan apapun kepadanya. Brian terlihat sangat berbelit-belit mengatakan hal itu padanya.     

Wanita itu langsung bangkit dari tempat duduknya lalu berdiri menghadap ke arah luar jendela. Imelda merasa jika Brian bersikap sangat aneh setelah kembalinya dari Diamond Hotel.     

"Kenapa kamu malah diam saja, Brian? Cepat jelaskan padaku, mengapa kita harus pergi dari tempat ini?" Imelda meninggikan nada suaranya karena sudah tak sabar untuk mendengarkan penjelasan dari suaminya.     

Brian pun ikut bangkit dan berdiri di samping istrinya lalu beralih memeluk Imelda dari belakang. Rasanya sangat nyaman berada di dekat wanita yang dicintainya itu. Ada juga sebuah rasa takut yang terselip di dasar hatinya. Brian benar-benar sangat ragu untuk mengatakan sesuatu yang sudah mengusik ketenangan hatinya.     

"Berjanjilah, Sayang! Kamu tak akan pernah membenci ataupun meninggalkanku setelah aku mengatakan semuanya padamu," pinta Brian dengan nada memohon dan suara yang mulai tidak stabil.     

"Apa yang harus aku janjikan padamu, Brian? Aku sudah memberikan semuanya padamu," sahut Imelda dalam wajah yang semakin tak mengerti dengan pembicaraan suaminya.     

Dalam sekali gerakan saja, Imelda berhasil memalingkan wajahnya. Dia dan Brian menjadi saling berhadapan dengan jarak yang sangat dekat, hampir tak ada jarak di antara mereka. Sebuah tatapan tajam dan penuh arti sengaja dilemparkannya untuk mengintimidasi Brian. Berharap agar pria di depannya itu segera mengatakan apa yang seharusnya dikatakan.     

Brian bisa merasakan jika istrinya mulai menajamkan tatapan matanya. Tak ingin membuang waktu, ia langsung meraih tangan Imelda dan menggenggamnya erat.     

"Ternyata dugaan Kak Vincent memang benar" Brian langsung menarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapannya kepada sang istri. "Papa Adi dan Mama Irene pernah menjalin hubungan terlarang ... " ungkapnya dalam perasaan bercampur aduk.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.