Bos Mafia Playboy

Kamera Tersembunyi Di Dalam Kamar



Kamera Tersembunyi Di Dalam Kamar

"Apa yang sedang kalian berdua bicarakan?" Tiba-tiba saja Brian datang dan langsung melemparkan sebuah pertanyaan pada Martin dan juga Imelda. "Jangan mengatakan yang tidak-tidak pada istriku," tegasnya dalam tatapan tajam pada pria di sebelah Imelda.     

Martin melemparkan senyuman sinis pada suami dari Imelda itu. Belum apa-apa juga, ia sudah mendapatkan sebuah tuduhan serius dari anak bos-nya itu.     

"Tanyakan saja pada Imelda, apa yang baru saja aku katakan? Aku hanya mengucapkan salam perpisahan padanya," sahut Martin dengan suara yang biasa saja tanpa adanya penekanan pada kata yang diucapkan.     

"Apa-apaan kamu, Brian? Jangan berlebihan pada Martin, membuat malu saja." Imelda berpura-pura kesal pada Brian lalu langsung masuk ke dalam mobil. Dia sengaja melakukan hal itu agar pembicaraan Martin dan juga Brian tidak bertambah panjang. Dengan menambahkan sedikit drama dalam ekspresi wajahnya, tak berapa lama Brian langsung mengikuti Imelda untuk masuk ke dalam mobil.     

Brian melihat istrinya terlihat kesal karena perdebatan ringan antara dirinya dan juga Martin. Rasanya sangat tidak nyaman saat melihat wanita yang dicintainya terus murung dan seolah kehilangan senyumannya. Dengan sangat lembut dan penuh perasaan, Brian menyentuh tangan Imelda dan memberikan belaian kasih sayang.     

"Maaf, Sayang. Aku sudah membuatmu menjadi kesal, jangan menunjukkan wajah yang seperti itu, Sayang. Aku merasa sangat bersalah jika melihatnya." Brian mengatakan hal itu dengan sangat tulus pada wanita yang sangat dicintainya.     

"Lebih baik kita berangkat sekarang," ajak Imelda sembari menahan senyuman di dalam hatinya. Dia tak menyangka dengan sedikit akting saja, Brian langsung mempercayainya.     

Dengan kecepatan sedang, Brian melajukan mobilnya melewati jalanan padat di pusat kota. Lalu-lalang kendaraan terlihat sangat ramai hingga cukup sulit untuk melintasi jalan utama. Imelda yang merasa sudah terlalu lama duduk menjadi sangat tidak nyaman. Beberapa kali ia merubah posisi duduk agar merasa lebih nyaman.     

"Apakah kita masih lama, Brian? Aku merasa sudah sangat lelah duduk terlalu lama di sini." Imelda benar-benar terlihat sangat tidak nyaman. Perjalanan yang cukup macet dan sangat padat, membuatnya menjadi sangat lelah. Mengingat kehamilannya juga semakin membesar.     

Pria itu langsung menolehkan wajahnya ke arah tempat duduk Imelda. Terlihat sekali jika wanita itu sangat tidak nyaman dengan posisi duduknya. Brian merasa menyesal tak mencari jalan alternatif lainnya yang membuat perjalanan bisa lebih cepat.     

"Sebentar lagi kita akan sampai, Sayang," hibur Brian agar menenangkan hati Imelda supaya lebih lebih baik.     

Beberapa menit kemudian, masuklah mobil itu dalam sebuah rumah yang cukup besar dengan pekarangan yang luas. Begitu mobil berhenti, ada beberapa orang yang datang dan langsung menyambut kedatangannya mereka     

"Selamat datang, Sayang." Seorang wanita yang terlihat masih sangat cantik datang dan menyambut kedatangan pasangan suami istri itu.     

Brian pun juga langsung mengajak Imelda untuk berhadapan langsung dengan ibunya. "Dia Imelda, Ma. Istri dan juga seorang wanita yang sangat aku cintai," ucap pria yang terlihat cukup senang bisa mengenalkan Imelda pada ibunya.     

"Salam kenal, Mama Natasya," sapa Imelda pada wanita cantik yang berstatus sebagai mertuanya itu. Dia sedikit terkejut karena Natasya seolah tak berubah sama sekali. Bahkan wanita itu menjadi sangat cantik daripada dahulu sebelum menghilang.     

Natasya langsung melukiskan senyuman di wajah cantiknya dan langsung memeluk Imelda penuh perasaan. "Wajahmu benar-benar mirip dengan sahabat terbaikku," puji Natasya pada istri dari anaknya.     

"Mama terlalu memujiku," sahut Imelda dengan wajah malu-malu atas pujian langsung dari wanita yang sudah melahirkan Brian.     

Natasya mengajak anak dan juga menantunya untuk melihat sebuah kamar di lantai atas. Kebetulan sekali ia sudah menyiapkan sebuah kamar bagi mereka berdua.     

"Masuklah. Ini adalah kamar yang akan kalian pakai selama berada di sini. Semoga kalian berdua akan betah selama tinggal di sini," ujar Natasya dalam tatapan lembut yang penuh kasih sayang.     

Imelda langsung melihat sekeliling kamar itu, secara sekilas tak ada yang aneh dengan kamarnya. Hanya saja, ia sedikit curiga saat Natasya memberikan sebuah kamar di lantai atas. Padahal ia melihat ada banyak kamar di lantai bawah.     

"Apakah Mama tinggal sendirian di rumah ini?" tanya Imelda pada wanita cantik yang sedang duduk di sebuah kursi yang berada di dalam kamar itu.     

Natasya terlihat sedikit terkejut mendapatkan pertanyaan itu dari Imelda. Namun ia berhasil memperlihatkan wajah tenang yang berhias senyuman lembut di bibirnya.     

"Tentu saja, Sayang. Siapa lagi yang mau menemani Mama selama ini? Aku sudah berusaha untuk menemui Brian ... Adi Prayoga selalu saja melarang Mama untuk menemui anak Mama sendiri." Natasya mencoba untuk menceritakan tentang dirinya yang terlalu menyedihkan.     

"Apa! Jadi Papa yang melarang Mama menemuiku? Apa maksud dari semua itu?" Brian mulai terprovokasi dengan ucapan dari ibunya sendiri. Dia merasa semakin membenci ayah kandungnya itu.     

Natasya pun mendekati anaknya yang mulai terbakar dalam amarahnya. "Tak masalah, Brian. Yang terpenting, kita bisa bertemu dan juga hidup bersama sekarang. Bukankah ini lebih dari cukup?" hiburnya.     

Di sudut ruangan, Imelda merasa ada yang aneh dengan Natasya, setelah membuat Brian terbakar dalam amarah ... dia datang bak seorang malaikat tak berdosa yang menghibur suaminya. Hal itu membuat Imelda menjadi berpikir yang sedikit berlebihan pada ibu mertuanya itu.     

"Di mana letak kamar Mama?" Imelda menjadi sangat penasaran pada sosok Natasya yang membuatnya terus bertanya-tanya.     

"Kamar Mama di bawah, Sayang. Apakah kamu ingin melihatnya?" tawar Natasya pada istri dari anaknya. Dia sedang berusaha membangun hubungan yang baik antara dirinya dan sang menantu.     

Imelda langsung mengembangkan senyuman di hadapan sang ibu mertua. "Lain kali saja, Ma. Aku sedikit lelah karena perjalanan panjang ini," sahut Imelda sembari duduk di tepian ranjang yang tertata di tengah ruangan itu.     

Seolah langsung mengerti, Natasya langsung pamit keluar dari kamar itu. "Beristirahatlah, Sayang. Biar Brian yang menemani Mama untuk mengobrol." Natasya sempat memperhatikan senyumannya sebelum akhirnya keluar dari kamar itu bersama Brian yang terlihat sangat merindukan ibunya.     

Imelda langsung membaringkan tubuhnya di ranjang besar yang cukup mewah di kamar itu. Dia memang memejamkan matanya namun tak mampu tertidur. Tak berapa lama, ia bangkit dan melihat halaman samping rumah itu. Dari pandangannya, terlihat beberapa pria bertubuh besar sedang berbicara serius di sebuah kursi di tengah halaman. Ada sebuah daya tarik tersendiri bagi dirinya, mengapa Natasya harus menyewa begitu banyak bodyguard hanya untuk tinggal sendirian? Imelda semakin penasaran dan juga mencurigai sosok wanita yang tak lain adalah ibu mertuanya sendiri.     

Imelda kembali berbaring di ranjangnya, ia melihat ada sesuatu yang aneh di dekat lampu. Dia pun berdiri di atas ranjang dan memeriksa untuk lebih jelas. "Kamera? Berarti kamar ini benar-benar sudah diawasi secara ketat," gumamnya dalam wajah terkejut.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.