Bos Mafia Playboy

Suara Desahan Dari Kamar Sebelah



Suara Desahan Dari Kamar Sebelah

0Imelda merasa semakin aneh dengan orang-orang di rumah itu. Dia pun menatap pria yang baru saja datang lalu melemparkan sebuah pertanyaan untuknya.     
0

"Kenapa kita makan di ruang makan saja?" tanya Imelda dalam tatapan dingin yang penuh arti.     

"Semua atas perintah Nyonya Natasya. Kami hanya menjalankan sesuai instruksi saja," terang pria itu sebelum meninggalkan mereka berdua.     

Wanita itu kembali mendekati suaminya yang nampak diam. "Brian! Apa kamu sudah mendengarnya?" tanya Imelda pada sang suami.     

Brian hanya menganggukkan kepala tanpa memberikan jawaban pada istrinya. Dia pun langsung masuk ke dalam kamar tidur yang akan dipakainya untuk istirahat malam ini.     

Baru beberapa saat membaringkan tubuhnya, terdengar suara ketukan pintu. Imelda langsung membuka pintunya dan melihat dua orang pelayan sedang membawa beberapa makanan untuk makan malamnya.     

"Saya akan meletakkan menu makan malam di meja. Jika ada yang masih kurang, Anda bisa langsung memanggil kami," ucap salah seorang pelayan pada Imelda yang hanya berdiri di dekat pintu.     

Setelah dua pelayan itu pergi, Imelda langsung mengajak Brian untuk makan malam. Awalnya pria itu menolak, namun dengan sedikit rengekan darinya saja ... Brian langsung bangkit dari ranjang dan ikut duduk bersama istrinya.     

"Makanlah yang banyak, Sayang." Brian mengambilkan beberapa makan untuk wanita yang sedang mengandung anaknya itu.     

"Kamu juga, Brian. Jangan sampai tak ada tenaga untuk membelai anakmu ini," goda Imelda sambil senyum-senyum dengan cantiknya. Ia sengaja menggoda suaminya agar kekesalan dan juga kekecewaannya itu bisa teralihkan.     

Seolah baru saja mendapatkan sebuah lampu hijau, Brian langsung meletakkan piring di tangannya lalu beralih menarik Imelda ke dalam pangkuannya.     

"Aku tak membutuhkan makanan ini, Sayang. Tentunya aku akan sangat kenyang hanya dengan memakanmu saja." Dalam sekali gerakan, Brian berhasil menautkan kedua bibir itu menjadi satu. Menciptakan suasana mendebarkan dalam kelembutan dan juga iringan hembusan nafas tak beraturan dari Imelda.     

Pria itu langsung kalap, menenggelamkan diri dalam dalamnya perasaan dan juga rasa cinta yang membara. Menimbulkan percikan api gairah yang membakar kedua jiwa yang saling menyatu dalam suasana keindahan yang tak mungkin mampu dilukiskan.     

"Brian ... apa yang akan kamu lakukan? Bukankah kita akan makan malam?" desah Imelda dalam tubuh yang semakin bergairah, saat Brian memasukan tangannya di balik dress pendek yang melekat di tubuhnya.     

"Ini adalah hidangan makan malam untukku, Sayang," balas Brian tanpa menghentikan aktivitas tangannya yang mulai menerobos masuk dan memberikan sentuhan pada istrinya.     

Imelda lalu teringat sebuah kamera tersembunyi yang tersimpan di dekat lampu kamarnya. Dia tak mungkin orang lain menikmati keindahan itu. Rasanya tak rela harus menyajikan permainan indah yang menggelora itu kepada orang-orang lain tidak bertanggung jawab.     

"Brian ... matikan saja lampunya. Aku ingin bercinta dalam suasana yang berbeda dan tentunya lebih menggairahkan," bisik Imelda dalam gaya yang cukup sensual untuk membangkitkan sesuatu di dalam diri suaminya.     

Wanita itu sengaja tak mengatakan pada Brian tentang kamera pengintai di dalam kamarnya. Imelda ingin mencari waktu yang tepat untuk mengatakan hal itu kepada suaminya.     

Begitu Brian berhasil mematikan lampu di dalam kamar itu, ia langsung menarik Imelda ke atas ranjang. Meskipun suasana sedikit gelap, mereka berdua masih bisa melihat satu sama lain. Bahkan Imelda melihat cukup jelas saat Brian mulai menanggalkan pakaiannya sendiri.     

"Brian .... Apapun yang terjadi, tetaplah berdiri tegak dan tak tergoyahkan. Aku ingin kamu selalu melindungi dan juga berada di sisiku," ucap Imelda sangat tulus. Sebuah perkataan yang secara tak langsung menyiratkan agar Brian tetap bertahan di sisinya. Tak peduli sebesar apapun badai menerjang, Imelda ingin agar suaminya itu tetap kuat dan tidak terkalahkan.     

"Apapun yang kamu inginkan, aku akan melakukannya untukmu, Sayang," bisik Brian lirih di telinga sang istri.     

Entah sejak kapan, Brian sudah membuat Imelda tak tertutupi selembar kain pun di tubuhnya. Meskipun tak mampu melihat seperti saat cahaya terang, suasana gelap malam itu berhasil membuat Brian berimajinasi dengan sangat berbeda.     

"Ahhh ... Brian ... " erang Imelda saat pria itu mulai meremas bulatan pada di dadanya. Dia tak menyangka jika suaminya itu tetap saja mampu membuatnya tak berdaya meskipun berada di tempat yang minim cahaya.     

Brian justru merasakan begitu bergairah saat mendengar suara desahan yang disertai erangan manja dari istrinya. Tak mampu menguasai dirinya lagi, Brian langsung melesatkan serangan paripurna di surga dunia yang begitu indah yang tak mungkin terbantahkan hanya dengan kata-kata saja.     

Sebuah penyatuan yang begitu sempurna, menghadirkan perasaan berbunga-bunga bak di musim semi. Melayangkan kedua insan itu dalam angan-angan yang terlalu indah dan tak ingin diakhiri begitu saja.     

"Sayang .... " Brian terus saja menyebutkan nama istrinya saat merasakan rasa yang luar biasa di dalam penyatuan mereka. Dengan sedikit gerakan saja, Imelda sudah menjerit antara rasa sakit dan juga rasa nikmat yang sudah melebur di dalam dirinya.     

Seluruh tubuh seolah melemas tanpa daya setelah sebuah erangan panjang yang hadir secara bersamaan. Brian langsung memeluk istrinya penuh kasih sayang. Dia benar-benar telah melupakan segala kekesalan dan juga kekecewaannya atas kedua orang tuanya.     

Setelah melakukan aktivitas fisik yang cukup menguras tenaga, Imelda merasa sangat haus dan juga kepanasan. Dia pun meminta Brian untuk mengambilkan minuman dingin di dapur. Wanita itu memang selalu manja saat bersama dengan suaminya. Untung saja Brian tak pernah keberatan dengan segala permintaan Imelda terhadap dirinya.     

"Aku akan ke dapur dulu, Sayang." Brian langsung memakai pakaiannya dan langsung ke dapur untuk mengambil air dingin dai dalam lemari pendingin.     

Malam itu, suasananya terlihat sangat sepi. Bahkan beberapa pelayan sama sekali tak terlihat di dalam rumah. Padahal kalau dipikir-pikir, masih ada sisa-sisa makan malam di kamarnya.     

"Kemana para pelayan itu?" gumam Brian sembari melihat ke luar rumah. Terlihat beberapa orang penjaga masih berjaga di luar rumah itu. Saat memeriksa keluar rumah, Brian melihat sebuah mobil yang sangat asing baginya. Tentunya mobil itu tak ada saat dia datang.     

Brian pun berniat kembali ke kamarnya, ia melewati sebuah kamar yang berada di sebelah tangga. Tiba-tiba, terdengar suara aneh dari sebuah kamar yang dikatakan oleh pelayan kosong tak berpenghuni. Dia pun mendekatkan telinganya ke arah pintu kamar itu.     

Jantung Brian seolah berhenti beberapa detik .... Ia mendengar suara desahan dan juga erangan yang mirip dengan suara ibunya.     

"Mas ... pelan, Mas. Jangan sampai anakku mendengar jeritanku," ucap seorang wanita yang diyakini oleh Brian adalah ibunya sendiri.     

"Tenanglah, Sayang. Bukankah kamu sudah memberikan obat tidur pada mereka berdua. Tidak ada yang akan mendengarkan desahanmu," balas seorang pria yang sedang bergelut mesra dengan wanita itu.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.