Bos Mafia Playboy

Aku Akan Tetap Membunuhmu!



Aku Akan Tetap Membunuhmu!

0Imelda langsung menuju private room yang dipesannya bersama Brian yang berjalan tepat di belakang. Mereka berdua tak peduli jika orang-orang itu mau mengikutinya sampai ke dalam restoran. Toh ... private room di restoran itu cukup kedap suara. Mereka tak mungkin bisa menemukan keberadaan Brian dan juga Imelda jika tak memeriksanya satu persatu ke dalam ruangan.     
0

Saat membuka pintu ruangan itu, Imelda dikejutkan dengan kehadiran sosok yang sangat disayanginya. Wanita itu langsung mengembangkan senyuman di wajahnya saat melihat seorang pria yang sudah dirindukannya.     

"Kak Vincent! Bagaimana Kakak juga bisa berada di sini?" tanya Imelda dalam perasaan yang bercampur aduk menjadi satu. Antara senang dan juga cemas akan keadaan kakak laki-lakinya itu.     

"Kebetulan saat Brian menelepon, aku sedang berada di klinik Kevin. Kakakmu ini langsung bersikeras untuk ikut, padahal kondisinya masih lemah." Martin mencoba menjelaskan alasan Vincent bisa berada di sana. Sahabatnya itu terlalu keras kepala hingga membuatnya menyerah dan akhirnya membawanya.     

Wanita itu langsung duduk di sebelah kakaknya hingga melupakan sang suami yang datang bersamanya. Imelda terlalu fokus pada sosok pria yang tak lain adalah kakak kesayangannya itu.     

"Jangan terlalu dekat denganku, Imelda. Aku takut Brian akan menghabisi aku," goda Vincent dengan sebuah lirikan tajam ke arah adik iparnya.     

"Silahkan lanjutkan kemesraan kalian berdua, aku akan berbicara dengan Martin," sahut Brian dalam senyuman hangat yang penuh arti. Dia tak mungkin cemburu pada kakak iparnya sendiri. Selain itu, Vincent sudah seperti seorang kakak kandung bagi Brian. Meskipun hubungan mereka berdua tak sedekat itu.     

Pria itu beralih duduk di sebelah Vincent, ia mempunya banyak hal yang ingin dibicarakannya dengan orang kepercayaan dari Adi Prayoga itu.     

"Martin! Apa kamu juga sudah mengetahui jika Mama Natasya sedang menjalin hubungan dengan seorang pria yang sama sekali tak terlihat oleh siapapun?" tanya Brian.     

"Itu hanya dugaanku saja. Aku sedang menyelidikinya saat ini. Namun sepertinya sedikit sulit, seolah seseorang dibaliknya benar-benar seseorang yang memiliki pengaruh yang kuat," Martin mencoba untuk menjelaskan semuanya yang sudah diketahuinya.     

Vincent melemparkan sebuah tatapan penuh arti pada sosok pria yang menjadi adik iparnya itu. Dia merasa bersalah telah sangat membencinya tanpa alasan. Padahal Vincent sangat tahu jika skandal hubungan dua keluarga yang menimpa mereka berdua.     

"Brian ... aku sudah mendengar semuanya dari Martin. Meskipun aku sudah menduganya sudah bertahun-tahun yang lalu, rasanya masih sangat menyakitkan mengetahui kebenaran skandal itu," lontar Vincent dalam wajah yang terlihat cukup sedih. Seolah dia sangat mengerti perasaan adik iparnya itu.     

"Itu adalah kesalahan orang tua kita di masa lalu, tak sepantasnya aku membencimu karena hal itu. Namun ... ijinkanlah aku membenci ayahmu, Adi Prayoga. Dia yang sudah menghancurkan semuanya," lanjut Vincent dalam emosi yang mulai tidak stabil.     

Brian sangat mengerti dengan kebencian Vincent kepada ayahnya. Dia pun merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan oleh kakak iparnya itu.     

"Aku pun juga sangat membenci ayahku sendiri .... " Brian merasa tak sanggup untuk mengatakan hal itu pada Vincent. Dia sangat terluka mengetahui ayahnya sendiri telah menjalin hubungan gelap dengan ibu dari istrinya, yang tak lain adalah ibu mertuanya.     

"Sudahlah! Jangan memperdalam kebencian yang kalian tanamkan. Bos tak serendah itu dalam melakukan sebuah hubungan, meskipun itu terlarang." Martin mencoba untuk mengurai ketegangan di antara mereka. Dia tak mau ada tembok pemisah antara mereka.     

Vincent dan juga Brian langsung melemparkan tatapan satu sama lain. Mereka berpikir jika ucapan Martin ada benarnya.     

"Walaupun aku sudah tak membencimu, Brian ... aku akan tetap membunuhmu jika kamu menyakiti adikku. Ingatlah itu!" Sebuah ancaman yang cukup menakutkan dan juga mengerikan. Namun hal itu tak membuat Brian merasa takut. Dia sudah sangat yakin jika tak ada wanita lain selain Imelda di dalam hatinya.     

Brian dan Martin hanya bisa tersenyum mendengar ancaman Vincent yang cukup bisa membuat bulu kuduk berdiri. Mereka menyadari, jika semua yang dilakukan oleh Vincent adalah untuk kebaikan adik perempuan kesayangannya.     

"Aku ingin memperlihatkan sesuatu pada kalian." Martin membuka laptop miliknya dan memperlihatkan sebuah catatan tentang orang-orang yang memakai mobil dinas badan intelijen yang sengaja dibakar oleh Davin Mahendra.     

"Marco baru saja menemukan sebuah catatan yang tersimpan di dalam komputer markas," lanjut Martin dalam wajah yang cukup menegangkan melihat daftar nama orang-orang itu.     

Vincent, Brian dan Imelda langsung mendekati Martin dan melihat daftar nama-nama itu. Mereka sangat penasaran dengan orang-orang yang terlihat dengan trik kotor dan juga menjijikkan itu.     

"Rizal Hartanto .... Bagaimana dia bisa membawa mobil itu? Apa hubungannya seorang hakim dengan badan intelijen?" cetus Vincent dalam rasa penasaran yang cukup mengusiknya.     

"Jeffrey ... sangat masuk akal jika ia membawa mobilnya. Kemudian Davin Mahendra ... jelas sekali Papa pasti akan membawa mobil itu. Sedangkan untuk catatan yang lain adalah petinggi badan intelijen yang setara dengan Papa. Namun di sini terlihat ada dua catatan "no name" sepertinya kita akan sangat kesulitan untuk menemukannya." Imelda mencoba menjelaskan dengan sebuah teori yang paling masuk akal menurut pemikirannya.     

Martin terus memandangi daftar nama itu dengan seksama. Dia tak ingin melewatkan sesuatu yang penting sedikit pun. "Aku yakin ... dalam catatan yang dibakar oleh Davin Mahendra, ada sebuah nama yang sengaja dirahasiakannya," ujar Martin dalam keraguan yang sangat jelas di wajahnya.     

Mereka semua terdiam dengan pemikiran masing-masing. Seolah ada sebuah beban yang memaksa mereka untuk terus berpikir untuk menemukan kemungkinan terbaik dalam pencarian itu. Bahkan Brian terlihat beberapa kali mengusap kepalanya sendiri. Rasanya seperti sedang mencari sebuah jarum di dalam tumpukan jerami.     

"Kenapa Papa harus melindungi seorang kriminal?" Vincent juga semakin tak mengerti dengan ayahnya itu. Seorang Davin Mahendra melindungi sebuah kejahatan, sungguh sangat mengejutkan baginya. Apalagi selama ini, ayahnya itu terkenal sebagai agen terbaik dengan banyak prestasi yang diraihnya.     

"Aku masih tak percaya Papa bisa melakukan hal itu," sahut Imelda dengan wajah sedih dan penuh kekecewaan. Dalam bayangannya, Davin Mahendra adalah sosok terbaik di dalam organisasinya. Bahkan ia dinobatkan sebagai calon pemimpin yang paling sempurna di antara calon yang lainnya.     

Brian dan Martin hanya terdiam tanpa menanggapi perkataan Imelda dan juga Vincent yang terdengar seolah sedang menyalahkan Davin Mahendra. Mereka berdua tak ingin memperkeruh suasana.     

"Bagaimana jika seseorang yang tidak ada di dalam daftar adalah Mama Natasya? Aku curiga jika Mama menjalin hubungan dengan para petinggi organisasi intelijen." Brian juga tak yakin dengan yang diucapkannya sendiri.     

"Bagaimana kamu bisa berpikir begitu, Brian?" Vincent dan Martin menanyakan hal itu hampir bersamaan.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.