Bos Mafia Playboy

Ciuman Penuh Kebencian



Ciuman Penuh Kebencian

0Pagi itu, Brian sengaja meminta seorang perawat untuk membawanya keluar dari ruang pemulihannya. Setelah berhari-hari berada di dalam ruangan, rasa penat benar-benar membuatnya hampir gila. Ditambah lagi jarak yang memisahkan dirinya membuat Brian ingin berteriak karena tak sanggup menahan kerinduan yang mendalam. Sayangnya, dia tak ingin terlihat lemah di hadapan sang istri. Sehingga pria itu berencana kembali ke pelukan istrinya setelah bisa berjalan sendiri tanpa kursi roda. Sebagai seorang suami, dia tak ingin membuat Imelda menjadi cemas karena melihat keadaannya yang cukup memprihatinkan. Sekuat hati dan juga tenaganya, Brian mencoba untuk cepat sembuh dan segera menemui wanita yang semakin dirindukannya. Baru beberapa menit Brian mengobrol dengan seorang perawat yang menemaninya, sesekali dia tersenyum saat perawat itu memberikan candaan. Tiba-tiba saja sebuah tamparan mendarat di wajahnya.     
0

"Brengsek! Kamu bisa duduk di sini sambil senyum-senyum, sementara aku ... menunggumu seperti orang bodoh." Imelda berteriak dengan wajah yang dikuasai dengan amarah yang membakar dirinya.     

Brian seolah telah kehilangan kata-katanya, dia hanya bisa memandangi wanita yang terus memukuli dirinya. Pria itu bisa memahami kemarahan dari sorot mata Imelda terhadapnya.     

Melihat pasiennya mendapatkan perlakuan kasar, perawat itu berusaha menjauhkan Imelda dari suaminya. "Jangan membuat keributan di rumah sakit. Anda tidak boleh menyakiti pasien," ucap perawat itu sambil menarik Imelda agar menjauhi Brian. Namun sayang, kekuatan perawat itu tak sebanding dengan Imelda. Sedikit dorongan dari wanita itu sudah bisa membuat perawat itu terhempas semakin jauh. Sang perawat langsung berlari memanggil petugas keamanan. Dia tak ingin jika pasiennya terluka karena ulah seorang wanita yang baru saja datang. "Pak! Cepat tangkap wanita itu. Dia sudah membahayakan nyawa pasien," serunya sambil menunjuk ke arah di mana Brian berada.     

Kedua petugas yang berjaga itu langsung berlari ke arah pasangan yang terlihat sedang ribut besar. Bahkan tak tanggung-tanggung, Imelda trus saja memukul pundak Brian yang masih duduk di kursi roda. Mereka pun menarik Imelda dengan maksud untuk menghentikan keributan itu. Namun begitu Imelda melepas Brian dan memalingkan wajahnya, kedua petugas itu memucat seketika. "Dokter Imelda!" Hanya itu yang mampu mereka katakan pada wanita yang sedang menatapnya dengan dingin. Dengan wajah ketakutan mereka melepaskan wanita yang terlihat sedang menyakiti seorang pasien itu. Kedua petugas keamanan itu cukup mengenal Imelda. Selain anak dari Davin Mahendra, Imelda sudah beberapa kali melakukan operasi di rumah sakit itu.     

"Apa kalian berdua akan menangkapku?" tanya Imelda dengan ekspresi membunuh. Dia tersenyum sinis menatap dua petugas keamanan rumah sakit itu.     

Sedangkan sang perawat menjadi sangat bingung dengan percakapan mereka. "Kenapa kalian tak menangkapnya? Wanita ini sudah memukuli pasien." Perawat itu kembali berseru kepada kedua petugas keamanan yang terlihat ketakutan dengan tatapan Imelda.     

"Sepertinya ada kesalahpahaman di sini. Pria brengsek ini adalah suamiku dan aku bebas melakukan apapun padanya," sahut Imelda dengan tatapan penuh arti dan juga kekesalan yang semakin membakar dirinya. "Bahkan aku bisa membunuhnya juga jika aku mau," lanjutnya lagi tanpa ekspresi. "Biarkan aku yang membawanya ke kamar. Kalian bisa melanjutkan pekerjaan yang sudah menunggu." Imelda langsung memandangi suaminya yang terlihat sedang menahan rasa sakitnya.     

Perawat dan juga petugas keamanan itu langsung meninggalkan tempat itu dengan wajah pucat. Perkataan Imelda cukup mengintimidasi mereka bertiga. Tak ada yang berani menjawab ataupun menatap wanita cantik yang terlihat sangat menakutkan itu.     

Begitu mereka pergi, Brian langsung menarik istrinya hingga terduduk di pangkuannya. "Maafkan aku, Sayang. Aku hanya tak ingin membuat cemas melihat keadaanku," ucapnya lirih dengan tatapan mata lembut yang mulai berkaca-kaca. Brian merasa sangat bersalah pada wanita yang sedang duduk di pangkuannya itu. Dia merasa telah berdosa telah membuat wanita yang dicintainya menjadi sangat terluka.     

"Brengsek! Aku membencimu, Brian. Sampai mati aku akan tetap membencimu." Tanpa aba-aba Imelda langsung mendarat sebuah ciuman yang penuh gairah di bibir sang suami. Wanita itu tak bisa menahan dirinya karena rasa rindu yang seolah akan segera membunuhnya. Itulah pertama kalinya Imelda berinisiatif untuk mencium pria yang selama ini sangat dibencinya.     

Dalam hatinya, Brian merasakan sebuah kebahagiaan yang begitu besar di dalam hatinya. Dia tak menyangka jika Imelda akan memberikan sebuah ciuman lembut yang penuh cinta. Meskipun berulangkali wanita itu mengatakan jika sangat membencinya. Pria itu sangat yakin jika Imelda mulai jatuh cinta kepadanya. Saat Brian sedang tenggelam ke dalam ciuman yang diberikan oleh istrinya, tiba-tiba saja dia merasakan rasa sakit yang begitu hebat di bekas operasinya. Sekuat tenaga dia menahan rasa sakitnya. Namun tubuhnya tak sekuat pemikirannya. "Sayang!" ucapnya setelah melepas ciuman Imelda.     

Wanita itu menatap bingung wajah suaminya. "Kenapa wajahmu sangat pucat?" cemas Imelda sambil memastikan keadaan Brian. Dia pun memeriksa tubuh suaminya dengan sangat khawatir. "Sial! Jahitan bekas operasinya terbuka. Apakah ini karena aku memukulimu tadi?" Imelda semakin cemas melihat darah yang mulai mengalir di bekas operasi itu. Dengan sangat panik Imelda membawa suaminya kembali masuk ke dalam gedung rumah sakit.     

"Itu bukan karenamu, Sayang. Kamu tak perlu merasa bersalah padaku," balas Brian dengan suara yang cukup lirih hingga tak terdengar jelas di telinga istrinya.     

Imelda sama sekali tak memperdulikan ucapan Brian kepadanya. Dia hanya berpikir untuk dapat segera membawa suaminya dan mendapatkan penanganan medis. "Suster! Tolong bantu aku membawa pasien ke ruang operasi," teriak Imelda begitu masuk ke dalam gedung rumah sakit.     

Beberapa orang perawat langsung menghampiri Brian dan membawanya ke ruang operasi. Mereka cukup mengenal sosok Imelda Mahendra. Bahkan wanita itu juga memiliki ijin khusus untuk melakukan operasi di rumah sakit itu. "Siapa sebenarnya wanita itu tadi?" tanya seorang perawat yang tadi juga melihat keributan antara Imelda dan juga Brian di taman belakang rumah sakit. "Tadi aku melihatnya memukuli pasien beberapa kali," lanjutnya dengan rasa penasaran dan juga kecemasan yang menjadi satu.     

"Jangan banyak bertanya! Itu tidak baik untuk posisimu. Yang jelas wanita tadi adalah Dokter Imelda Mahendra. Dia mendapatkan tempat khusus di rumah sakit ini," jelas perawat lain yang juga ikut membawa Brian yang sudah setengah sadar untuk masuk ke ruang operasi.     

Dengan sangat cepat mereka menyiapkan sebuah ruang operasi untuk mengambil tindakan pada Brian. Tak berapa lama, Imelda masuk di saat pria itu kehilangan kesadarannya. "Bangun, Brian! Brengsek! Jangan membuatku khawatir," seru Imelda dengan kekesalan yang terlukis jelas di wajahnya. Dia langsung memeriksa luka bekas operasi, terlihat sangat jelas jahitan pada luka kembali terbuka. Besar kemungkinan jika Brian pingsan karena terlalu menahan rasa sakit sejak tadi. "Sial! Jahitan di dalam juga ikut terbuka hingga menyebabkan pendarahan pada lukanya," gumam Imelda. "Cepat panggilkan Dokter Anestesi!" perintahnya pada perawat yang juga berada di ruang operasi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.