Bos Mafia Playboy

Bencana Besar



Bencana Besar

0Suasana depan toko kue yang tadinya padat mendadak lebih sepi. Hal itu membuat Martin harus lebih mewaspadai hal-hal buruk yang mungkin saja bisa terjadi. Setelah memperhatikan sekeliling sebentar, terlihat Imelda sudah keluar dari dalam toko. Dalam hatinya merasa sedikit lega melihat wanita itu baik-baik saja. Bahkan begitu keluar dari sana, Imelda terlihat cukup senang dengan wajah berbinar. Martin pun berniat untuk kembali ke mobil di mana anak dari bos-nya menunggu seorang diri di sana. Namun tanpa sengaja, Martin melihat seorang pria yang cukup mencurigakan berjalan ke arah Imelda yang masih berdiri di depan pintu toko. Yang lebih mengejutkan lagi, pria itu membawa sebuah senjata tajam di tangannya. Dia pun berlari secepat kilat ke arah wanita itu. "Imelda! Awas!" teriaknya dengan wajah panik.     
0

Imelda sangat terkejut mendengar teriakan Martin yang tiba-tiba sudah di belakangnya. Wanita itu menjadi lebih waspada dan mencoba menghindari seorang pria mencurigakan yang berjalan ke arahnya. Untung saja dia langsung paham dengan teriakan Martin.     

Dengan sekali gerakan saja, Martin berhasil menghempaskan pria itu hingga tersungkur ke tanah. Senjata yang dibawanya juga terlempar cukup jauh. "Brengsek! Berani-beraninya kamu ingin melukai Imelda." Sebuah tendangan cukup keras melesat ke tubuh pria itu. Martin terus saja memberikan tendangan untuk melumpuhkan pria itu. Dia pun memandang Imelda dan memastikan keadaannya. "Apa kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan cemas.     

"Aku baik-baik saja, Martin," jawab Imelda dengan wajah yang masih sedikit syok. "Martin! Orang itu kabur!" teriaknya saat melihat pria yang tadinya sudah tak berdaya itu, berlari dengan langkah yang terseok-seok. Pria itu langsung masuk ke dalam sebuah mobil dan menghilang begitu saja.     

Sengaja Martin tak mengejar pria itu, dia berpikir bisa melihat rekaman kamera pengawas di sekitar toko. "Biar saja mereka kabur. Kita bisa melihatnya di rekaman CCTV. Ayo kita kembali ke dalam mobil," ajak Martin sambil membawakan belanjaan wanita hamil yang terlihat masih sangat cemas. Mereka pun langsung berjalan menuju ke mobilnya berada.     

Begitu masuk ke dalam mobil, Brian bisa melihat ada yang tidak beres dengan istrinya. "Apa yang terjadi, Sayang?" tanyanya cemas. Dia pun memandang ke arah Martin setelah tak mendapatkan jawaban dari Imelda. Brian yakin jika hal buruk baru saja terjadi. "Apa yang sebenarnya terjadi, Martin?" tanyanya semakin penasaran.     

"Apa yang kamu lakukan di dalam mobil hingga tak menyadari ada seseorang yang berusaha melukai Imelda?" Martin terlihat sedikit kesal karena anak dari bos-nya itu sama sekali tak memperhatikan istrinya. Padahal saat di dalam mobil bersamanya tadi, Brian terlihat begitu memperhatikan istrinya.     

Mendadak Brian menjadi sangat panik, dia langsung menatap Imelda dan memperhatikan wanita di sebelahnya itu. "Apa kamu baik-baik saja, Sayang?" Brian memeriksa tubuh istrinya dengan cukup teliti. Dia ingin memastikan sendiri jika Imelda baik-baik saja. Ada perasaan bersalah yang begitu besar terlukis di wajahnya. Brian menyesal tak menemani istrinya turun untuk membeli kue di toko itu.     

"Tenanglah, Brian. Aku baik-baik saja. Untungnya, Martin datang di saat yang tepat. Meskipun pria itu berhasil lolos, yang terpenting aku tak terluka." Imelda berusaha setenang mungkin berbicara dengan suaminya. Dia tak ingin membuat Brian khawatir dan mengganggu pemulihannya.     

"Apa kamu melihat pelakunya, Martin?" tanya Brian pada pria yang sudah duduk di belakang kemudi.     

Martin mengambil sebuah benda yang terbungkus oleh sapu tangan miliknya lalu memperlihatkan itu pada Brian. "Aku berhasil mengamankan sebilah pisau yang dibawa oleh pelaku penyerangan itu," ungkapnya sambil menatap pisau yang cukup tajam dan terlihat mahal. "Sepertinya pisau ini bukanlah pisau biasa," lanjut Martin tanpa mengalihkan pandangannya. Dia kembali meletakkan barang bukti yang sangat penting itu lalu menyalakan mesin mobilnya. Dengan kecepatan tinggi, Martin melajukan mobil itu menuju villa di mana pasangan itu tinggal. Dia harus memastikan sendiri jika Brian dan Imelda sampai di rumah dengan selamat.     

Beberapa saat kemudian, sampailah mereka di villa tempat mereka tinggal. Brian langsung menggenggam tangan Imelda masuk ke dalam. Mereka langsung duduk di ruang tengah dengan wajah yang masih terlihat cukup tegang. "Martin! Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Brian pada sosok pria yang baru saja masuk menyusul mereka berdua.     

"Aku akan memeriksa plat mobil yang membawa pelaku penyerangan itu pergi." Martin langsung masuk ke sebuah ruangan di mana dia bisa melihat seluruh CCTV dari penjuru kota. Sebuah ruangan di mana Martin bisa melihat setiap sudut kota yang ingin dilihatnya. Dengan kecepatan tangan dan juga keahlian Martin, hanya memerlukan beberapa detik saja untuk melihat karena di sekitar toko kue itu. "Brian! Cepatlah kesini!" teriaknya dari balik ruangan yang cukup tertutup untuk semua orang.     

Brian pun langsung bangkit dari kursinya dan segera menyusul orang kepercayaan ayahnya itu. "Apa yang sudah kamu temukan?" tanyanya pada Martin.     

"Mobil itu atas nama seorang mantan anggota intelijen yang sudah cukup lama menghilang. Bahkan rumor beredar jika orang itu sudah mengkhianati organisasinya," jelas Martin sambil menatap layar besar yang memperlihatkan wajah seseorang pria yang dikatakannya sebagai mantan agen BIN. "Kupikir mereka sengaja ingin menargetkan Imelda. Lagipula mereka tidak ada hubungannya dengan bisnis yang kita jalani. Sepertinya kita harus lebih mengutamakan keselamatan Imelda dan juga baginya," lanjutnya dengan wajah serius dan juga sedikit cemas. Martin benar-benar takut jika hal buruk menimpa Imelda. Dia tak mampu membayangkan bagaimana murkanya Adi Prayoga dan juga Davin Mahendra jika mendengar ancaman untuk Imelda.     

Brian terlihat berpikir dengan wajah gelisah, dia tak pernah membayangkan jika banyak orang yang ingin mencelakakan istrinya. Dia akhirnya mengerti alasan Imelda selalu melakukan penyamaran setiap kali meninggalkan rumah ataupun rumah sakit. "Jangan mengatakan apapun kepada istriku, aku tak ingin membuatnya stress dan mempengaruhi kehamilan," pinta Brian pada Martin.     

"Baiklah. Kita harus memikirkan Imelda dan juga penerus keluarga Prayoga juga Mahendra. Jika hal buruk terjadi, aku yakin akan menjadi bencana besar bagi kita semua," balas Martin dengan cukup serius.     

Tanpa mereka sadari, Imelda sudah berdiri di depan pintu ruangan itu. Dia juga sangat penasaran ingin mengetahui seseorang yang ingin mencelakakan dirinya. "Bencana apa ya yang sedang kalian bicarakan?" Sebuah pertanyaan yang membuat dua pria di dalam ruangan itu langsung membulatkan matanya dengan wajah yang sangat terkejut.     

Brian langsung membalikkan badannya dan berjalan ke arah istrinya. "Sepertinya kamu salah mendengar, Sayang. Kami hanya membicarakan bencana di pinggiran kota yang menghambat transaksi kita," jelas Brian. Dia mencoba untuk menutupi sebuah kebenaran yang baru saja ditemukan oleh Martin. Brian tak mungkin membiarkan Imelda ikut cemas dengan semua yg terjadi.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.