Bos Mafia Playboy

Aku Hanya Milikmu



Aku Hanya Milikmu

0Begitu masuk ke dalam mobil, Brian tak langsung pergi dari halaman parkir depan restoran. Dia justru menatap istrinya begitu dalam, mencoba memahami pemikiran wanita yang sedang duduk di sebelahnya. "Kenapa kamu hanya diam saja, saat melihat Cindy menggodaku?" tanya Brian dengan suara pelan.     
0

Imelda yang tadinya sedang sibuk dengan layar ponselnya beralih memandang ke arah suaminya. "Apa yang harus aku khawatirkan? Bukankah kamu juga menolak wanita itu?" jawabannya ketus.     

Wanita itu kembali menatap layar di depannya, tanpa mempedulikan Brian yang sejak tadi masih terus menatapnya. Bukannya Imelda tak cemburu dengan wanita itu, dia hanya sedang berusaha untuk tidak menambahkan beban dalam pikirannya.     

"Apa kamu sedang marah, Sayang?" tanya Brian dengan wajah cemas. Dia takut jika istrinya itu salah paham dengan Cindy dan membuat jarak di antara mereka.     

"Ayolah, Brian! Aku juga ingin segera istirahat. Jika kamu tak segera menjalankan mobilnya, lebih baik aku naik taksi saja," sahut Imelda tanpa melihat sosok pria yang sedang berbicara dengannya.     

Mau tak mau, Brian langsung menyalakan mesin mobilnya. Melajukan mobil di padatnya jalanan siang itu. Selama perjalanan pulang, tak ada sepatah kata pun yang terucap dari bibir Imelda. Dia pun menjadi sangat bersalah karena kehadiran Cindy yang merusak segalanya.     

Begitu sampai di depan villa milik Prayoga, tanpa mengatakan apapun Imelda langsung keluar dari mobil. Berjalan cepat lalu masuk ke dalam kamarnya. Rasanya dia sudah tak tahan mengingat kejadian di restoran tadi. Rasanya sangat tidak rela, ketika ada seorang wanita yang datang dan menyentuh suaminya. "Brengsek!" teriak Imelda sambil melemparkan ponsel di tangannya.     

Brian yang mendengar suara itu langsung berlari ke kamarnya. Dia tak ingin hal buruk terjadi dengan istrinya. "Sayang ... apa kamu baik-baik saja?" tanyanya sangat cemas. Dia bisa melihat ponsel milik Imelda sudah hancur di sudut ruangan.     

Dengan sekali gerakan saja, Brian sudah berhasil memeluk istrinya. Merasakan nafas memburu Imelda yang terdengar tidak teratur. Wajahnya terlihat merah padam karena menahan amarah di dalam dirinya. "Maafkan aku, Sayang. Tak seharusnya dulu aku berhubungan dengan Cindy. Seharusnya aku tetap menunggumu sampai berhasil menikahimu," sesal Brian.     

Tiba-tiba saja, Imelda terkekeh tanpa henti. Walaupun bibirnya tersenyum lebar bahkan memperlihatkan sebuah tawa, matanya tak mampu selaras dengan itu. Butiran air mata begitu cepat mencair membasahi wajahnya. Dia benar-benar menangis dalam tawanya.     

"Sayang ... kenapa kamu menangis? Katakanlah! Apa yang sudah membuatmu sedih?" tanya Brian begitu     

menyadari wanita di depannya itu meneteskan air matanya.     

"Aku membencimu, Brian. Aku benci saat ada wanita lain yang menyentuhmu," jawab Imelda dengan suara yang sedikit serak dan tidak terlalu jelas. Wanita itu benar-benar terbawa perasaan, ia tidak tahan sekalipun hanya di dalam bayangannya saja.     

Brian kembali memeluk istrinya, membiarkan wanita itu tenggelam ke dalam dekapannya. Sebagai seorang suami, ia merasa sangat berdosa telah membuat istrinya menangis. Brian tak mampu melihat Imelda yang terbakar kecemburuan yang seolah sangat menyiksanya.     

Dengan gerakan yang pelan dan sangat lembut, Brian mengusap air mata di wajahnya istrinya. Mengambil beberapa lembar tissue untuk membersihkannya, mendaratkan sebuah kecupan hangat yang penuh cinta di keningnya. "Jangan cemburu seperti itu, Sayang. Aku hanya mencintaimu saja, tak ada yang lain." Brian mencoba untuk menghibur wanita cantik yang mengandung buah cintanya itu.     

Imelda langsung banyak dari duduknya lalu beranjak ke dekat jendela di kamarnya. "Jangan terlalu percaya diri, Brian. Aku sama sekali tak cemburu padamu. Kamu sudah sangat berlebihan padaku," tegasnya tanpa memandang sosok pria yang sudah cukup peduli padanya.     

Pria itu mengulas senyuman sambil berjalan tanpa suara ke arah Imelda. Dengan gerakan lambat, Brian menyusupkan jemari tangannya ke tubuh sang istri. Sebuah dekapan hangat yang cukup mendebarkan diberikannya pada wanita yang masih menatap kosong kaca jendela kamar itu.     

"Tanpa kamu mengatakan apapun, aku tahu kamu sangat cemburu, Sayang," bisik Brian lirih sambil mengecup tengkuk leher istrinya. Dia tak tahu lagi harus dengan apa menenangkan hati wanita di dekapannya itu. Dengan perlahan namun pasti, Brian sudah menyusuri setiap tengkuk leher Imelda dan beralih ke bibirnya. Menyentuh bibirnya lembut lalu menyesapnya seperti seekor lebah yang menghisap sari bunga.     

"Brian .... " Imelda ingin memberikan protes atas serangan Brian yang telah berhasil membangkitkan gairah di dalam dirinya. Sayangnya, wanita itu tak sempat mengatakan apapun pada suaminya. Pria itu semakin memperdalam ciumannya sambil memainkan lidahnya yang membuat Imelda semakin bergairah.     

Tanpa melepaskan ciumannya, diam-diam Brian melepas kancing kemeja milik istrinya. Menyusupkan tangannya di antara dua bulatan padat dengan puncak yang sangat menantang. Meremasnya pelan dan penuh kelembutan, membuat Imelda seolah semakin melayang di awang-awang.     

Tak puas sampai di sana, Brian pun membenamkan wajahnya di antara dua gunung yang mampu menghipnotis setiap pria yang melihatnya apalagi menyentuhnya. "Nikmati setiap sentuhanku, Sayang. Biarkan aku memilikimu," ucapnya lirih sambil terus memainkan puncak gunung Imelda.     

"Hentikan itu, Brian! Jangan lakukan itu, Brian," rintih Imelda sambil memejamkan kedua matanya. Dia sangat menikmati setiap sentuhan Brian kepada, membuatnya seakan tak berdaya. Hanya mampu pasrah sambil terus menikmati setiap permainan sang suami.     

"Apa kamu tak menyukainya, Sayang?" tanya Brian tanpa melepaskan gerakan tangannya di kedua dada Imelda. Meremas, membelai dan sesekali memainkannya dengan lidahnya. Membuat Imelda semakin mengerang dengan desahan yang tak terkendali.     

Imelda masih memejamkan matanya, membiarkan mulutnya sedikit terbuka sambil mengeluarkan desahan sensual yang menaikan gairah. "Aku menyukainya, Brian. Rasanya aku seperti bisa melayang. Lakukan terus, Brian. Miliki tubuhku sesukamu, hanya milikmu, Brian." Entah sadar atau tidak, Imelda mengatakan sebuah ucapan yang membuat suaminya itu semakin bersemangat untuk menyusuri setiap jengkal tubuhnya.     

Seolah telah mendapatkan lampu hijau, Brian langsung menarik seluruh pakaian Imelda dan hanya meninggalkan secuil kain yang menutupi bagian bawah perutnya. Pria itu semakin kalap, menyentuh membelai dan mengecup lembut seluruh bagian tubuh istrinya. Seakan sudah tak ada hari esok untuk melakukannya lagi.     

Pria itu langsung menanggalkan pakaiannya sendiri. Mempertontonkan seluruh bagian tubuhnya kepada sang istri. Dengan gerakan lembut, Brian sudah berhasil membaringkan Imelda di ranjang besar yang berada di kamarnya.     

Wanita itu terlihat sangat pasrah, seakan hidup dan matinya diserahkan pada Brian. Dia sudah melupakan kecemburuan yang sudah membakar dirinya. Imelda hanya ingin bersentuhan dan juga menikmati momen-momen mendebarkan dan juga mengairahkan dengan suaminya. "Brian .... " Imelda kembali mendesah karena sudah tak sabar menunggu saat-saat menegangkan di antara mereka.     

"Aku akan melakukannya sekarang, Sayang," bisik Brian sambil menciumi telinga lalu beralih ke tengkuk leher istrinya. Mengecupinya dengan sangat rakus dan menenggelamkan diri dalam gairah yang membara bersama Imelda.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.