Bos Mafia Playboy

Terjebak Cinta Satu Malam



Terjebak Cinta Satu Malam

0Davin Mahendra langsung mematung seketika itu juga. Dia tak menyangka jika Imelda akan mengungkit tentang kematian ibunya beberapa tahun silam. Sebelum menjawab pertanyaan itu, ia berusaha untuk bersikap setenang mungkin. Sebagai seorang ayah, Davin Mahendra tak ingin membuat anak perempuan kesayangannya itu harus memikul sebuah beban yang cukup berat. "Bagaimana itu bisa berhubungan dengan kematian mamamu? Kamu terlalu mengada-ada, Sayang," jawabnya sambil tersenyum hangat. "Papa harus pergi sekarang." Davin Mahendra langsung meninggalkan Imelda yang masih belum menerima jawaban atas pertanyaannya.     
0

"Kamu juga bisa melihatnya, Brian. Papaku sengaja menyimpan semuanya sendirian. Hal itu juga yang membuatku semakin membencinya," kesal Imelda sambil menatap suaminya.     

Tanpa menanggapi ucapan istrinya, Brian justru memberikan pelukan hangat pada Imelda. Dia hanya ingin agar wanita yang sangat dicintainya itu, tidak tertekan ataupun berpikir berat tentang kejadian yang terjadi dalam beberapa hari belakangan. "Tenanglah, Sayang. Sebaiknya kamu istirahat dulu sebentar." Dengan sekali gerakan saja, Brian berhasil menggendong istrinya dan mendudukkannya di kursi ruang tengah. "Aku akan menyuruh pelayan menyiapkan makan siang untuk kita," ucapnya lalu pergi ke dapur untuk meminta pelayan menyiapkan makan siang.     

Imelda membaringkan tubuhnya di atas sofa besar yang tadi didudukinya. Dia menatap langit-langit rumah itu sambil memikirkan banyak hal yang sudah terjadi di dalam hidupnya. Wanita itu merasa jika kehidupan yang harus dijalaninya begitu berat. Namun ada satu hal yang membuatnya merasakan sedikit kebahagiaan di dalam hidupnya, Brian dan anak di dalam kandungannya. Dia sadar jika memiliki mereka berdua adalah kebahagiaan yang tak pernah dipikirkan sebelumnya. Imelda baru sadar jika Brian lah sumber kebahagiaannya. Hingga tanpa sadar, ia tersenyum sendiri sambil terus memandangi langit-langit ruangan itu.     

Brian yang sudah berada di dekatnya menjadi sangat penasaran, apa yang membuat istrinya itu terlihat begitu bahagia. Dia pun duduk di sebelah Imelda dan menatapnya penuh cinta. "Apa yang membuatmu terlihat begitu bahagia, Sayang?" tanyanya sambil menyentuh lembut jemari sang istri.     

"Aku bukan bahagia, Brian. Aku hanya tak menyangka jika akan terjebak kisah cinta satu malam. Menjadikan kita terjebak dalam pernikahan ini," kilah Imelda pada sang suami. Dia sengaja menutupi perasaannya karena perasaan malu dan juga gengsi di dalam dirinya. Rasanya terlalu memalukan jika dirinya mengakui perasaan bahagia yang kini mulai singgah di dalam hatinya.     

Brian mencoba memahami jawaban dari istrinya. Namun dia bisa merasakan ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh Imelda. "Apa kamu menyesali pernikahan kita ini, Sayang?" tanyanya lagi.     

"Apa-apaan kamu, Brian! Kamu seperti anak SMA yang baru pertama jatuh cinta saja," sahut Imelda sambil tertawa-tawa tidak jelas untuk menutupi kebohongannya.     

"Ini memang cinta SMA, Sayang. Aku menyimpan perasaan cinta ini sejak kita SMA hingga sekarang," jawab Brian dengan wajah serius dan juga sangat menyakinkan.     

Tiba-tiba saja Imelda kehilangan kata-katanya. Membayangkan Brian yang begitu lama mencintai dirinya, membuat hatinya seolah sesak. Dia tak dapat membayangkan, bagaimana rasanya menjadi Brian yang menyimpan cinta begitu lama. Wanita itu ingin tertawa untuk menyamarkan perasaannya. Namun, bibirnya seolah menjadi beku dan tak bisa bergerak. Imelda hanya bisa menatap suaminya dengan segala perasaan yang sedang ditutupinya. Ternyata usahanya sia-sia. Meskipun mulutnya mengatakan tak ada cinta di dalam hatinya, matanya justru menjelaskan yang sebaliknya.     

Brian kembali tersenyum hangat yang penuh cinta pada istrinya. "Aku sudah tahu semuanya tanpa kamu menjelaskannya, Sayang," ucapnya dengan sangat percaya diri.     

"Apa yang sudah kamu ketahui, Brian?" Imelda terlihat sangat penasaran dengan sebuah jawaban yang akan diberikan oleh suaminya. Tiba-tiba saja, hatinya bergetar hebat dan tak terkendali. Seolah, jantungnya ingin segera melompat dari tempatnya. Dengan segenap kekuatan yang dimilikinya, Imelda berusaha untuk mengendalikan diri dan juga perasaannya.     

Dengan tatapan lembut dan sebuah sentuhan yang cukup berarti di jemari tangannya, Brian akhirnya mengungkapkan apa yang sudah diketahuinya. "Aku tahu jika kamu sangat mencintaiku, Sayang. Kamu tak perlu mengatakan apapun padaku," ungkapnya dengan sebuah senyuman penuh rasa cinta.     

"Apa!" Imelda menutup mulutnya dengan kedua jemari tangan. Dia masih tak menyangka jika Brian akan mengetahui semuanya. "Sebaiknya aku makan dulu." Dengan sangat terburu-buru, Imelda meninggalkan suaminya. Dia sengaja menghindari Brian karena merasa sudah tertangkap basah oleh suaminya sendiri.     

Sedangkan Brian hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum geli melihat tingkah konyol dari istrinya. Namun di matanya, Imelda selalu saja menggemaskan dan membuatnya semakin dalam untuk mencintainya.     

Di sisi yang lain, Martin sedang berdiri di dekat pintu samping. Dia melihat tingkah konyol pasangan yang sedang terbuai asmara itu. Tanpa sadar, ia pun tersenyum sendiri melihat mereka berdua. Hingga Martin tak sadar jika Brian sudah mengetahui keberadaannya.     

"Kamu sengaja mengintip kami, Martin!" cetus Brian sambil berdiri tak jauh dari pria yang masih senyum-senyum sendiri.     

Martin menunjukkan wajah terkejut saat Brian sudah berada di dekatnya tanpa suara apapun. Pria itu terlihat malu-malu tertangkap basah sedang memperhatikan mereka berdua. "Jangan salah paham, Brian. Vincent yang memintaku datang kesini. Dia bilang akan segera datang menemui kalian berdua," jelasnya dengan wajah serius.     

"Lalu ... apa artinya senyumanmu itu saat memandang Imelda?" Brian terlihat sedikit cemburu dengan orang kepercayaan dari ayahnya itu. Bukan tanpa alasan, terang-terangan Vincent berani memperhatikan Imelda dengan berlebihan.     

Pria itu justru terkekeh sendiri. "Rasanya ... aku juga ingin memiliki seorang istri. Melihatmu dan Imelda bertingkah konyol, membuat hatiku bergetar hebat," jelas Martin pada anak pada anak dari bos-nya itu.     

"Mau aku kenalkan dengan teman-temanku?" tawar Brian dengan wajah serius. Dia juga berharap jika Martin segera menemukan pasangan hidupnya. Selama ini, Martin selalu menghindar dari banyak wanita. Bahkan Brian sempat berpikir jika pria itu tak menyukai wanita.     

Martin langsung terkekeh mendengar penawaran Brian terhadapnya. Dia tahu wanita mana saja yang dikenal oleh sosok playboy seperti anak dari bos-nya itu. "Siapa yang akan kamu kenalkan padaku? Apa wanita-wanita murahan di klub malam itu?" ledeknya sambil tersenyum penuh kemenangan.     

"Jangan salah! Teman kuliahku banyak yang menjadi wanita terhormat," sahut Brian.     

"Oh ... aku lupa! Banyak temanmu yang menjadi jaksa, pengacara, bahkan ada yang menjadi seorang hakim. Sedangkan kamu .... " Martin kembali tersenyum sambil melirik pria yang berdiri tak jauh darinya. Dia tahu jika Brian adalah lulusan fakultas hukum di sebuah universitas ternama.     

Mendadak Brian menjadi kesal karena Martin menyinggung tentang pendidikan yang pernah diambilnya. Meskipun dia mendapatkan nilai tinggi, Brian tak pernah berpikir untuk menggunakan ilmu yang didapatkan selama kuliah hukum. "Jangan meledekku, Martin! Kamu juga tak lebih baik dariku." Dengan wajah sangat kesal, Brian langsung meninggalkan Martin untuk menyusul istrinya.     

"Tunggu, Brian!" seru Martin sambil berusaha mengejarnya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.