Bos Mafia Playboy

Kedatangan Vincent



Kedatangan Vincent

0Selesai berbicara serius dengan ayahnya, Imelda kembali masuk ke dalam gedung rumah sakit. Sedangkan Davin Mahendra mendapatkan panggilan darurat dari markas BIN. Wanita itu menyusuri lorong menuju sebuah ruangan di mana Brian masih terbaring dalam keadaan belum sadar. Sebuah rasa penasaran yang begitu besar tiba-tiba singgah di dasar hati. Dia menyesal telah memperlakukan Brian dengan kasar. Dengan sedikit ragu dan juga tubuh yang cukup lelah, Imelda mendekati suaminya lalu duduk di sebuah kursi yang berada tepat di samping ranjang. Disentuhnya jemari tangan yang terasa dingin menyentuh kulit, Imelda kembali memandangi suaminya dengan perasaan yang semakin bergejolak di dalam hati. "Maaf. Aku sudah membuatmu merasakan rasa sakit yang begitu besar." Tanpa sadar Imelda meneteskan air dari pelupuk matanya. Rasanya begitu sesak dan juga menyakitkan melihat pria yang berstatus suaminya itu terbaring dengan wajah pucat. Hingga wanita itu tertidur sambil memeluk tangan Brian.     
0

Beberapa saat kemudian, pengaruh obat bius di tubuh Brian berangsur menghilang. Pria itu mulai membuka matanya perlahan. Hal pertama yang dilihatnya adalah Imelda tertidur dengan wajah cantiknya yang kelelahan. Dia pun berusaha menggapai kepala Imelda dengan tangannya yang masih terpasang selang infus. Brian membelai kepala istrinya dengan lembut dan penuh cinta. "Sayang," panggilnya dengan suara lirih. Pria itu merasakan tangannya yang mulai kesemutan. "Sayang, bangunlah," panggilnya lagi pada wanita yang tertidur di tangannya.     

Antara sadar dan tak sadar, Imelda memaksakan diri membuka matanya lalu membenarkan duduknya. "Maaf. Aku tertidur di tanganmu," sesalnya sambil memandang lembut sang suami.     

"Pulanglah. Kamu terlihat sangat lelah dan pasti butuh istirahat," balas Brian dengan suara lirih diiringi senyuman di wajahnya.     

Air muka Imelda langsung berubah seketika. Dia tak mengerti maksud perkataan Brian kepadanya. Jelas-jelas dia adalah istrinya, pria itu justru mengusirnya untuk segera pergi. Dengan wajah yang masih sedikit mengantuk disertai kekesalan yang sudah berada di puncak kepalanya, Imelda bangkit dari tempat duduknya. Memberikan sebuah tatapan yang cukup mematikan untuk seorang Brian Prayoga yang tak lain adalah suaminya sendiri. "Apa kamu sedang mengusirku, Brian? Apa kamu lebih puas jika para perawat itu yang mengurus dan menemanimu? Padahal jelas-jelas aku yang menjadi istrimu," tegas Imelda yang semakin terbakar amarah yang terus berkobar di dalam hatinya. Wanita itu memalingkan wajahnya dari Brian lalu beranjak ke arah pintu untuk keluar. "Silahkan nikmati kebersamaanmu dengan para wanita-wanita itu," lanjutnya lagi sambil kembali memandang suaminya dengan senyuman sinis yang mengerikan.     

"Sayang. Bukan itu maksudku!" sahut Brian sambil mencabut selang infus dari tangannya lalu mengejar Imelda yang sudah menarik handle pintu. Sayangnya, Imelda sama sekali tak menghiraukan pria yang bersusah payah berjalan untuk menyusulnya itu. Tanpa berpikir panjang, Brian langsung menarik Imelda dan memeluknya erat. Dia sama sekali tak peduli dengan rasa sakit di dalam dirinya. "Jangan tinggalkan aku," ujarnya lirih seolah tanpa daya.     

Begitu mendapatkan pelukan dari sang suami, Imelda langsung melepaskan pelukan itu lalu membalikkan badannya. "Bodoh! Kamu tak boleh banyak bergerak dulu. Lukamu bisa saja kembali terbuka," kesalnya dengan wajah cemas dan juga takut jika kondisi Brian menjadi lebih buruk. Dia pun memaksa pria itu untuk kembali berbaring di atas ranjang di ruang perawatan itu. "Berbaringlah! Aku akan memasang selang infusnya." Imelda mengambil beberapa perlengkapan untuk memasangkan infus baru bagi suaminya.     

"Aku tak memerlukan semua itu, Sayang. Asal kamu bersamaku, pasti aku akan pulih dengan sangat cepat." Brian mengatakan hal itu dengan senyuman tulus di wajahnya yang masih sedikit pucat. Dia hanya ingin hidup bersama seorang wanita yang akan menjadi ibu dari anak-anaknya. "Sayang. Bolehkah aku menanyakan satu hal kepadamu?" Pria itu bertanya dengan wajah serius dan juga tatapan yang begitu lembut.     

Begitu mendengar ucapan suaminya, Imelda langsung meletakkan beberapa benda di tangannya lalu beranjak ke arah Brian yang sudah berbaring di atas ranjang. "Apa yang ingin kamu ketahui dariku?" Bukannya menjawab, Imelda justru membalasnya dengan sebuah pertanyaan juga.     

"Aku merasa jika kamu sudah mencintai aku .... " Brian sengaja menggantung ucapannya. Dia sengaja ingin melihat ekspresi wajah istrinya saat mendengar kalimat itu.     

Wanita itu justru tertawa dengan pandangan yang sedikit aneh. Ada hal yang sengaja ditutupi oleh Imelda pada suaminya sendiri. "Jangan bercanda kamu, Brian. Aku justru sangat membencimu, semua yang kulakukan ini hanya karena kewajibanku sebagai seorang istri. Jangan berpikir berlebihan," sahutnya dengan senyuman sinis namun menyimpan artian yang cukup besar.     

"Bagaimana dengan ciuman yang kita lakukan tadi pagi? Bukankah itu sebuah ciuman yang penuh cinta?" tanya Brian lagi.     

"Apa!" Imelda cukup terkejut mendengar pertanyaan dari pria di depannya itu. Sepertinya dia telah melupakan ciuman panas yang dilakukannya tadi pagi bersama suaminya. Tanpa sadar dia menarik rambutnya sendiri, Imelda terlihat sangat malu dengan kebodohannya sendiri. "Bodoh! Bagaimana aku bisa melupakan hal itu?" gumamnya dengan wajah frustasi. "Itu hanya kesalahpahaman saja. Aku sama sekali .... " Imelda tak bisa melanjutkan ucapannya karena Brian lebih dulu membungkam mulutnya.     

Sebuah ciuman yang begitu lembut dan penuh cinta diberikan Brian pada wanita yang sangat dicintainya sejak SMA. Dia tak tahan saat mendengar Imelda terus saja berkilah dan membohongi dirinya sendiri. Pria itu pun hanya memiliki satu cara untuk membungkam mulut wanita yang selalu berhasil menggodanya. Brian menyesap lembut bibir Imelda lalu memainkan lidahnya di mulut sang istri. Awalnya wanita itu tak merespon sama sekali namun tak beberapa lama, Imelda justru membalasnya dengan tak kalah hebat. Dalam hatinya, Brian tersenyum penuh kemenangan. Dia tak peduli berapa kali istrinya itu mengatakan jika sangat membencinya. Karena semua sikap yang ditunjukkan Imelda justru sebaliknya, wanita itu semakin menunjukkan rasa cinta yang selalu ditutupi selama ini.     

Terlalu tenggelam dalam ciuman yang sangat menggairahkan, pasangan itu tak menyadari ada seseorang yang masuk ke dalam kamar perawatan itu. "Apakah aku harus menutup mataku?" Tiba-tiba saja Davin Mahendra sudah berdiri di depan pintu itu. Dia melihat betapa panasnya ciuman pasangan pengantin baru yang katanya tidak saling cinta itu. Padahal pemandangan yang baru saja dilihatnya cukup untuk menjelaskan seberapa dalam rasa cinta Imelda dan juga Brian.     

"Papa!" Imelda langsung mendorong pelan suaminya lalu menatap ayahnya dengan wajah sangat malu.     

"Apakah kalian akan meneruskan aktivitas panas yang menggairahkan itu?" ledek Davin Mahendra pada anak dan juga menantunya.     

Imelda langsung menghampiri pria yang masih berdiri di depan pintu. "Untuk apa Papa kembali ke sini?" tanyanya sangat penasaran.     

"Vincent kembali sore ini, dia memintamu agar menjemputnya di bandara. Aku akan meminta Marco untuk menemanimu, kebetulan sekali aku dan Alex ada urusan penting," jelas Davin Mahendra sambil memandang anak kesayangannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.