Bos Mafia Playboy

Serangan Di Pagi Hari



Serangan Di Pagi Hari

0Mendapatkan penolakan dari wanita yang sudah menjadi istri sahnya, membuat hati Brian menciut seketika. Harga dirinya seolah telah hancur tak bersisa. Sayangnya, dia tak mungkin bisa marah atau mencaci istrinya sendiri. Lebih baik diam sambil menahan segala perasaan yang semakin bergejolak di dalam hatinya, itulah yang selalu saja dipikirkan oleh Brian Prayoga. Menahan segala amarah dan kekesalannya, dia mencoba untuk memperlihatkan tatapan lembut yang penuh perasaan. Memandang Imelda dengan penuh arti dan juga harapan. "Sebegitu bencikah kamu denganku hingga selalu menolak saat aku menyentuhmu?" Sebuah pertanyaan dari Brian kali ini berhasil membuat Imelda menelan ucapannya sendiri.     
0

"Kamu telah salah paham, Brian! Aku tak bermaksud menolakmu," elak Imelda pada pria di depannya.     

"Jangan mencari-cari alasan lagi!" protes Brian sebelum dirinya membalikan badan dan membelakangi sang istri. Dia hanya tak ingin menunjukkan kekesalannya pada wanita yang sangat dicintainya sejak SMA. Brian masih terdiam sambil terus saja membelakangi Imelda, dia tak berpikir untuk segera membalikkan badannya kembali.     

Melihat sikap Brian yang berusaha untuk menghindarinya, Imelda pun merasa sedikit bersalah. Wanita itu sadar jika selama ini ia terlalu memberikan jarak antara dirinya dan sang suami. Meskipun Imelda sudah menyadari perasaannya sendiri, ego di dalam dirinya tak mau dikalahkan oleh perasaan cinta yang sedang bertumbuh di dalam hati. Dengan sedikit ragu dan hati yang sangat berdebar, Imelda memeluk Brian dari belakang. Dia dapat mencium aroma khas yang dimiliki oleh suaminya, merasakan betapa hangatnya tubuh pria yang sudah begitu tulus mencintainya itu. "Aku tak lagi mencari alasan, Brian." Imelda sengaja mempererat pelukan di tubuh suaminya. "Saat ini, aku hanya ingin memastikan kondisi pemulihan luka bekas operasi ditubuhmu," ucapnya tanpa melepaskan pelukan itu.     

"Apa kamu tidak sedang membodohiku?" Brian terdengar sedang meragukan ucapan wanita yang sedang memeluknya dengan cukup erat.     

"Kamu pikir aku bodoh! Aku tak rela jika harus menjadi janda sebelum anakku lahir," kesal Imelda pada pria yang sedang meragukan dirinya. Dengan wajah yang cemberut, ia membalikan badan Brian dan memberikan kecupan singkat di pipinya lalu berlari masuk ke dalam kamar karena merasa sangat malu.     

Seketika itu juga, tubuh Brian seolah mematung. Dia sangat terkejut mendapatkan sebuah kecupan singkat dari Imelda. Di dalam dadanya, ia merasa jantungnya akan segera melompat keluar. Antara kebahagiaan dan juga rasa tak percaya. Brian langsung berlari menuju ke arah kamar di mana Imelda berada. "Tunggu aku, Sayang," teriaknya sambil memutar handle pintu lalu mendorongnya agar bisa terbuka. Memandangi sekeliling kamar, Brian tak mendapati istrinya di manapun. "Sayang! Apa kamu sedang mandi?" tanyanya sambil berjalan memasuki kamar mandi.     

Imelda langsung tersenyum menyambut kedatangan suaminya. Dia pun menarik tangan Brian dan dan membuat pria itu terduduk di sebuah kursi yang sudah disiapkannya. "Aku aku membantumu mandi, Brian," ucap wanita yang terlihat malu-malu saat melepaskan setiap kancing kemeja milik suaminya.     

"Kenapa kita tak mandi bersama saja? Bukankah ini terlalu pagi untuk hanya sekedar mandi biasa?" Brian kembali melemparkan pertanyaan pada wanita yang mulai menanggalkan kemeja yang tadi melekat di tubuhnya. Dengan sekali gerakan saja, ia berhasil membuat Imelda duduk di pangkuannya. "Apa kamu sedang memikirkan sebuah cara untuk menolakku lagi?" Lagi-lagi sebuah pertanyaan kembali dilontarkan Brian Prayoga.     

Imelda memperlihatkan senyuman hangat di wajahnya. Memberikan tatapan penuh arti pada seorang pria yang sejak tadi terus memandangi dirinya. "Bukan menolakmu, aku hanya ingin memastikan jika lukamu tak terkena air. Biar aku yang membantu membasuh tubuhmu. Lagian ini juga sudah pagi, tanpa sadar kita tidak tidur semalaman," jawabnya dengan tegas namun ada sisi kelembutan yang sedang ditunjukkannya.     

"Baiklah, Sayang. Mungkin kali ini aku akan membiarkanmu. Jangan harap setelah aku sembuh kamu bisa menolak aku lagi," sahut Brian diiringi sebuah kecupan di bibir istrinya.     

Tanpa memberikan jawaban apapun, Imelda langsung mengambil handuk basah untuk membasuh area di sekitar luka bekas operasi. Dengan sangat hati-hati dan juga perlahan, ia melakukannya dengan baik. Membersihkan seluruh tubuh Brian dari kepala hingga ke ujung kaki. Hanya ada satu momen menegangkan yang membuat seorang Imelda berdebar tak karuan, saat dirinya harus membersihkan area di bawah perut suaminya. Rasanya jantung Imelda akan meledak saat itu juga. Setengah mati dia menahan perasaan dan juga melawan hasrat di dalam dirinya.     

"Kenapa wajahmu memerah? Jangan-jangan kamu mulai bergairah setelah melihat milikku ini," ledek Brian sambil melirik area di antara kedua pahanya.     

Wanita itu langsung menaruh handuk basah dan melemparkan selembar handuk kering pada suaminya. "Lanjutkan saja sendiri!" kesal Imelda sambil berjalan ke arah pintu kamar mandi. Belum juga berhasil keluar dari sana, terdengar suara ledakan keras yang begitu dekat. "Suara apa itu?" tanyanya dengan wajah terkejut.     

"Biar aku memeriksa ke depan." Brian bangkit dan melilitkan handuk di tubuhnya.     

"Pakai saja dulu bajumu! Biar aku yang melihat ke depan," balas Imelda sebelum benar-benar keluar dari kamar mandi. Dengan berjalan cepat ia menuju ke depan rumah beberapa penjaga dan bodyguard sudah berhamburan untuk mengamankan rumah itu. "Apa yang terjadi?" tanya Imelda pada seorang bodyguard yang berlari ke arahnya.     

Dengan wajah panik dan nafas yang memburu, sang bodyguard berdiri di depan Imelda. Terlihat pria itu menarik nafasnya cukup dalam sebelum memberikan jawaban. "Ada sebuah bom yang meledak di halaman depan. Kami sedang menyelidiki siapa yang sudah terlibat dengan penyerangan ini," jelas bodyguard itu dengan wajah panik. "Bos meminta Anda dan juga Tuan Brian untuk segera meninggalkan rumah secepatnya," tambahnya dengan serius.     

"Amankan semua orang, jangan sampai ada yang terluka. Segera periksa setiap sudut rumah ini, bisa saja ada bom lain yang siap meledak dan menghancurkan rumah dan seisinya," perintah Imelda pada bodyguard itu.     

Pria bertubuh tinggi dan besar itu langsung menginformasikan perintah Imelda kepada yang lainnya. Mereka pun langsung menyisir seluruh lokasi di rumah dan halaman itu tanpa kecuali.     

Tak berapa lama, Davin Mahendra datang bersama beberapa anak buahnya. Dia langsung masuk dan menemui Imelda yang sedang duduk di kursi tamu dengan wajah cemas. "Apa kamu baik-baik saja?" Pertanyaan itu yang pertama kali ditanyakan oleh Davin Mahendra pada anak perempuannya.     

"Aku dan Brian baik-baik saja, Pa. Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Siapa yang sedang Papa singgung kali ini?" tanya Imelda dengan ekspresi tegang dan juga penasaran.     

Davin Mahendra menyentuh kepala anaknya dan membelainya sebentar. "Cepat tinggalkan rumah ini! Lebih baik kamu dan Brian berada di villa Prayoga. Papa pikir di sana adalah tempat paling aman untuk kalian berdua," ucapnya dengan sangat serius.     

"Bagaimana dengan Kak Vincent? Di mana dia sekarang?" Imelda sangat mencemaskan kakak laki-lakinya itu.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.