Bos Mafia Playboy

Biar Aku Saja Yang Mencintai Imelda



Biar Aku Saja Yang Mencintai Imelda

0Melihat istrinya yang berjalan keluar dari villa, Brian pun berinisiatif untuk menyusulnya. Dia melihat jika Imelda berjalan ke arah dua pria yang terlibat perbincangan serius di tengah-tengah halaman di sekitar villa. Tanpa membuang waktu, Brian berjalan ke arah mereka semua. Namun ada sesuatu hal yang memaksanya untuk menghentikan langkah. Sebuah pertanyaan dari wanita yang dicintainya itu berhasil membuat jantungnya berhenti sesaat.     
0

"Apa maksud Kakak ... Mama Natasya berhubungan dengan penyebab kematian Mama?" tanya Imelda pada kakak laki-laki kesayangannya.     

Martin yang menyadari kedatangan Brian langsung memucat seketika itu juga. "Brian!" serunya yang membuat pasangan adik dan kakak itu langsung mengarahkan pandangannya pada sosok pria yang masih berdiri di belakang mereka.     

Dalam rasa penyesalan di dalam hatinya, Imelda pun menghampiri suaminya. Memeluk lengan Brian dengan penuh perasaan. "Jangan salah paham dulu, Brian," sesalnya dengan tatapan penuh rasa bersalah. Walaupun Imelda berharap suaminya itu tak mendengar pertanyaan yang terucap dari mulutnya, ia yakin jika Brian pasti mengetahui pembicaraan mereka.     

"Tak perlu merasa bersalah, Sayang. Sampai sekarang, aku juga tak pernah mengetahui alasan kepergian Mama Natasya di hari pemakaman Mama Irene." Brian tak ingin membuat wanita yang dicintainya merasa bersalah. Dia juga tak menyalahkan siapapun yang berpikiran tidak-tidak tentang ibunya. "Yang aku ingat ... hari itu setelah pulang dari pemakaman Mama Irene, Papa dan Mama masuk ke ruang kerja. Aku tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Namun aku mendengar dengan sangat jelas, beberapa kali Mama Natasya menyebut nama Mama Irene," ungkap Brian dengan wajah yang begitu sedih. "Aku yakin jika mereka bertengkar hebat hingga akhirnya Mama memilih pergi dari rumah. Sejak saat itu aku tak pernah berjumpa dengan Mama lagi," lanjutnya dengan suara yang terdengar mulai bergetar dan terbawa perasaan. Dia benar-benar merasa kehilangan seorang ibu yang sudah melahirkannya.     

Imelda ikut merasakan kesedihan suaminya. Rasa sesal dan juga kecewa bersarang di dalam dadanya. Dia kecewa pada dirinya sendiri, tak pernah berpikir jika ucapannya bisa membuat pria di sebelahnya itu akan terluka. "Maafkan aku, Brian. Aku sangat tahu jika Mama Irene dan juga Mama Natasya saling menyayangi. Kamu bahkan melihat sendiri kedekatan di antara mereka." Imelda langsung memandang ke arah Vincent yang berdiri tak jauh dari mereka. "Bukankah Kak Vincent juga melihat sendiri hubungan Mama Irene dan juga Mama Natasya? Kakak selalu menemani Mama Irene setiap kali bertemu dengan Mama Natasya," tanya Imelda pada kakak laki-lakinya.     

"Aku memang melihat sendiri jika mereka sudah seperti dua orang wanita yang menjadi saudara," jawab Vincent tanpa merubah ekspresi wajahnya yang dingin dan terlihat sangat datar.     

"Haruskah aku bertanya langsung kepada Papa?" sahut Brian dalam suasana ketegangan yang telah tercipta di antara mereka. Dia ingin semua kebenaran yang selama ini telah menjadi misteri dapat terungkap. Brian bisa saja melupakan tentang perasaannya sendiri. Sayangnya, ia tak pernah bisa mengabaikan perasaan wanita yang sudah sangat dicintainya itu. "Aku akan menemui Papa Adi sekarang juga," lanjutnya sambil membalikkan badan untuk meninggalkan mereka semua.     

Melihat Brian yang pergi begitu saja, Imelda langsung berlari mengejar suaminya itu. "Tunggu, Brian!" teriaknya sambil berlari ke arah pria yang menghentikan langkah saat seorang wanita memanggilnya.     

"Ada apalagi, Sayang? Aku ingin semuanya menjadi lebih jelas," ucap Brian dengan sangat tidak sabar.     

"Kalau kamu sampai melangkahkan kaki dari gerbang itu .... " Imelda menunjuk sebuah gerbang tinggi di villa dengan penjagaan yang sangat ketat itu. "Lebih baik aku tak melihatmu untuk selamanya," ancamnya dengan wajah sangat serius dan juga menyakinkan.     

Jelas-jelas tak memiliki pilihan, Brian langsung kembali melangkah ke arah istrinya. Cintanya yang begitu besar membuat dirinya sangat lemah di hadapan Imelda Mahendra. Dia tak mungkin mampu melawan sosok wanita yang sedang mengandung buah cintanya itu. "Apa maksudmu, Sayang? Sebegitu inginkah kamu mau meninggalkan aku?" Sebuah pertanyaan yang sudah cukup membuat Imelda dan juga dua pria yang sejak tadi memperhatikannya itu menjadi tertegun sejenak.     

"Bodoh!" seru Imelda dengan wajahnya yang sangat kesal. Sebuah tatapan begitu tajam tersorot dari matanya seolah ingin menghabisi pria di depannya itu. "Kamu pikir ... aku melakukannya untuk apa? Semuanya ini karena aku begitu peduli padamu, Brian," terangnya pada Brian yang semakin bingung mendengar penjelasan istrinya sendiri. "Karena aku sangat mencintaimu, Brian. Tak akan kubiarkan hal buruk terjadi padamu. Apalagi sekarang adalah masa pemulihanmu dari operasi." Imelda mencoba untuk memberikan pengertian yang cukup gamblang agar Brian tak lagi salah paham terhadapnya.     

Martin mencoba untuk menahan senyuman di wajahnya. Pria itu tak menyangka jika Brian bisa sebodoh itu. "Imelda! Sepertinya suamimu itu tak mengerti betapa kamu mencintainya," sindir Martin pada suami dari adik sahabatnya. "Jika Brian tak bisa menghargai ketulusan cintamu ... biarlah aku saja yang mencintaimu, Imelda." Martin sengaja menggoda Brian yang sejak tadi hanya menyudutkan wanita cantik itu. Dia tak mungkin benar-benar berniat merebut Imelda dari anak bos-nya sendiri.     

"Jangan pernah mencobanya, Martin! Jika kamu tak ingin kehilangan nyawamu itu," ancam Brian pada orang kepercayaan diri ayahnya itu. Kali ini ia terlihat sangat serius dengan perkataannya. Apapun yang berhubungan dengan Imelda, Brian akan menjadi sangat posesif.     

Akhirnya pecah juga tawa yang sejak tadi ditahan oleh Martin. Dia sudah menduga jika Brian Prayoga pasti akan sangat murka mendengar ucapannya. Namun Martin tak pedulikan hal itu, dia hanya ingin menggoda Brian di hadapan wanita yang dicintainya. "Jika kamu bisa melindunginya, tentu saja aku akan menahan diriku. Namun jika sebaliknya ... aku akan langsung merebut Imelda dari pelukanmu." Sebuah pernyataan serius dilemparkan Martin pada suami dari Imelda Mahendra.     

"Aku akan membantumu mendapatkannya, jika Pria brengsek ini menyakiti adik kesayanganku," sahut Vincent Mahendra sambil berjalan ke Imelda. Dia membelai lembut adik kesayangannya itu dan memberikan tatapan hangat yang penuh arti. "Kamu harus mendapatkan kebahagianmu," ucapnya dengan tulus.     

Sebuah senyuman lembut merekah di wajah Imelda. Dia cukup terharu dengan perkataan kakaknya. "Sudah, Kak. Jangan menggoda suamiku lagi," balasnya dengan sisi lain dirinya yang terlihat manja. Imelda selalu bersikap manja terhadap kakak laki-lakinya itu.     

"Ini bukan candaan, aku sangat serius," ucap Vincent. Tiba-tiba saja, ponselnya berdering cukup keras. Vincent pun langsung menerima panggilan itu di hadapan mereka semua. "Apa apa, Pa?" tanyanya pada seseorang yang sedang berbicara di telepon. "Aku akan segera ke markas sekarang," jawabnya lagi sebelum mengakhiri panggilan itu. "Aku harus segera pergi," pamit Vincent pada mereka semua.     

"Tunggu, Kak! Untuk apa Papa meminta Kakak ke markas?" Imelda masih belum tau rencana Vincent untuk tetap tinggal.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.