Bos Mafia Playboy

Sesuatu Yang Menegangkan Di Kamar Mandi



Sesuatu Yang Menegangkan Di Kamar Mandi

0Saat Brian dan Imelda masih menikmati kebersamaan setelah permainan panas yang menggairahkan, tiba-tiba saja ponsel Brian berdering keras. Pasangan itu langsung saja saling menatap satu sama lain. Mengisyaratkan sebuah tanda tanya besar di antara mereka.     
0

"Siapa yang menghubungimu tengah malam begini, Brian?" tanya Imelda penuh kecurigaan. Wajah bahagia yang tadinya terlukis begitu sempurna menghilangkan begitu saja. Hanya kecemburuan dan juga rasa penasaran yang tergambar di wajah cantiknya yang mulai terlihat lelah.     

"Aku akan melihatnya dulu," balas Brian sambil turun dari ranjang dan berjalan ke arah meja di mana ponselnya berada. Dia pun mendekatkan ponselnya di telinga dengan ekspresi yang cukup kesal. "Kamu pintar sekali memilih waktu untuk menghubungi aku!" kesal Brian pada seorang yang baru saja menghubunginya. "Maaf. Aku lupa memberitahumu, Martin. Kami akan bermalam di hotel malam ini, silahkan pulang duluan," jawabnya lagi sambil senyum-senyum mendengarkan ocehan Martin di dalam ponsel. "Tanpa kamu menjemput, kami bisa pulang sendiri!" tegas Brian sebelum mengakhiri panggilan itu. Dia pun langsung menaruh ponselnya dan kembali ke ranjang bersama sang istri.     

"Kenapa Martin mengubungi tengah malam begini?" tanya Imelda sangat penasaran.     

Brian tak langsung menjawabnya, ia justru terlihat sedang senyum-senyum sendiri. "Sudah sejak tadi, Martin menunggu kita di depan lobby hotel," jawabnya pada sang istri.     

"Kasihan sekali Martin, kenapa tidak menginap sekalian saja di hotel ini?" tanya Imelda lagi dengan wajah yang terlihat cukup lelah.     

"Jika Martin menginap di sini, dia akan jadi orang ketiga di antara kita," goda Brian sambil meraba-raba tubuh sang istri. Dia pun mengambil sebuah selimut tebal untuk menutupi tubuh mereka yang masih tanpa sehelai benang pun yang menutupinya. Brian kembali memeluk Imelda, merasakan betapa hangatnya dua tubuh yang saling bersentuhan. "Sayang ... " panggil Brian pada wanita di dalam pelukannya.     

Imelda langsung menengadahkan wajahnya dan memandang sang suami dengan penuh arti. "Ada apa, Brian?" tanyanya lirih dan tanpa tenaga.     

Pria itu mendekatkan wajahnya di telinga Imelda lalu beralih menciumi tengkuk leher istrinya. Brian seolah tak ingin melepaskan wanita di pelukannya begitu saja. Dia ingin terus-menerus memasuki tubuh Imelda yang terlalu nikmat dan seperti candu baginya. "Bolehkah kita melakukannya sekali lagi?" tanyanya penuh harap. Brian benar-benar tak merasakan lelah. Kenikmatan yang telah diberikan oleh istrinya seolah menghipnotis dirinya. Kehamilan Imelda membuat Brian merasakan sesuatu yang luar biasa saat penyatuan dua tubuh itu.     

"Sebenarnya aku sangat menginginkannya. Namun aku sangat lelah, dan kehamilan ini masih terlalu muda. Aku tak ingin terjadi apa-apa pada bayiku," jelas Imelda dengan tatapan penuh arti. Dia berharap jika Brian bisa memahami setiap kata yang diucapkan olehnya.     

Seketika itu juga, Brian merasa sangat bersalah. Dia langsung memeluk Imelda lagi. Untuk sejenak dia telah lupa jika istrinya itu tengah mengandung buah cinta mereka. "Maafkan aku, Sayang. Aku telah melupakan anak kita ini," sesalnya dengan wajah cemas. "Apa aku tadi terlalu keras saat bergerak di dalam sini?" Dengan sekali gerakan Brian sudah menyentuh kewanitaan istrinya yang masih terasa basah karena percintaan mereka.     

"Tidak, Brian. Kamu melakukannya dengan sangat lembut. Meskipun awalnya terasa menyakitkan, lama-kelamaan terasa sangat berbeda. Aku merasa seolah ada yang akan meledak di bawah sana," ungkap Imelda dengan senyuman yang merekah indah di wajah cantiknya.     

"Tidurlah, Sayang. Besok pagi, aku akan membantumu untuk mandi sebelum kita pulang," ucap Brian diikuti kecupan lembut di keningnya.     

Perkataan dari suaminya itu seolah memberikan isyarat bagi Imelda jika mereka akan melanjutkan pertempuran yang menggairahkan di dalam kamar mandi. Dia hanya bisa menahan senyuman sambil memejamkan matanya dan berusaha untuk terlelap.     

Baru saja memejamkan matanya, mentari sudah menampakkan diri. Cahaya matahari pagi menerobos masuk melewati jendela kaca di dalam kamar itu. Brian mulai membuka matanya saat sinaran sang surya mengganggu tidurnya. Rona bahagia terlukis di wajahnya, ketika melihat Imelda masih di dalam pelukannya. Pria itu mengecup kening istrinya lalu turun dari ranjang untuk membersihkan diri di kamar mandi.     

Dengan suara perlahan, Brian menghubungi room service untuk mengantarkan sarapan ke kamarnya. Tak lupa, ia juga sudah menyiapkan air hangat untuk mandi wanita yang masih terlelap di atas ranjang. Dia pun duduk di pinggir ranjang di mana Imelda masih terlelap di bawah selimut tebal yang cukup hangat. "Selamat pagi, Sayang. Bangunlah! Aku akan membantumu untuk mandi," bisik Brian sambil mengecupi telinga lalu turun ke leher.     

Imelda yang merasa terusik dengan suaminya, akhirnya memaksakan diri untuk membuka matanya secara perlahan. Hal pertama yang dilihatnya, seorang pria yang begitu tampan sedang duduk di sebelahnya sambil tersenyum begitu hangat. "Pagi, Brian," balasnya dengan suara serak yang sedikit pelan.     

"Aku akan membantumu mandi agar tubuhmu lebih segar." Brian membuka selimut itu lalu mengangkat Imelda menuju ke kamar mandi. Dengan perlahan dan juga hati-hati, ia menurunkan istrinya di bathtub yang sudah terisi dengan air hangat. Pria itu mengambil sabun lalu membantu Imelda menggosok lembut tubuhnya sambil sesekali memberikan pijatan di punggung sang istri.     

Wanita itu menatap Brian dengan wajah bingung dan sedikit kecewa. "Apa kamu tak ikut mandi bersamaku?" tanya Imelda pada pria yang sedang memberikan pijatan lembut pada tubuhnya.     

"Aku sudah mandi, Sayang. Begitu bangun tubuhku sedikit gerah jadi aku mandi duluan," jelas Brian dengan setengah berbisik. Dia menyadari ada yang salah dengan pertanyaan istrinya. Tiba-tiba saja rasa panik dan juga bersalah menghimpit sudut hatinya. Sepertinya, dia sudah melupakan poin yang paling penting dalam percakapan mereka semalam.     

Imelda pun membalikkan badannya lalu menatap tajam pria yang berada di belakangnya. "Keluarlah!" serunya dengan nada sinis. "Aku masih bisa mandi sendiri," kesal Imelda dengan amarah yang terpancar sangat jelas dan cukup merisaukan setiap mata yang memandang.     

"Biar aku membantumu, Sayang," bujuk Brian sambil terus memberikan pijatan lembut di pundak sang istri. Biar tak peduli walaupun Imelda terus saja mengusir dirinya.     

Tanpa diduga-duga, Imelda langsung bangkit dan berdiri dari duduknya. Melukiskan kekesalan di dalam dirinya. "Jika kamu tak keluar, aku yang akan keluar dari sini," tegasnya dengan emosi yang mulai tak stabil. Dia kecewa pada pria yang menjadi suaminya itu. Keyakinan Imelda akan Brian yang semalam sudah berhasil dibangunnya, tiba-tiba saja runtuh begitu saja. "Tak usah berlagak baik padaku, Brian. Katakan saja jika kamu tak puas denganku semalam hingga memutuskan untuk mandi seorang diri," lanjutnya dengan ledakan emosi yang tidak tertahan.     

"Astaga, Sayang! Kamu sudah salah paham. Kalau begitu aku akan mandi lagi bersamamu." Brian langsung melemparkan barthrobe yang dipakainya lalu masuk ke dalam bathtub bersama istrinya. Tak membuang waktu, dia langsung mendaratkan sebuah ciuman di bibir istrinya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.