Bos Mafia Playboy

Mencintai Dengan Cara Sendiri



Mencintai Dengan Cara Sendiri

0Kevin baru saja mengambil beberapa peralatan medis untuk membersihkan luka di punggung Brian. Baru saja di menyemprotkan alkohol di bagian yang luka, sebuah teriakan menghentikan tindakannya.     
0

"Hentikan, Dokter Kevin!" teriak Imelda sambil berjalan dengan langkah yang cepat menuju ke arah dua pria yang duduk saling membelakangi.     

Kevin terlihat sangat bingung dengan teriakan Imelda terhadapnya. Dengan tatapan tajam, ia pun menantikan sebuah penjelasan dari istri sahabatnya itu. "Apa ada yang salah Dokter Imelda?" tanyanya dengan wajah yang ikut panik karena melihat ekspresi dari dokter bedah idolanya.     

Imelda semakin mendekat ke arah dokter Kevin. Dia terlihat cukup cemas dan juga sedikit gelisah memperhatikan cara Kevin menangani suaminya. "Kalau caramu seperti itu, Brian bisa kesakitan," jelasnya.     

"Apa!" sahut Brian dan Kevin secara bersamaan. Bahkan Brian sampai membalikkan badannya untuk melihat tingkah konyol istrinya yang mulai berlebihan. "Aku baik-baik saja, Sayang. Lagipula, ini bukan pertama kalinya aku mendapatkan luka tembak. Kevin sangat ahli dalam hal ini." Brian mencoba untuk menjelaskan hal itu kepada istrinya. Namun terlihat cukup jelas jika Imelda benar-benar mengkhawatirkan dirinya.     

"Diamlah, Brian!" bentak Imelda pada suaminya. Dia pun langsung mengambil alih peralatan medis di tangan Kevin dan membiarkan dirinya yang melakukan semua. Seolah Imelda sama sekali tak percaya pada orang lain. Dia ingin memastikan sendiri, jika apa yang dilakukan untuk suaminya adalah yang terbaik.     

Sudah sejak tadi, Kevin terus saja memperhatikan istri dari sahabatnya itu. Terlihat Imelda begitu hati-hati dan juga sangat lembut memperlakukan suaminya. Dalam hati, Kevin tersenyum melihat kelembutan Imelda pada suaminya. "Aku jadi semakin yakin jika Dokter Imelda sangat mencintai Brian," ucapnya sambil mengembangkan senyuman di wajahnya.     

"Jangan berlebihan Dokter Kevin. Sebagai dokter aku selalu memperlakukan pasien dengan sangat baik," elak Imelda pada ucapan sahabat dari suaminya. Ia kembali melanjutkan untuk mengambil tindakan pada pada suaminya.     

"Dengan penuh cinta juga ya ... " ledek Kevin sambil menahan tawa di dalam dirinya. Sekuat hati dia menahan tawanya, dia tak ingin membuat wanita di depannya itu menjadi marah atau tersinggung atas ucapkan.     

Imelda tiba-tiba saja menghentikan tindakannya, ia langsung menatap tajam Kevin yang berdiri tak jauh darinya. Tanpa perubahan ekspresi yang berarti, Imelda memberikan senyuman sinis yang terlihat sedikit aneh. "Suatu hari, kamu juga akan memahami perasaanku ini," balasnya telak. Wanita itu pun kembali melakukan tugasnya sebagai sosok dokter yang paling baik bahkan terlalu baik untuk ukuran dokter biasa.     

Kevin langsung terkekeh mendengar ledekan Imelda terhadap dirinya. Dia berpikir jika yang diucapkan oleh istri dari sahabatnya itu mungkin saja besar. Sayangnya, dia belum memiliki seorang wanita yang bisa mencintai atau dicintainya dengan sepenuh hati. "Semoga saja aku bisa menemukan seorang wanita yang seperti Dokter Imelda. Yang sangat mencintai suaminya dengan cinta yang sangat luar biasa," jelas Kevin dengan wajah serius, seolah dia benar-benar menginginkan seorang wanita seperti istri dari sahabatnya itu.     

"Dokter Kevin terlalu memujiku. Kenyataannya, aku tak sehebat itu. Aku hanya mencintai suamiku dengan caraku sendiri." Imelda mengatasi hal itu sambil tersenyum penuh arti memandang seorang dokter yang sejak tadi tak berhenti memperhatikannya. Dia tak pernah menduga jika kekaguman Kevin begitu besar terhadap dirinya.     

Mendengarkan percakapan antara istri dan juga sahabatnya, Brian hanya bisa menahan diri untuk tidak tertawa. Dia sangat tahu jika mereka berdua benar-benar peduli kepadanya. Terlebih Imelda, wanita itu benar-benar menunjukkan cinta yang luar biasa kepada dirinya. Sebuah perasaan yang begitu besar yang mampu mengalahkan segala kebencian yang dulu pernah dimilikinya. Begitu dirasakan semua telah selesai, Brian pun membalikkan badannya dan menatap wanita yang sangat dicintainya itu. "Terima kasih, Sayang. Tanpamu aku tak akan pernah memiliki hidup." Dengan perlahan tapi pasti, ia membelai lembut kepala sang istri. Memandang betapa cantiknya dan juga hebatnya wanita yang sudah dinikahinya selama ini. "Aku mencintaimu, Sayang," bisiknya pelan sambil mengecup kening Imelda.     

"Hentikan, Brian! Jangan lagi memamerkan kemesraan kalian di hadapanku, aku hanya pria biasa," ucap Kevin sambil menggelengkan kepalanya karena sudah beberapa kali harus melihat kemesraan pasangan yang sedang dimabuk cinta itu.     

Seketika itu juga, Brian langsung terkekeh geli. Dia tak menyangka jika Kevin akan mengatakan hal itu juga. "Makanya ... cepatlah cari istri! Seorang istri akan membuatmu jauh lebih bersemangat dan juga lebih bahagia," sindirnya tanpa perasaan. "Bagaimana keadaan Marco sekarang?" tanya Brian pada pemilik klinik itu.     

"Dia jauh lebih baik, aku menyuruhnya untuk istirahat di sini dulu. Awalnya dia ingin langsung bekerja, kudengar Pak Davin Mahendra beberapa kali menghubunginya. Namun Marco selalu berusaha menutupi keadaannya," jelas Kevin sambil memandang ke arah mereka berdua. Dia berharap jika Imelda bisa membantu Marco agar bisa beristirahat untuk beberapa hari.     

Seperti dugaan Kevin sebelumnya, Imelda pun langsung mengerti dan memikirkan sebuah cara jitu untuk membantu anak buah ayahnya itu. "Aku ingin melihat Marco dulu," pamitnya sebelum keluar dari ruangan itu. Dia pun langsung berjalan menuju kamar perawatan Marco, Imelda ingin memastikan keadaan adik dari Martin itu. Sampai di sana, terlihat Marco sedang mengobrol dengan kakaknya. Dari pantauan Imelda, sepertinya pembicaraan mereka cukup penting. "Bagaimana keadaanmu, Marco?" sapanya pada pria yang setengah terbaring di atas ranjang.     

Kedua pria itu langsung memalingkan wajahnya ke arah Imelda. Ada ekspresi terkejut yang ditunjukkan oleh pasangan adik kakak itu. "Dokter Imelda." Itulah respon pertama yang diucapkan oleh Marco pada anak dari atasannya. "Saya sudah sangat lebih baik. Namun Dokter Kevin masih melarang untuk meninggalkan klinik ini," jelasnya dengan cukup sopan.     

"Istirahatlah untuk sementara waktu. Aku akan menghubungi Papa dan mengatakan jika aku membutuhkanmu untuk beberapa hari ke depan. Tentu saja, atasanmu Pak Davin Mahendra tak akan bisa menolak keinginanku itu," ucap Imelda sambil mengeluarkan ponsel dari tasnya. "Pagi, Pa. Aku butuh bantuan Marco untuk beberapa hari ke depan, semoga Papa mengijinkannya." Imelda mengatakan hal itu dengan wajah serius dan cukup tegas. "Ada beberapa hal yang harus aku urus dengan bantuan Marco," lanjutnya sambil mendekatkan ponsel di dekat telinga. "Terima kasih, Pa," ucapnya sebelum panggilan itu berakhir. Dia pun langsung meletakkan ponsel kembali ke dalam tas. Kemudian menatap Marco dengan senyuman lega. "Kamu bebas untuk beberapa hari ke depan, Marco," ucapnya dengan cukup menyakinkan.     

Marco langsung mengembangkan senyuman di wajahnya, dia tak menyangka jika anak dari atasannya itu bisa melakukan hal itu dengan sangat mudah. "Terima kasih, Dokter Imelda," ucapnya tulus.     

Imelda menyadari jika sejak tadi Martin terus saja menatap dirinya. Dia pun mengalihkan pandangan ke arahnya dan tersenyum penuh arti. "Apa yang sedang kamu lihat, Martin?" Sebuah pertanyaan yang membuat pria itu langsung membulatkan matanya karena cukup terkejut.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.