Bos Mafia Playboy

Mahendra VS Prayoga



Mahendra VS Prayoga

0Begitu Adi Prayoga turun dari mobil, Martin langsung mengambil laptopnya dan membawanya ke teras samping di villa itu. Dia sedang berusaha mencari petunjuk dengan berbekal plat nomor polisi mobil yang membawa pelaku meninggalkan tempat itu. Dia pun menyelidiki seorang mantan anggota intelijen itu dengan cukup cermat. Memeriksa beberapa rekening miliknya sampai rekaman CCTV di rumah pemilik mobil itu. Martin langsung membulatkan matanya saat rekaman itu memperlihatkan mobil dinas milik BIN memasuki rumah itu. Sayangnya, Martin tidak dapat memastikan orang yang berada di dalam mobil. Mendapatkan bukti yang cukup mengejutkan, ia pun berjalan cepat menuju ke ruang tengah di mana Adi Prayoga berada. "Bos! Anda harus melihat ini," ucap Martin sambil memperlihatkan gambar didalam laptop yang dibawanya.     
0

Seketika itu juga, Adi Prayoga langsung bangkit dari tempat duduknya dengan wajah geram. Dia sudah menduga jika itu pada akhirnya akan terjadi juga. "Brengsek! Berani-beraninya mereka berniat mencelakakan putriku," kesalnya sambil menatap gambar di laptop. "Martin. Apa sudah yakin jika dia adalah pelakunya?" tanyanya serius.     

"Yang jelas, mobil yang dipakai pelaku adalah milik mantan anggota intelijen, Yudha Fabian. Dan hal itu sudah kupastikan sendiri, bahkan aku menyimpan salinan STNK dan BPKB mobil itu," ungkap Martin dengan sangat menyakinkan.     

Terlihat helaan nafas panjang di wajah Adi Prayoga. Dia tak menyangka jika mereka juga akan menyeret Imelda dalam politik kotor yang sangat mengerikan. "Untuk sementara, tetaplah tinggal di sini. Jika kamu membutuhkan apapun, bisa langsung hubungi Papa atau Martin. Sepertinya Papa harus segera memberitahukan hal ini pada Mahendra." Pria tua itu akhirnya meninggalkan villa dengan amarah yang hampir saja meledak tak terkendali. "Martin! Antar aku ke kediaman Mahendra," ucapnya dengan suara bergetar karena berusaha menahan amarah yang kian membakar dirinya.     

Dengan kecepatan penuh, Martin melajukan mobilnya membelah jalanan kota yang padat dan sangat ramai. Beberapa kali dia harus membunyikan klakson mobilnya saat pergerakan terlalu lambat. "Bos, nanti silahkan menghubungiku jika urusan sudah selesai. Aku tak mungkin bertatap muka secara langsung dengan Davin Mahendra," ucap Martin dengan penuh harap.     

"Baiklah. Kamu cukup turunkan saja aku di depan rumahnya." Untung Adi Prayoga langsung menyetujui permintaannya. Jika tidak, bisa saja terjadi pertumpahan darah di istana keluarga Mahendra. "Jangan lupa kirimkan rekaman tadi ke ponselku," lanjut sang bos mafia.     

Tak berapa lama, Martin benar-benar menurunkan bos-nya di depan kediaman Davin Mahendra. Terlihat beberapa penjaga langsung datang menyambutnya. Adi Prayoga pun masuk ke dalam rumah mewah itu dengan dikawal oleh dua bodyguard Davin Mahendra. "Silahkan duduk dulu. Saya akan memanggil Pak Davin Mahendra untuk menemui Anda," ucap seorang bodyguard setelah sampai di ruang tamu di rumah itu.     

Adi Prayoga hanya memperlihatkan sedikit senyuman tanpa menjawab ucapan bodyguard yang mengantarkannya. Dia pun duduk sambil memandang sekeliling rumah milik menantu kesayangannya. Saat memperhatikan sekeliling, Adi Prayoga melihat sebuah pigura besar terpasang di dinding rumah itu. Sebuah gambar yang memperlihatkan kedekatan Irene dan juga Davin Mahendra. Tanpa mengedipkan matanya, ia menatap seorang wanita yang berdiri di samping Davin Mahendra. Adi Prayoga tenggelam dalam lamunan tentang masa lalunya. Hingga tak menyadari jika sang tuan rumah sudah berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri.     

"Bukankah kami berdua terlihat sangat serasi?" Tiba-tiba saja Davin Mahendra sudah berdiri di belakang Adi Prayoga. Mengucapkan sebuah pertanyaan yang terdengar seperti ledekan bagi Adi Prayoga.     

Adi Prayoga tersenyum sinis dengan ekspresi yang sedikit terkejut. "Kamu terlalu percaya diri, Mahendra. Yang kulihat justru berbeda, aku tak yakin jika setelah melakukan sesi foto ini kalian masih akan terlihat serasi," sindirnya pada sang tuan rumah.     

"Tutup mulutmu, Prayoga!" Davin Mahendra langsung berjalan menuju sebuah kursi besar di ruangan itu, menatap Adi Prayoga penuh kebencian. "Ada keperluan apa kamu datang ke rumah ini, Prayoga? Apakah kamu ingin menyerahkan dirimu sekarang juga," lanjutnya dengan nada sinis dan penuh penekanan dalam setiap kata yang terucap.     

Sebuah senyuman penuh arti dilemparkan Adi Prayoga pada sosok pria yang pernah menjadi sahabatnya itu. "Kalau bukan demi putriku yang sangat kusayangi itu, aku tak akan rela menginjakkan kakiku di sini," balasnya dengan wajah yang sedikit kesal karena sambutan Davin Mahendra yang sangat tidak menyenangkan.     

"Jangan bercanda kamu, Prayoga! Sampai kapanpun, Imelda tetaplah anakku. Tak akan pernah bisa berubah menjadi anakmu," tegas Davin Mahendra dengan tatapan tidak senang.     

Adi Prayoga mengeluarkan ponsel dari saku celananya lalu duduk tak jauh dari Davin Mahendra. Sebuah tatapan tajam dan wajah yang cukup serius terlukis di wajahnya. "Apa kamu tahu, ada seseorang yang dengan sengaja ingin melukai Imelda?" Adi Prayoga sengaja memberikan jeda dalam perkataannya, ia sengaja ingin melihat respon dari pria di dekatnya itu.     

"Apa! Bagaimana keadaan Imelda sekarang? Apa dia baik-baik saja?" Dengan sangat panik, Davin Mahendra langsung berdiri dan menghampiri Adi Prayoga dengan wajah yang sangat tidak sabar. Tersirat jelas perasaan cemas dan juga gelisah di wajah Davin Mahendra. Dia takut jika hal buruk menimpa anak perempuan kesayangannya. "Cepat katakan, Prayoga!" teriaknya sambil menarik kerah baju milik sang bos mafia.     

Hanya dengan sekali gerakan, Adi Prayoga berhasil mendorong Davin Mahendra agar melepaskan tangannya. Dia bisa memahami kepanikan seorang ayah pada anak perempuannya. Jangankan Davin Mahendra, dia juga sangat panik saat Martin memberitahukan hal itu kepadanya. "Tenanglah! Martin berhasil mencegah pria tak dikenal itu melukai Imelda. Sayangnya, orang itu kabur tanpa jejak," jelasnya dengan wajah yang lebih tenang. "Namun satu hal yang perlu kamu ketahui, Mahendra. Mobil yang membawa pelaku itu atas nama Yudha Fabian, apa kamu masih mengingat mantan anak buahmu itu?" Sebuah pertanyaan yang menjadi tamparan hebat bagi Davin Mahendra.     

"Tentu saja aku sangat mengingat seseorang yang sudah mengkhianati diriku," balas Davin Mahendra dengan sorotan mata tajam dan penuh dendam. "Seperti aku juga mengingat pengkhianatanmu padaku," sindirnya tanpa perasaan. Kilatan api amarah seakan kembali berkobar di mata Davin Mahendra. Dia tak mampu menyembunyikan perasaan yang selama ini masih tersimpan di dalam hatinya.     

Entah karena alasan apa, Adi Prayoga justru terkekeh mendengar ucapan pria itu mulai terbakar amarah itu. "Coba ingat-ingat lagi, Mahendra. Siapa yang mengkhianati siapa?" balasnya sambil melebarkan senyuman sinis yang terlalu jelas. "Sudahlah! Aku hanya akan memperlihatkan rekaman kamera ini padamu." Adi Prayoga pun mengambil ponsel miliknya dan memperlihatkan sebuah rekaman, saat sebuah mobil dinas yang sangat dikenali oleh Davin Mahendra berhenti di rumah mantan anggota intelijen yang tadi mereka bicarakan.     

"Bukankah itu mobil dinas yang biasa kupakai?" Ekspresi wajah sangat terkejut ditunjukkan Davin Mahendra saat melihat sebuah mobil yang sangat dikenalnya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.