Bos Mafia Playboy

Bergairah Melihat Wanita Cantik Dan Sexy



Bergairah Melihat Wanita Cantik Dan Sexy

0Vincent pun mulai mengkhawatirkan adik perempuan satu-satunya itu. Dia tak menyangka jika sebuah profesi yang dipilih oleh ayahnya bisa membahayakan seluruh keluarganya. Ada sedikit kecurigaan dan juga prasangka, jika kematian ibunya juga berhubungan dengan orang-orang sama yang berusaha mencelakai Imelda. Setelah berpikir untuk beberapa waktu, pria itu menatap adik iparnya dengan tatapan aneh. "Brian! Kamu harus bisa memastikan keselamatan Imelda. Jika terjadi hal buruk pada adikku, aku akan menghabisimu saat itu juga," ancam Vincent pada sosok pria yang sedang duduk di samping istrinya.     

"Kak Vincent tak perlu mengancam aku. Tanpa Kakak mengatakan hal itu, aku tetap akan menjaga Imelda dengan seluruh hidupku. Tak akan kubiarkan hal buruk menimpa istri dan anakku," tegas Brian pada kakak iparnya. Tak peduli jika harus mengorbankan nyawanya, Brian akan berusaha untuk melindungi Imelda. Selama nafasnya belum berhenti, ia akan selalu berada di samping istrinya.     

Imelda sangat terharu dengan setiap ucapan Brian. Dia tak pernah membayangkan akan memiliki seorang suami yang begitu menyayangi dan juga menjaganya siang malam. Wanita itu merasa sangat beruntung bisa bersanding dengan pria yang beberapa waktu lalu baru saja dinikahinya. Imelda tak peduli, seburuk apa masa lalu Brian sebelum menikahinya. Yang jelas, dia akan sangat cemburu jika suaminya itu berdekatan dengan wanita lain. Dengan sedikit ragu, Imelda menyentuh jemari tangan suaminya. Kemudian mendekatkan wajahnya dan berbisik di dekat telinganya. "Aku mencintaimu, Brian. Inilah kejujuran yang sejak tadi sengaja aku tutupi," ucapnya lirih sambil tersenyum hangat pada suaminya.     

"Aku juga mencintaimu, Sayang," balas Brian sambil menghadiahkan kecupan mesra di kening Imelda. Pasangan itu tak sadar jika ada dua pria yang sedang memperhatikan mereka berdua. Seolah mereka seperti pasangan remaja yang sedang merasakan cinta pertamanya.     

"Apakah kalian sengaja bermesraan di depan kami?" kesal Vincent dengan wajah geram.     

Imelda hanya senyum-senyum mendengarkan pertanyaan dari kakaknya. "Bukankah kalian berdua juga pasangan kekasih?" ledeknya diiringi suara tawa yang meledak. Dia tak peduli jika harus tertawa di depan tiga pria yang juga berada di sana. Imelda sama sekali tak memikirkan tentang citra dirinya di depan mereka. Toh ... mereka semua sudah cukup mengenal dirinya cukup lama.     

"Vincent! Sepertinya adik perempuan kesayanganmu ini sengaja ingin meremehkan kita berdua. Apa dia tidak tahu jika kita masih saja bergairah setiap melihat wanita cantik dan juga sexy? Apalagi kalau mereka .... " Martin tidak meneruskan ucapannya karena mendapatkan tatapan tajam dan juga dingin dari dua pria yang berada di tempat itu juga.     

"Telanjang! Apa kamu mau mengatakan itu?" tanya Brian sambil melirik kakak iparnya. "Aku tak yakin kamu bisa melakukannya. Setiap ada wanita yang mendekat, kamu selalu menghindari mereka," sindirnya dengan sambil melirik Imelda yang duduk tepat di sebelahnya.     

Martin langsung bangkit dari tempat duduknya dengan tatapan dingin. Dia pun memandang mereka satu persatu dengan penuh arti. "Jangan pikirkan tentang diriku. Langkah apa yang akan kalian ambil untuk ke depannya?" tanya Martin pada mereka semua. "Apa kalian ingin membiarkan penjahat itu berkeliaran dengan bebas?" tanyanya lagi.     

"Sepertinya kita harus mencari lebih banyak bukti sebelum melaporkan mereka semua. Tentu saja kita harus mencari tahu, siapa otak di balik penyerangan itu? Bisa saja, ledakan bom yang baru saja terjadi dilakukan oleh orang yang sama," terang Vincent sambil terus berpikir untuk memecahkan teka-teki yang semakin rumit dan sulit untuk dipecahkan.     

Imelda terlihat menatap suaminya, ia berharap Brian bisa membantunya. Baginya, hanya pria di sebelahnya itu yang paling dipercayainya. Imelda mulai menyandarkan seluruh beban di hidupnya pada pria yang sudah menjadi suaminya yang sah. "Bagaimana menurutmu, Brian?" tanyanya.     

Dengan wajah serius, Brian langsung menatap istrinya lalu beralih ke dua pria yang juga berada di ruangan itu. "Bagaimana dengan CCTV depan rumah sebelum ledakan bom pagi itu?" tanyanya dengan cukup tegas.     

"Entah ini kebetulan atau apa, CCTV di sekitar lokasi tiba-tiba mengalami kerusakan secara bersamaan. Bukankah itu sangat aneh?" Martin sudah mendapatkan informasi kerusakan itu dari Marco setelah insiden penembakan yang dialaminya. Marco sempat menjelaskan semua hal yang berhubungan langsung dengan insiden ledakan bom di kediaman Davin Mahendra pagi itu.     

"Itu adalah sabotase. Kita harus lebih waspada dengan orang-orang di sekitar kita. Bisa saja salah satu dari kita ataupun mereka adalah mata-mata musuh," sahut Brian dengan sangat menyakinkan.     

Martin langsung tersenyum sinis pada anak dari bos-nya itu. Dia merasa dipojokkan oleh tuduhan Brian yang terdengar mengambang itu. "Apa kamu menuduhku sebagai mata-mata dari musuh?" Sebuah pertanyaan dilemparkan Martin sebagai wujud kekesalannya atas tuduhan Brian yang membuatnya tersudut.     

"Kamu terlalu sensitif, Martin! Aku tidak menuduhmu sebagai mata-mata. Namun orang-orang yang bekerja untuk kita, bisa saja melakukannya," jelas Brian pada orang kepercayaan dari Adi Prayoga itu.     

Vincent langsung menganggukkan kepalanya, seolah setuju dengan ucapan adik iparnya. "Yang dikatakan oleh Brian cukup masuk akal. Kita harus mewaspadai orang-orang terdekat kita dulu," sahutnya. "Ternyata kamu tak sebodoh yang aku kira," sindir Vincent sambil melirik pria yang sedang duduk di samping Imelda. Sebagai seorang pria, Vincent terlalu memandang rendah Brian karena kelakuannya sebelum menikahi adiknya. Dia sangat tahu jika Brian selalu mempermainkan banyak wanita. Hal itu diketahuinya dari orang yang sengaja dibayar Vincent untuk mengawasi Imelda selama dia berada di perbatasan.     

"Kakak terlalu menganggap remeh suamiku. Kak Vincent pasti akan sangat terkejut jika mengetahui siapa Brian yang sebenarnya," sahut Imelda sambil melukiskan senyuman hangat di wajah cantiknya.     

Seketika itu juga, Vincent langsung mengerutkan bibirnya. Dia tak rela jika Imelda terus-terusan memuji Brian. Seolah adik perempuannya itu benar-benar sudah tergila-gila pada sosok Brian Prayoga. "Bela saja terus suamimu itu," kesalnya dengan tatapan sinis.     

"Tak perlu berdebat sesuatu yang tidak penting!" cetus Martin pada mereka semua. Dia tak ingin menambahkan ketegangan di antara hubungan mereka yang memang sudah cukup rumit. "Bisakah kamu melihat daftar orang-orang yang membawa mobil dinas selama beberapa hari belakangan ini, Vincent?" tanyanya pada pria yang sudah cukup lama dikenalnya, bahkan sebelum dirinya bergabung dengan sang bos mafia, Adi Prayoga.     

Sebuah kekecewaan terlukis dari wajah Vincent. Dia terlalu kecewa dengan dirinya sendiri yang tak mampu melakukan apapun. Dengan penuh kekesalan, Vincent menarik rambutnya sendiri. Dia merasa sangat tak berguna di saat-saat seperti itu. "Aku baru saja masuk beberapa hari, dan tak memiliki akses untuk memeriksa apapun di sana," jawab Vincent tanpa semangat sedikit pun. "Bukankah kamu bisa membobol sistem keamanan data mereka, Martin?" tanyanya dengan lebih bersemangat. Dia sangat tahu jika Martin bahkan mampu mengakses data yang masuk ke dalam sistem keamanan kantor ayahnya itu.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.