Bos Mafia Playboy

Upaya Penyelamatan Yang Berbahaya



Upaya Penyelamatan Yang Berbahaya

0Happy Reading     
0

Brian masih duduk dengan wajah cemas saat tak mendapati Imelda di manapun. Pada akhirnya dia menerima ajakan Cindy untuk mengantar dirinya sampai di rumah keluarga Prayoga. Namun tiba-tiba saja, pikiran Brian seolah telah terbuka lebar. Pria itu langsung memandang Cindy yang terlihat cukup senang bisa satu mobil dengan pria tampan yang banyak diidolakan oleh wanita-wanita. "Hentikan mobilnya di sini!" seru Brian pada wanita yang sedang membawa mobil itu.     

"Untuk apa kamu berhenti di jalanan sepi ini? Biarkan aku mengantarmu pulang, atau kita bisa bersenang-senang dulu di apartemen milikku," tawar Cindy pada sosok pria yang cukup menggoda baginya.     

Pria itu tersenyum sinis mendengar tawaran Cindy yang terdengar sangat vulgar di telinganya. "Jika mobil ini tidak berhenti, aku akan melompat dari sini," ancam Brian tanpa keraguan sedikit pun. Akhirnya dengan sangat terpaksa, mobil itu berhenti di jalanan penghubung antara pusat kota dan daerah terpencil. Sedikit pun dia tak khawatir kapanpun Brian mau, dia bisa membuat seseorang untuk menjemputnya di tempatnya turun. "Terima kasih, Cindy. Maaf sudah merepotkanmu," ucapnya cukup tulus.     

"Ada apa denganmu? Tidak biasanya kamu mengucapkan terima kasih dan ucapan maaf." Cindy seolah tak mengenal sosok Brian yang biasanya menghabiskan malam bersamanya. "Ku harap kamu tak menyesal telah menolak tawaran terbaikku," tutur Cindy sebelum meninggalkan Brian yang masih berdiri di pinggiran jalan yang tidak terlalu ramai. Wanita itu langsung melajukan mobilnya menuju ke pusat keramaian kota.     

Begitu Cindy pergi, Brian langsung mengambil ponsel untuk menghubungi seseorang yang mungkin bisa menjemputnya. Namun belum juga melakukan panggilan, sebuah mobil yang cukup dikenalnya baru saja melaju dengan kecepatan tinggi di jalanan di hadapannya. Sebuah mobil milik keluarganya yang biasa dipakai oleh para anak buah ayahnya. Dari kejauhan dia kembali melihat mobil yang dikendarai anak buahnya. Dengan gerakan cepat, Brian berlari ke tengah jalanan dan berusaha menghentikan mobil itu. Seolah sedang menantang maut, Brian tanpa takut tertabrak menghentikan mobil itu. "Buka pintunya! Aku akan ikut dengan kalian," seru Brian begitu mobil itu sudah menghentikan lajunya.     

"Apa yang terjadi denganmu, Bos?" tanya seorang anak buahnya dengan wajah panik. Dia menatap tajam wajah Brian sambil memastikan jika bos-nya tidak terluka sedikit pun.     

"Aku kehilangan Imelda dan seseorang mengantarkan aku sampai di sini. Ke mana kalian semua akan pergi?" tanya Brian sangat penasaran. Dia dapat melihat jika para anak buahnya itu memakai pakaian dan juga perlengkapan untuk siap bertarung.     

Seorang pria bertubuh besar memberikan sebuah ponsel berisi sebuah pesan yang cukup penting dan juga darurat. "Bos menyuruh kita untuk melindungi Davin Mahendra secara diam-diam dalam sebuah pengintaian yang dilakukannya. Sepertinya Davin Mahendra telah dijebak oleh sekelompok geng mafia yang cukup berkuasa di wilayah ini," jelas pria itu.     

Brian berpikir sejenak, dia tak menyangka jika ayahnya sangat peduli pada sosok Davin Mahendra. Seorang pria yang berstatus sebagai ayah mertuanya. Dia cukup terkejut saat anak buahnya mengatakan jika ayahnya memerintahkan untuk melindungi ayah mertuanya. "Bagaimana Papa bisa mengetahui hal itu?" tanyanya lagi pada beberapa anak buahnya.     

"Bos telah menyusupkan seorang mata-mata dalam geng mafia itu," sahut seorang lainnya yang duduk di sebelah kursi kemudi.     

"Berikan aku senjata! Aku akan ikut dalam operasi ini." Brian langsung menyambar sebuah senjata keluaran terbaru yang sedang dipegang oleh salah seorang di dalam mobil itu. Dia langsung menggulung lengan bajunya dan bersiap untuk melakukan penyelamatan.     

Mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi hingga mereka berhenti di tempat yang tak jauh dari sebuah bangunan tua di daerah itu. Suara dentuman keras terdengar dari tempat yang tak jauh dari mobil itu berhenti. Brian bisa melihat jelas jelas kekacauan yang terjadi di bangunan tua yang tak jauh darinya. Dia menyusup dengan sangat hati-hati di sebuah tempat yang tersembunyi. Terlihat beberapa anak buah Davin telah tertangkap oleh kelompok itu. Sedangkan Davin Mahendra sedang bernegosiasi dengan ketua kelompok itu. Terjadilah negosiasi yang cukup alot. Davin Mahendra rela mempertaruhkan reputasinya untuk menyelamatkan beberapa anggotanya yang sudah terkepung di dalam bangunan tua itu.     

"Lepaskan anak buahku! Aku sudah memenuhi keinginanmu," teriak Davin Mahendra pada seorang pria yang menjadi ketua dari mereka. "Bahkan aku sudah membebaskan anak buahnu dari penjara sesuai permintaanmu itu. Kamu bisa memastikannya sendiri sekarang juga." Sebuah aura dingin begitu terasa memenuhi tempat itu.     

Ketua geng itu tersenyum penuh kemenangan atas semua yang telah disepakati bagi keduanya. "Lepaskan tawanan kita! Biarkan mereka keluar dari tempat ini," perintah pria yang menjadi target operasi oleh tim Davin Mahendra. Beberapa orang langsung melepaskan tali ikatan pada anak buah Davin yang telah tertangkap. Mereka langsung menghampiri sang ketua tim begitu terbebas dari ikatannya. Namun yang terjadi di luar dugaan, para penjahat itu justru menargetkan Davin Mahendra untuk menjadi tawanan mereka. Sang ketua kelompok kembali melemparkan senyuman pada pria yang begitu mengusahakannya. "Aku memang membebaskan anak buahmu tetapi kamu tetap harus mati di tanganku hari ini," bisik ketua geng itu pada Davin Mahendra sambil menodongkan senjata di kepalanya.     

"Jadi kalian menargetkan diriku," balas Davin Mahendra dalam tatapan dingin dengan wajah yang cukup tenang tanpa ada ketakutan sedikit pun. "Tinggalkan tempat ini! Biar aku yang mengurus mereka semua," perintah sang bos pada anak buahnya.     

Namun tiba-tiba saja keadaan semakin kacau. Saat ketua geng hendak menembakkan senjatanya, datanglah kelompok bersenjata lengkap menyerang mereka semua. Bunyi dentuman senjata bersahutan memenuhi ruangan itu. Davin Mahendra bersembunyi di balik tembok untuk menghindari tembakan itu. Terjadilah aksi saling tembak di antara mereka. Davin tak sadar jika ada seseorang yang sudah berdiri di belakangnya dan siap untuk melesatkan senjata di kepalanya. Saat penjahat itu hampir memuntahkan pelurunya, sebuah tembakan tepat mengenai kepalan penjahat itu. Ternyata Brian datang dan menghabisi seseorang yang akan menyerang ayah mertuanya.     

"Apa Papa baik-baik saja?" tanya Brian yang tiba-tiba saja sudah berada di belakang Davin Mahendra.     

"Apakah mereka semua adalah anak buahmu?" tanya pria yang sedang menatap sang menantu dengan aura dingin yang cukup mengintimidasi.     

"Mereka adalah .... " Belum sempat menjawab pertanyaan itu sebuah tembakan melesat cepat ke arah Davin Mahendra. Dengan sekali gerakan, Brian menghadang peluru itu dengan tubuhnya agar tak mengenai sang ayah mertua. Seketika itu juga Brian langsung tumbang dengan peluru yang mengenai tubuhnya.     

Davin Mahendra langsung membulatkan matanya dan memberikan beberapa serangan balasan pada beberapa penjahat yang menjadi target operasinya. Kemudian dia memeluk Brian dengan wajah yang panik. "Brian! Tetap buka matamu. Aku akan membawamu keluar dari sini," seru Davin Mahendra pada menantunya.     

Brian tersenyum melihat sang mertua yang begitu mengkhawatirkan keadaannya. "Papa. Jangan katakan apapun pada Imelda. Aku tak ingin membuatnya sedih ketika melihatku terluka," ucapnya sambil menahan rasa sakit yang menghujam dadanya.     

Ketika seluruh penjahat itu berhasil dilumpuhkan, anak buah Adi Prayoga langsung menghilang begitu saja. Mereka seolah tak pernah datang ke tempat itu untuk menyelamatkan Davin Mahendra dan juga timnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.