Bos Mafia Playboy

Pengkhianatan Brian



Pengkhianatan Brian

0Happy Reading     
0

Sejak kembali dari pusat perbelanjaan, Imelda hanya mondar-mandir di sekitar villa milik Brian. Dia kembali menatap jam dinding besar di rumah itu. "Sudah jam 11 malam dan Brian masih belum kembali .... Mungkinkah Brian benar-benar menikmati malam bersama wanita tadi?" gumamnya dengan wajah kesal. Imelda langsung masuk ke dalam kamar dan mencoba untuk memejamkan matanya. Namun tak semudah yang dibayangkan. Saat hari hampir pagi barulah dia bisa memejamkan matanya karena terlalu lelah menunggu suaminya untuk pulang. Dalam kekesalan dan perasaan cemburu yang menguasai hati, Imelda akhirnya terlelap dalam pikiran yang sangat kacau.     

Keesokan paginya, Adi Prayoga yang baru saja datang dan langsung ingin sekali melihat keadaan menantunya. "Apakah Imelda baik-baik saja?" tanyanya pada seorang Bodyguard yang kebetulan sedang melewatinya.     

"Hampir semalaman Nyonya Imelda tak bisa memejamkan matanya, berulangkali dia terus menatap jam dinding di ruangan ini. Hal itu membuat saya khawatir hingga menghubungi Martin untuk memberikan kabar itu," jelas seorang pria tinggi besar yang berprofesi sebagai bodyguard yang bekerja bagi keluarga Prayoga.     

Wajah Adi Prayoga berubah muram. Dia sangat mencemaskan Imelda yang pastinya mengkhawatirkan Brian yang sampai saat itu belum kembali. "Jika Imelda menanyakan soal Brian, katakan saja dia sedang melakukan transaksi di perbatasan," sahutnya tidak bersemangat.     

"Apa yang sebenarnya terjadi dengan Bos Brian? Bukankah saat pergi mereka baik-baik saja?" tanya sang bodyguard sangat penasaran.     

"Ada sedikit masalah yang terjadi dengan Brian, aku tak ingin menantu kesayanganku menjadi cemas," jelas Adi Prayoga pada pria di depannya. Seluruh orang di villa itu tak ada yang tahu tentang keadaan Brian. Karena anak bos mafia itu tiba-tiba menghilang saat misi penyelamatan untuk Davin Mahendra. Dan hal itu pun hanya diketahui oleh anak buah Adi Prayoga yang berada di rumah besar. Dia sengaja menyembunyikan hal itu dari Imelda. Adi Prayoga tak ingin membuat menantunya menjadi stress karena memikirkan keadaan suaminya.     

Tak berapa lama, tiba-tiba saja pintu kamar Imelda terbuka. Wanita itu langsung keluar dan menghampiri ayah mertuanya. "Papa ... ada perlu apa Papa pagi-pagi sudah di sini?" tanyanya sangat penasaran.     

Adi Prayoga mencoba untuk menutupi perasaan sedih dan juga cemas di dalam dirinya. Dia tak ingin jika istri dari anaknya itu menjadi bersedih. "Kebetulan Papa sedang lewat dan ingin melihat menantu kesayangan Papa," kilah Adi Prayoga sambil membelai kepala Imelda.     

"Apakah Papa sudah bertemu Brian?" tanya Imelda penuh harap. Wanita itu sudah sangat tidak sabar untuk menanyakan hal itu pada ayah mertuanya.     

Sebuah helaan nafas yang cukup dalam terdengar begitu jelas baru saja dilakukan oleh Adi Prayoga. Dia sudah menduga jika Imelda akan menanyakan hal itu kepada dirinya. "Apakah Brian lupa memberitahu dirimu?" Pria itu pura-pura menanyakan hal itu pada menantunya. "Brian sedang berada di perbatasan untuk sebuah transaksi penting. Mungkin akan memakan waktu berhari-hari bahkan bisa lebih." Adi Prayoga benar-benar telah merasa berdosa pada wanita yang sangat disayanginya itu. Namun sebelumnya, Davin Mahendra sudah menghubungi dirinya dan menjelaskan keadaan Brian yang cukup mengkhawatirkan. Bahkan anak semata wayangnya itu masih berjuang antara hidup dan mati. Seluruh dokter terbaik telah didatangkan dari penjuru negeri untuk menyelamatkan Brian. Sedangkan Adi Prayoga tak bisa melakukan apapun karena Brian berada di sebuah RS yang berada di distrik khusus milik BIN.     

"Apakah Papa tidak sedang membohongiku?" Sebuah pertanyaan dari Imelda langsung membuat Adi Prayoga memucat seketika. Dia berpikir jika menantunya itu telah mengetahui keadaan Brian yang sebenarnya. Tiba-tiba saja, jantung sang bos mafia seolah akan melompat keluar dari dadanya. Adi Prayoga merasa tak sanggup untuk mengatakan keadaan anak semata wayangnya.     

Imelda kembali menatap tajam pria yang berdiri dengan wajah pucat dan cukup cemas di depannya. "Sepertinya Papa sengaja menutupi jika Brian bermain dengan wanita-wanita itu," sahut dengan wajah kecewa.     

Dalam hati, Adi Prayoga sedikit lega. Ternyata Imelda hanya berpikir jika anaknya itu sedang bersama dengan wanita-wanita di luar sana. Dengan segala kekuatan yang tersisa di dalam hatinya, pria itu menyentuh kepala Imelda dan mengusapnya penuh perasaan. "Bagaimana kamu bisa berpikir seperti itu, Sayang?" tanyanya sambil melemparkan senyuman hangat pada menantu kesayangan.     

"Papa tak perlu menutupi hal itu. Aku melihat sendiri, bagaimana wanita itu menggoda Brian hingga akhirnya dia tergoda dan masuk ke dalam mobilnya." Tiba-tiba saja Imelda terdiam lalu menundukkan kepalanya. Dia tak tahu harus bersikap apalagi setelah melihat pengkhianatan Brian dengan mata kepalanya sendiri. Imelda tak mengerti dengan dirinya, rasanya begitu menyakitkan saat mengetahui suaminya tak kembali semalam. "Aku sudah melihat semuanya, Pa," tambahnya dengan wajah sangat kecewa.     

Sang Bos Mafia bisa merasakan kepedihan hati Imelda karena kesalahpahaman itu. Sayangnya ... dia tak mampu meluruskan apa yang sedang terjadi di antara mereka berdua. Adi Prayoga tak mungkin membuat Imelda syok karena keadaan Brian yang sedang berjuang antara hidup dan mati. Padahal dia sangat tahu jika Imelda lah dokter terbaik yang mungkin saja bisa menyelamatkan anaknya. Seperti saat seluruh dokter menolak untuk mengoperasi dirinya karena terlalu beresiko, hanya Imelda yang mampu menyelamatkan dan membuatnya terus bertahan hidup. "Percayalah pada suamimu, Sayang. Papa sangat yakin jika itu hanya kesalahpahaman. Brian tak mungkin mengkhianati dirimu," tegas Adi Prayoga pada menantunya yang begitu kecewa dengan suaminya.     

"Tentu saja Papa akan menutupi kebenaran itu karena Brian adalah anak Papa," sahut Imelda dengan sorot mata berkaca-kaca karena terlalu menahan kekecewaan di dalam dirinya.     

Dengan penuh kasih sayang dan juga kelembutan, Adi Prayoga langsung memberikan sebuah pelukan kepada sang menantu. Hatinya ikut terluka saat melihat kepedihan hati Imelda. Kasih sayang yang begitu besar pada menantunya itu justru membuat sosok Adi Prayoga menjadi begitu lemah saat berhadapan dengan seorang wanita yang begitu disayanginya. "Maafkan Papa, Sayang. Papa lebih memilih membelamu dibandingkan membela anak Papa itu. Jika Brian terbukti bersalah dan benar-benar mengkhianati hubungan kalian, Papa sendiri yang akan menghukumnya. Untuk sekarang, bersabarlah dulu sampai Brian datang dan menjelaskan semuanya," ujar Adi Prayoga pada menantu satu-satunya.     

Imelda bisa merasakan keseriusan dan juga ketulusan Adi Prayoga terhadapnya. Sekuat hati dia mencoba bertahan untuk menunggu penjelasan Brian saat kembali menemuinya. Meskipun hatinya terasa hancur, Imelda mencoba untuk tidak terpuruk karena dirinya sadar jika sedang mengandung. Dia tak ingin menjadi stress dan berakibat buruk pada janin di dalam perutnya. "Menunggu! Hanya menunggu yang bisa ku lakukan saat ini," gumamnya lirih.     

"Apa kamu mengatakan sesuatu, Sayang?" tanya Adi Prayoga pada wanita itu. Dia dapat mendengar jika Imelda mengatakan sesuatu, sayangnya ucapan itu tidak jelas.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.