Bos Mafia Playboy

Lebih Baik Bercerai



Lebih Baik Bercerai

0Happy Reading     
0

Hari-hari berlalu cukup cepat, tanpa terasa sudah genap seminggu Brian sama sekali tidak pulang. Imelda yang masih terus menunggunya merasa sudah tak tahan lagi menantikan seorang pria yang beberapa minggu lalu menikahinya. Dia semakin kesal karena pria itu sama sekali tak memberikan kabar apapun padanya. Imelda sudah berpakaian rapi dan bersiap untuk mendatangi rumah ayah mertuanya. Wanita semakin yakin jika Adi Prayoga telah menutupi kebusukan anak semata wayangnya itu. Selama beberapa hari tinggal sendirian di villa, Imelda selalu menanyakan keberadaan Brian pada orang-orang di rumah itu. Namun sayangnya, tak seorang pun mengetahui keberadaan ayah dari bayi yang masih berada di dalam perutnya. "Bawa aku menemui Papa!" perintahnya pada seorang bodyguard yang selama ini selalu mendampinginya.     

"Baik, Nyonya." Pria berperawakan tinggi besar itu langsung membukakan pintu mobil hitam yang terlihat cukup mewah untuk istri dari bos-nya. Setelah Imelda masuk ke dalam, mobil itu langsung melaju ke rumah besar milik Adi Prayoga. Sepanjang perjalanan, wanita itu sama sekali tak membuka mulutnya. Sang bodyguard juga tak berani mengajaknya bicara karena sudah beberapa hari Imelda selalu murung ketika kedatangan menantikan sang suami.     

Beberapa menit kemudian, sampailah mereka di depan rumah besar yang cukup mewah dengan pengamanan yang sangat ketat. Begitu mobil itu berhenti, seorang bodyguard Adi Prayoga langsung membukakan pintu untuk menantu bos-nya. "Selamat datang, Nyonya Imelda," sapa pria itu pada wanita yang masih duduk diam di dalam mobil.     

Mendengar sapaan itu, Imelda sedikit terkejut dan langsung memalingkan wajahnya ke asal suara. Dia melihat seseorang sedang membuka pintu untuknya sekaligus menyambut kedatangannya. "Terima kasih. Apa Papa ada di rumah?" tanyanya dengan suara lirih.     

"Beliau sedang berada di ruang baca. Mari saya antarkan ke dalam." Pria itu langsung beranjak menuju dalam rumah diikuti Imelda di belakangnya. Saat sampai di depan ruang baca, pria tadi langsung pamit untuk kembali ke depan. "Silahkan masuk, Nyonya. Bos Adi Prayoga ada di dalam," ucapnya dengan wajah yang terlihat cukup ramah.     

Imelda melemparkan senyuman sekilas lalu masuk ke dalam ruangan itu. Begitu pintu terbuka, dia melihat sebuah ruangan besar mirip dengan perpustakaan dengan sebuah foto besar yang terpasang di dinding itu. Wanita itu memperhatikan seorang Adi Prayoga yang sudah menatap pigura besar di hadapannya. "Apa yang Papa lakukan di sini sendirian?" Sebuah pertanyaan yang cukup membuat Adi Prayoga cukup terkejut dan langsung memalingkan wajahnya. Imelda ikut berdiri di depan sebuah foto besar yang menampilkan sebuah potret kebersamaan 2 wanita dan 2 pria yang terlihat begitu akrab.     

"Kenapa tidak mengabari Papa jika mau ke sini?" Adi Prayoga memandangi wajah cantik menantunya yang terlihat sedikit pucat dan juga kelelahan. "Seharusnya Papa yang mendatangimu, bukan malah kamu yang harus jauh-jauh ke rumah ini, Sayang," ucap pria itu dengan suara lembut dan tatapan hangat yang penuh arti.     

Setelah memandang ayah mertuanya, Imelda beralih menatap foto besar yang menggantung di dinding ruangan itu. "Bagaimana Papa bisa memiliki foto ini?" Tiba-tiba saja Imelda terdiam dengan ekspresi yang sulit diartikan. Dia terlihat sangat kecewa terhadap seseorang yang cukup dekat dengannya. "Bahkan Papa Davin tak memiliki foto Mama yang sebesar ini," kesalnya sambil menatap Adi Prayoga dengan wajah yang sangat sedih. "Aku merasa jika Papa lebih mencintai mamaku daripada suaminya sendiri," tambah Imelda dengan tatapan mata yang mulai berkaca-kaca.     

Adi Prayoga memberikan rangkulan penuh kasih sayang pada Imelda dan mengajaknya untuk keluar dari ruangan itu. "Sebaiknya kita keluar saja. Tidak baik berada di ruangan ini. Lihatlah! Debu beterbangan di mana-mana," kilahnya agar bisa membuat menantu kesayangannya itu meninggalkan foto antara beberapa sahabat yang terlihat saling menyayangi. "Apa yang membuatmu menemui Papa, Sayang?" tanyanya sambil mengajak Imelda duduk di sebuah kursi di ruang tengah.     

"Ini sudah seminggu Brian tidak pulang. Dia juga sama sekali tak menghubungi aku, Pa. Apa yang sebenarnya Papa sembunyikan dariku?" tanya Imelda dengan mata-mata berkaca-kaca. Wanita itu sudah tak mampu menahan dirinya lagi. Imelda merasa telah dikhianati setelah beberapa hari pernikahannya. "Jika Papa terus menyembunyikan Brian dariku, lebih baik aku menceraikannya. Aku yakin ... saat ini, Brian sedang bersama-sama dengan wanita itu," tegas Imelda dengan suara yang terdengar bergetar dan begitu menyedihkan.     

Rasanya begitu menyakitkan saat Adi Prayoga melihat menantunya yang begitu terluka. Dia tak rela jika Imelda harus menceraikan anaknya. "Bukan begitu, Sayang. Brian tak pernah mengkhianati dirimu. Dia sedang menjalankan sebuah tugas penting yang masih belum terselesaikan," jelas Adi Prayoga dengan tatapan yang juga sangat sedih.     

Imelda sama sekali tak mengerti dengan arah pembicaraan papa mertuanya. Sebagai seorang istri, dia merasa sudah tidak dianggap sama sekali. Wanita itupun bangkit dari tempat duduknya dan berniat untuk meninggalkan rumah itu. "Aku tahu jika Brian sama sekali tidak membutuhkan aku, Pa. Lebih baik aku memutuskan pernikahan ini," sesalnya dengan suara yang begitu menyayat hati setiap insan yang mendengarnya. Imelda pun melangkahkan kakinya menuju pintu untuk keluar dari rumah itu.     

"Tunggu, Sayang! Bukannya Papa merahasiakan keberadaan Brian kepadamu ... hanya Mahendra yang mengetahui keberadaan suamimu," sahut Adi Prayoga sambil berjalan mengejar menantu kesayangannya.     

"Apakah Papa Davin telah menangkap suamiku?" Kilatan amarah dan juga kekecewaan terlukis jelas di waja Imelda. Dia tak mampu menutupi perasaannya itu. "Jadi ini alasan Papa menutupi semuanya? Apakah Papa Davin yang membuat Papa harus menutup mulut?" cercaan pertanyaan kembali terucap dari bibir Imelda. Dia ingin segera mengetahui keadaan Brian secepatnya. "Aku sendiri yang akan membawa Brian kembali ke rumah ini." Wanita itu langsung masuk ke dalam mobil tanpa mempedulikan Adi Prayoga yang berusaha untuk menahannya. "Bawa aku ke kediaman papaku, Davin Mahendra," ucapnya tegas dan terdengar sangat dingin.     

Beberapa saat kemudian, berhentilah mobil itu di depan kediaman Davin Mahendra. Terlihat di luar rumah ada beberapa bodyguard yang sedang berjaga. Imelda langsung keluar dan menghampiri seorang bodyguard yang sedang memeriksa kamera keamanan. "Apa Papa ada di rumah?" tanyanya dengan suara dingin.     

Bodyguard yang mendengarnya pertanyaan Imelda langsung turun dari tangga dan berdiri tepat di hadapannya. "Sudah beberapa hari Bos Davin tidak kembali ke rumah," jawabnya dengan sopan.     

"Apa!" Imelda cukup terkejut mendengar jawaban itu. Tanpa pikir panjang dia langsung menghubungi Alex untuk mengetahui keberadaan ayahnya. "Di mana Papa sekarang?" Pertanyaan itu yang pertama kali ditanyakan kepada Alex saat baru menerima panggilan dari Imelda. "Untuk apa Papa di sana?" tanyanya lagi pada pria yang menjadi tangan kanan ayahnya. Setelah menutup panggilan itu, Imelda kembali masuk ke dalam mobil dengan wajah yang terlihat cukup gelisah. "Bawa aku ke distrik khusus milik BIN," ucapnya pada sang bodyguard.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.