Bos Mafia Playboy

Tamparan Untuk Brian



Tamparan Untuk Brian

0Setelah melewati pemeriksaan dan juga penjagaan yang cukup ketat, Imelda akhirnya berada di depan gedung kantor pusat BIN. Wanita itu menatap bangunan tinggi di hadapannya tanpa peduli beberapa orang yang sedang memperhatikan dirinya. Dengan gayanya yang cuek dan terkesan dingin, Imelda masuk lalu mendatangi dua penjaga yang berdiri di depan pintu lift. "Bisakah saya bertemu dengan Pak Davin Mahendra?" Sebuah pertanyaan yang terdengar cukup sopan dengan wajah tenang.     
0

"Apakah Anda sudah membuat janji temu dengan beliau? Pak Davin Mahendra tidak bisa ditemui oleh orang sembarangan, apalagi tanpa perjanjian lebih dahulu," sahut salah satu dari mereka.     

Imelda tersenyum kecut mendengar jawaban yang diberikan oleh pria yang berdiri di dekat pintu lift. Dalam hatinya, dia sedang mengumpat karena terlalu kesal. Wanita itu yakin jika dua pria itu pastilah anggota baru di kantor itu. Biasanya hampir seluruh isi kantor itu akan mengenal anak kesayangan Davin Mahendra. "Oh ... jadi begitu." Imelda pura-pura baru mengetahui aturan di kantor itu. Dia pun mengambil ponsel di dalam tasnya dan menghubungi seseorang di sana. "Jemput aku di depan! Bertemu dengan Davin Mahendra harus dengan perjanjian. Cepatlah ke sini!" seru Imelda pada seseorang sambil mendekatkan ponsel di telinganya. Wanita itu kembali berdiri di depan pintu lift untuk menantikan kedatangan seseorang yang sedang ditunggunya.     

Tak berapa lama pintu lift terbuka, Alex keluar dan langsung menatap dua penjaga di sampingnya. "Sudah berapa lama kalian berdua bekerja di sini?" Pertanyaan itulah yang pertama kali diucapkan olehnya pada dua pria yang berdiri di samping lift dengan setelan khusus petugas keamanan. Alex melemparkan tatapan dingin pada mereka berdua. Dia kesal karena mereka tak mengenali Imelda Mahendra. Sejak BIN ingin merekrut Imelda, wanita itu selalu mendapatkan perlakuan khusus dari seluruh orang yang berada di dalam BIN.     

"Maaf, Pak Alex. Apakah kami berdua melakukan kesalahan? Kami hanya melakukan tugas kami sebagaimana mestinya," balas seorang petugas dengan sangat hormat dan cukup sopan.     

Sebuah senyuman sinis terlukis di bibir Alex. Dia semakin kesal dengan ketidaktahuan dua penjaga itu. "Wanita ini adalah Imelda Mahendra ... Dan kalian berdua pasti tahu, apa artinya itu semua." Alex pun langsung mengajak Imelda untuk masuk ke dalam lift dan menemui ayahnya.     

"Sial! Bagaimana kita tak menyadari jika wanita tadi adalah Imelda Mahendra? Bukankah kita berdua sudah melihat sendiri foto anak dari Pak Davin Mahendra?" sesal pria yang memandang rekan di sebelahnya yang juga terlihat pucat. Mereka berdua tak mau jika kebodohannya itu akan di dengar langsung oleh atasannya.     

Begitu keluar dari lift yang berada di lantai 7, Alex berjalan bersama Imelda untuk menyusuri lorong panjang di dalam bangunan itu. Sampai di ujung lorong, terlihat Davin Mahendra sedang berbincang dengan beberapa anak buahnya. Wanita itu memilih menunggu di luar, sampai Alex yang memanggilkan sang atasan yang masih berada di ruangan itu.     

Davin Mahendra langsung bangkit dari tempat duduknya setelah mendapatkan sebuah kode dari orang kepercayaannya. Pria itu langsung keluar dan mendapati putrinya yang sudah berdiri di depan pintu dengan wajah kesal. "Tumben sekali kamu datang ke sini, Sayang." Davin sengaja menyapa putrinya dengan tatapan lembut sambil membelai kepalanya.     

"Tak perlu sok perhatian kepadaku, Pa! Aku hanya ingin mengetahui keberadaan Brian. Di mana Papa menyembunyikan suamiku?" Imelda sedikit berteriak karena sudah tak tahan dengan sandiwara yang dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya. "Papa dan juga Papa Adi telah menutupi semuanya dariku. Cepat katakan di mana suamiku!" Wanita itu itu kembali berteriak cukup keras. Seolah dia telah kehilangan kendali atas dirinya.     

Davin Mahendra menarik dan membawa anaknya ke sebuah ruangan yang tak jauh dari sana. Dia pun sedikit memaksa Imelda untuk duduk di sebuah kursi. "Tenanglah. Papa akan menjelaskan semuanya." Davin mencoba untuk menenangkan hati putrinya. Dia tak ingin kemarahan Imelda mempengaruhi kehamilannya.     

"Aku tak butuh penjelasan! Bawa aku menemui suamiku!" Imelda kali benar tak mampu mengendalikan emosi di dalam dirinya. Wanita itu bangkit dari kursinya dan sudah bersiap untuk pergi. "Papa yang akan mengantarkan aku, atau aku sendiri yang harus mencari di seluruh gedung ini?" ancam Imelda pada sang ayah.     

"Papa akan mengantarmu menemui Brian." Davin Mahendra menarik tangan anaknya dan mengajaknya ke tempat di mana mobil miliknya terparkir.     

Begitu masuk ke dalam mobil, Imelda menjadi sangat bingung. Dia berpikir jika suaminya ditahan di sana. "Ke mana Papa akan membawaku?" tanyanya dengan sangat penasaran.     

Pria itu langsung melajukan mobilnya menuju ke gedung rumah sakit yang juga berada di distrik itu. Davin Mahendra bisa melihat ekspresi terkejut Imelda saat dirinya justru membawa wanita itu ke rumah sakit. "Brian terluka saat menyelamatkan Papa." Sebuah kalimat yang sangat cukup untuk menjelaskan semuanya.     

Imelda langsung terdiam dengan tatapan berkaca-kaca saat mendengar penjelasan ayahnya. Wanita itu langsung membuka pintu mobil lalu berlari ke dalam gedung rumah sakit milik BIN. Untung saja, Imelda pernah beberapa kali mendatangi rumah sakit itu. Bahkan dia juga pernah mengoperasi petinggi BIN yang membutuhkan pertolongannya.     

"Sayang, tunggu!" Davin berteriak memanggil Imelda. Dia tak ingin jika Imelda terluka karena terus berlari tanpa memperhatikan sekelilingnya. Bahkan Davin melihat jika Imelda hampir menabrak seseorang yang berjalan di depannya.     

Dengan wajah cemas yang sangat ketakutan, Imelda menuju ke pusat informasi dan menanyakan keberadaan suaminya. "Di mana pasien atas nama Brian?" tanyanya pada seorang wanita yang duduk di pusat informasi.     

"Maaf, kami tidak bisa memberikan informasi pada sembarang orang," jawab wanita itu cukup ramah.     

"Saya istrinya," jawab Imelda. "Sepertinya aku harus mencari suamiku sendiri dan tentunya dengan caraku." Imelda langsung meninggalkan tempat itu dan menyusuri lorong panjang di rumah sakit itu. Dia sangat mengenal tempat itu hingga dirinya merasa tak membutuhkan seseorang untuk membantunya. Tak berapa lama, akhirnya dia menemukan sebuah ruangan yang bertuliskan nama Brian di sebelah pintunya. Imelda langsung mendorong pintunya dan berharap bisa bertemu dengan sang suami. Namun ternyata ruangan itu kosong, hanya ada seorang petugas kebersihan yang sedang membersihkan dan merapikan ruangan itu. "Di mana pasien di ruangan ini?" tanyanya dengan tidak sabar.     

Petugas kebersihan itu langsung menolehkan wajahnya dan memandang Imelda yang berdiri dengan wajah cemas. "Seorang perawat membawa pasien berjemur di taman belakang," jawabnya.     

Tanpa mengatakan apa-apa, Imelda langsung keluar menuju taman belakang. Terlihat pria yang dicarinya sedang duduk di kursi roda sambil mengobrol cukup akrab dengan seorang wanita yang berseragam perawat. Tanpa berpikir panjang, Imelda menghampiri suaminya dan langsung memberikan sebuah tamparan yang cukup keras di wajah Brian. Dia sudah tak mampu mengendalikan diri di hadapan pria yang membuatnya menunggu seperti orang bodoh.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.