Bos Mafia Playboy

Seorang Pendonor Untuk Brian



Seorang Pendonor Untuk Brian

0Davin Mahendra baru saja memarkirkan mobilnya lalu masuk ke dalam gedung rumah sakit itu. Dia pun berjalan ke ruang perawatan Brian untuk melihat anak dan juga menantunya. Pria itu tak ingin jika Imelda melakukan hal-hal yang di luar batasnya. Sebagai seorang ayah, dia sangat mengenal sosok anak perempuannya itu. Imelda adalah perempuan yang tegas dan tidak berperasaan. Bahkan beberapa kali, Davin Mahendra harus menghadapi betapa keras dan juga dinginnya sikap anak perempuannya itu. Sejak kematian ibunya, Imelda yang selalu ceria berubah dingin dan tak peduli dengan keluarganya. Apalagi ditambah dengan kepergian kakak kandungnya yang menjadi seorang tentara pasukan khusus. Imelda berpikir jika ayahnya telah mengirim kakak satu-satunya di daerah konflik yang berada di perbatasan.     
0

Saat mendapati kamar Brian sudah kosong, Davin Mahendra langsung berlari ke pusat informasi. "Di mana pasien yang datang bersamaku seminggu yang lalu?" Pria itu bertanya pada seseorang yang bertugas di bagian pusat informasi.     

"Pasien baru saja masuk ke dalam ruang operasi, Dokter Imelda yang akan mengambil tindakan operasi," jelas seorang wanita yang bertugas di sana.     

"Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana kondisi pasien bisa kembali memburuk?" Davin kembali bertanya karena sangat mengkhawatirkan keadaan Brian.     

Tiba-tiba saja dua orang petugas keamanan yang tadi hampir menangkap Imelda datang. Mereka berdua mendengar dengan jelas pertanyaan pria yang cukup dikenal oleh seluruh staf di rumah sakit itu. "Selamat pagi, Pak Davin Mahendra," sapa seorang petugas keamanan dengan ramah. "Kebetulan tanpa sengaja kami mendengar pembicaraan Anda. Sebenarnya tadi pagi Dokter Imelda sempat membuat keributan di sini. Bahkan beliau memukul pasien itu tanpa ampun. Kami bermaksud untuk menghentikan perbuatannya namun Dokter Imelda bukanlah seseorang yang bisa dikendalikan begitu saja," jelas seorang dari mereka.     

"Aku mengerti," sahut Davin Mahendra dengan wajah cemas dan juga tatapan dingin.     

Tak berapa lama seorang perawat keluar dari ruang operasi dengan wajah panik. Perawat itu berlari tergopoh-gopoh ke bank darah rumah sakit itu. Davin Mahendra melihat ada yang tidak beres dengan perawat itu. Dia pun berinisiatif untuk mengejar perawat itu untuk mengetahui kondisi Brian. "Apa yang terjadi di dalam sana?" Kebetulan sekali perawat itu baru saja keluar dari bank darah rumah sakit itu. Davin Mahendra bertanya dengan wajah yang ikut panik.     

"Pasien membutuhkan transfusi darah sedangkan stok darah di rumah sakit ini kosong. Jika tidak segera menerima transfusi darah, nyawa pasien bisa dalam bahaya," terang perawat itu dengan suara bergetar karena keadaan yang sangat darurat.     

Davin Mahendra berpikir sejenak, dia pun akhirnya ingat jika dirinya dan Brian memiliki golongan darah yang sama. Dahulu, dua keluarga itu pernah melakukan pemeriksaan bersama saat hubungan mereka masih terjalin dengan baik. "Ambil saja darahku, kami memiliki golongan darah yang sama. Selain itu kondisi tubuhku juga cukup baik sebagai seorang pendonor. Aku juga rutin melakukan tes kesehatan di rumah sakit ini." Pria itu akhirnya menawarkan diri untuk menjadi pendonor bagi menantunya. Davin Mahendra juga merasa berhutang nyawa pada suami dari anak perempuannya itu.     

"Mari ikut saya, Pak." Perawat itu berjalan diikuti oleh Davin Mahendra di belakangnya.     

Setelah menjalani berbagai macam ritual sebelum masuk ke dalam ruang operasi, Davin Mahendra pun masuk didampingi perawat yang tadi bersamanya. Begitu melihat ayahnya berada di ruangan itu, Imelda langsung membulatkan matanya karena cukup terkejut. "Papa! Untuk apa Papa masuk ke sini?" tanya Imelda dengan sangat terkejut.     

"Stok darah di rumah sakit ini sedang kosong. Pak Davin berbaik hati ingin menjadi pendonor bagi pasien. Kondisi beliau cukup baik untuk menjadi seorang pendonor," sahut perawat itu dengan sedikit rasa takut jika Imelda akan menolak pendonor yang baru saja dibawanya.     

Imelda cukup tersentuh dengan ayahnya. Dia tak menyangka jika pria itu mau menjadi pendonor bagi suaminya. Setahu Imelda, ayahnya itu sangat membenci keluarga Prayoga bahkan setelah mereka menikah. "Lakukan transfusi darah sekarang! Jangan sampai kondisi pasien semakin memburuk karena terlambat mendapatkan transfusi darah," ucap Imelda sambil memandangi ayahnya yang juga sedang menatap dirinya.     

Beberapa saat kemudian, Imelda bisa bernafas lega karena operasi yang dilakukannya telah selesai. Yang paling penting, kondisi Brian juga sudah cukup stabil. Wanita itu mendekati pria yang selama ini sudah membesarkan dirinya itu. Sebuah tatapan tajam yang penuh dengan banyak arti. Ingin rasanya Imelda memeluk ayahnya sendiri namun dia terus saja menahan dirinya. "Aku ingin berbicara dengan Papa sebentar," cetusnya sambil berdiri di depan Davin Mahendra. Imelda langsung berjalan keluar dari ruangan itu dan membiarkan para perawat yang mengurus suaminya yang masih dalam pengaruh obat bius.     

"Apa yang ingin kamu bicarakan, Imelda?" Pertanyaan itu yang pertama kali diucapkan Davin Mahendra pada anaknya. Dia dapat melihat wajah Imelda yang sudah sangat tidak sabar untuk mendengar penjelasan darinya.     

Wanita itu memandangi wajah ayahnya dengan penuh arti. Ada rasa terima kasih dan juga penasaran yang terlukis jelas di wajahnya. "Sebelumnya ... terima kasih banyak. Karena Papa, nyawa Brian bisa diselamatkan. Aku hanya penasaran dengan alasan Papa mau menjadi pendonor bagi suamiku." Imelda kembali memandang wajah pria yang masih terlihat gagah dan cukup tampan di usianya itu.     

"Sepertinya kamu sudah lupa, bukankah Brian menantuku juga? Aku tak mungkin membiarkan anakku menjadi seorang janda sebelum pernikahannya genap satu bulan. Terlebih Brian sudah mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan Papa. Aku pikir itu setimpal dengan perbuatannya padaku," jelas Davin Mahendra dengan wajah yang terlihat sangat serius dan juga cukup tulus. Pria itu mencoba mendekati anak perempuannya dan mengusap kepala Imelda dengan penuh kasih sayang. "Papa sangat menyayangi kamu dan juga kakakmu, aku tak ingin jika hal buruk terjadi pada kalian berdua. Sepertinya dalam waktu dekat, kakak kesayanganmu itu akan kembali ke tanah air," lanjutnya dengan suara lembut.     

Mendadak wajah Imelda berbinar mendengar kabar gembira yang dikatakan oleh ayahnya. Wanita itu tak menduga jika kakaknya akhirnya pulang juga. "Andai Papa tak memaksanya menjadi tentara pasukan khusus, aku tak mungkin kehilangan kasih sayang Kakak kepadaku," ujar wanita yang menatap Davin Mahendra dengan tatapan berkaca-kaca. Imelda masih mengingat dengan jelas, hari di mana kakak kandungnya memilih untuk meninggalkannya. Hari itu adalah satu hari setelah kematian ibunya. Tak ada yang dikatakan oleh pria yang memilih pergi setelah upacara pemakaman itu. Imelda selalu berpikir jika ayahnya lah yang sudah mengirim saudara satu-satunya itu ke daerah konflik di perbatasan. Hal itu juga yang menambahkan kekecewaan Imelda pada Davin Mahendra. Dia selalu berpikir jika ayahnya sengaja menjauhkan mereka berdua. "Apakah Kakak akan merestui hubunganku dengan Brian?" gumam Imelda dengan hati cemas. Dahulu kakaknya itu selalu menyayangi dirinya dengan sangat posesif. Dia khawatir jika pernikahannya akan ditentang oleh saudara laki-laki satu-satunya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.