Bos Mafia Playboy

Siapa Yang Mengatakannya?



Siapa Yang Mengatakannya?

0Brian menjadi pendengar yang baik bagi pembicaraan istri dan ayah mertuanya. Meskipun dia mengenal Vincent, hubungan mereka tidak terlalu dekat. Keluarga mereka pernah menjalin hubungan dengan cukup baik. Entah sejak kapan kedua keluarga itu bisa saling membenci dan juga menyakiti. Seingat Brian, kakak iparnya itu langsung menghilang setelah kematian ibu mertuanya, Irene. Hal itu menambahkan rentetan misteri yang tertutup rapat dari kematian Irene Mahendra. Brian mengulas senyuman pada wanita yang berdiri di depan Davin Mahendra. Dia pun menganggukkan kepalanya pada Imelda yang sedang menatapnya penuh arti. "Pergilah, Sayang. Aku akan menunggumu di sini saja," ucapnya lirih namun terdengar cukup jelas di telinga mereka.     
0

"Tapi ... Brian." Imelda terlihat tidak tega melihat suaminya sendirian di rumah sakit. "Aku tak mungkin meninggalkanmu sendirian," lanjutnya dengan wajah sedih.     

"Aku akan baik-baik saja, Sayang." Brian mencoba menyakinkan istrinya agar tidak terlalu cemas tentang keadaannya. Pria itu tersenyum hangat sambil memandangi Imelda yang masih berdiri di dekat ayahnya.     

Wanita itu terlihat sangat bingung, antara tega dan tidak tega. Imelda ingin tetap bersama suaminya di rumah sakit. Di sisi lain pula, dia tak mungkin bisa mengabaikan seseorang yang selama ini telah dinantikan olehnya. Ada kegalauan yang begitu besar di dalam hatinya, seperti sedang dihadapkan dengan buah simalakama. Tidak ada pilihan yang benar-benar akan menguntungkan baginya. "Aku akan menjemput Kak Vincent ... tapi aku akan langsung kembali ke sini secepatnya." Akhirnya Imelda memutuskan sebuah keputusan yang sangat sulit baginya.     

"Lebih baik kamu bersiap sekarang, Marco akan sampai di sini dalam 30 menit," ucap Davin Mahendra sambil memandangi pasangan yang saling menatap satu sama lain. Sebenarnya dia pun tidak tega pada mereka berdua. Sayangnya, pria tua itu tak pernah bisa menolak keinginan anak sulungnya. Davin Mahendra sangat menyayangi anak-anaknya, tak peduli dengan apapun yang terjadi. Dia punya cara tersendiri untuk mencintai kedua anaknya itu. Hanya ingin memastikan kebahagiaan mereka saja, Davin Mahendra harus merelakan dirinya sendiri yang menanggung luka yang sangat dalam. "Papa pergi dulu. Alex sudah menunggu di luar," pamitnya sebelum benar-benar meninggalkan ruangan itu.     

Imelda kembali memandangi pria yang sudah berhasil menggetarkan hatinya. Dengan ragu dan juga sedikit malu karena mengingat ciuman mereka, Imelda mendekati ranjang di mana Brian duduk sambil bersandar. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan perasaan yang tidak karuan. Sebuah perasaan yang membuat dirinya tidak tenang untuk meninggalkan sang suami sendirian di rumah sakit. "Brian!" Imelda memanggil nama suaminya dengan penuh keraguan. "Apa kamu akan baik-baik saja jika aku pergi?" tanyanya dengan tatapan lembut yang mampu membuat Brian berdebar tak menentu.     

Dengan sekali gerakan, Brian berhasil menarik Imelda ke dalam pelukannya. Tak ada jarak yang cukup berarti bagi mereka berdua. Pria itu mengembangkan senyuman penuh cinta pada wanita di pelukannya. Brian dapat melihat dengan jelas wajah Imelda yang mulai merona dan menambah cantik istrinya itu. "Aku akan baik-baik saja jika kamu memberikan sebuah ciuman untuk suamimu ini," goda Brian pada Imelda yang sedang menengadahkan kepalanya agar dapat menatap wajah pria yang selalu memperlakukannya dengan sangat lembut.     

"Bukannya tadi kita sudah berciuman," sahut Imelda sambil melepaskan diri dari pelukan sang suami.     

"Ciuman kita belum selesai, Sayang. Apakah kamu tak mau mencium suamimu ini?" Sebuah pertanyaan dari Brian mampu membuat wanita itu bimbang dengan ucapannya.     

Brian kembali menarik istrinya dan langsung mendaratkan ciuman lembut di bibir wanita yang berada dalam pelukannya itu. Dia yakin jika Imelda merasakan getaran hebat di dalam hatinya. Bahkan ia bisa mendengar degup jantung istrinya yang terdengar cukup keras. Seolah mendapat lampu hijau, Brian semakin menyesap bibir istrinya itu hingga membuatnya seolah sedang melahap mangsa yang sejak lama dinantikannya. Memberikan gigitan kecil hingga membuat sang istri membuka mulutnya, ia pun langsung menerobos mulut Imelda dan membuat lidahnya puas bermain-main di mulut sang wanita.     

Meskipun awalnya Imelda tak membalas ciuman suaminya, dia pun akhirnya tak mampu menahan dirinya. Sebuah ciuman lembut yang menguasai dirinya telah membakar gairah dan juga perasaannya. Hingga tanpa sadar, ia membalas ciuman Brian dengan lebih bergairah. Imelda seolah terbuai dengan berbagai macam gerakan yang dilakukan oleh suaminya. Sebuah erangan terlepas dari mulut Imelda saat Brian menyentuh dada. Wanita itu sudah dikuasai oleh gairah yang semakin memuncak. Sebuah desahan-desahan manja keluar dari mulut tanpa disadarinya. Brian benar-benar sudah mampu menaklukkan hati yang selama ini telah tertutup rapat. Bahkan tanpa malu, dia mengalungkan tangannya ke leher pria di depannya. Imelda terlihat sangat menikmati ciuman itu.     

Suara desahan-desahan manja dari mulut Imelda, membuat Brian semakin berani menyentuh tubuh sang istri. Bahkan ia sudah berhasil melepaskan beberapa kancing kemeja Imelda tanpa ada perlawanan sedikitpun. Entah karena tak sadar atau terlalu menikmati momen itu. Tak sampai di sana, Brian mulai memberikan kecupan-kecupan di area leher jenjang milik Imelda sambil menyusupkan tangannya di balik kemeja. Pria itu memainkan tangannya di dada sang istri yang selama ini begitu dirindukannya. Brian sudah tak menahan diri lagi, disentuhnya lalu diremasnya dengan sangat lembut dan juga penuh perasaan. Namun sesuatu yang sedang dipikirkan oleh Brian sayangnya tak bisa terwujud. Tiba-tiba saja Imelda ....     

"Hentikan, Brian!" Imelda mendorong pelan suaminya agar sedikit menjauh. "Kita tidak bisa melakukannya di sini," tegasnya sambil memandang wajah pria yang terlihat frustasi karena sebuah penolakan yang baru saja diucapkannya.     

Brian memaksakan sebuah senyuman di wajahnya. Senyuman kecut tanpa ada ketulusan di dalamnya. Dia kecewa ... bahkan sangat frustasi pada situasi yang sedang dihadapinya. "Apa sebegitu tak inginnya kamu aku sentuh?" Sebuah pertanyaan yang selama ini ditahannya karena tak ingin membuat Imelda kecewa. Pria itu sudah tak bisa lagi menutupi kekecewaannya atas penolakan Imelda selama ini. Dia sudah cukup bersabar dan menunggu hingga hari itu telah tiba. Brian bisa melihat jika istrinya itu cukup menikmati ciuman dan juga sentuhannya. Namun dia sangat penasaran alasan wanita itu masih saja menolaknya. Padahal jelas-jelas Brian mendengar suara desahan dan juga erangan Imelda atas perlakuan lembutnya. "Mungkinkah sedikit saja kamu tak bisa mencintai aku?" Brian kembali melemparkan sebuah pertanyaan pada wanita yang sangat dicintainya itu.     

"Apa maksud ucapanmu, Brian?" Bukannya menjawab, Imelda justru membalasnya dengan sebuah pertanyaan. "Bukankah kamu juga tak mencintaiku? Untuk apa aku harus mencintai pria yang sama sekali tak mencintaiku?" Imelda mulai terprovokasi dengan pertanyaan dari seorang pria yang terlihat menyedihkan.     

Brian menarik nafasnya cukup dalam sebelum memberikan jawaban pada pertanyaan istrinya. "Siapa yang mengatakan jika aku tak mencintaimu sedikit pun?" balas pria itu dengan wajah kesal dan tentu saja semakin frustasi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.